BERBAGI TAK PERNAH RUGI


Hari ini saya sedang menemui seseorang yang hendak menawarkan sesuatu pada saya, (sebut saja teman.) Kami membuat janji di salah satu gerai makanan cepat saji di salah satu Mall di Grogol, Jakarta Barat. Suasana siang yang cukup riuh dengan lagu-lagu dari Niji mengiringi percakapan kami. Cerita siang kami bertemakan tentang berbagi dan manfaat dari apa yang ia tawarkan kepada saya.

Sebagai orang yang baru kenal rasanya perbincangan kami begitu hangat, kadang kami saling memuji kadang juga terlontar sindiran-sindiran kecil bahwa apa yang ia tawarkan rasanya kurang bagus menurut kacamata saya. Sekali dia juga menyela pandapat saya dengan joke ringan. Teman yang ada di sampingnya hanya senyum-senyum saja.

Disela-sela perbincangan itu mata saya mencuri perhatian pada seorang ibu (saya berharap anda tak berpikir saya seorang "laki-laki nakal" yang sering nongkrong di Mall) hahaaaa...haaa.... Sebelum saya datang ibu ini sudah duduk pada satu blok di depan meja saya. Dengan raut muka sedih dan sedikit binggung, dalam tatapan mata yang kosong memandang ke bawah sambil berbicara seorang diri. Di atas meja itu ia menaruh sekatong plastik entah apa isinya. Dibawah ada tas punggung hitam. Sepertinya ibu ini agak kurang sehat secara mental tetapi dugaan saya salah, saya akan ceritakan setalah ini.

Perbincangan saya dengan teman tadi tetap berlanjut, sekarang gantian saya yang bersemangat berbagi soal resiko atas apa yang ia tawarkan jika tidak dilindungi oleh proteksi. Rasanya apa yang ia dapat dan ia simpan akan hilang seketika jika tak ada yang menjaga dalam kondisi darurat. Ya dia sadar bahwa resiko itu bisa terjadi tetapi menurutnya proteksi yang ia miliki sudah cukup. Meski dia tak menyebut nilainya saya yakin dari gesture dan gerak bibirnya dia belum memiliki proteks. Saya "ngotot" atas dasar kebaikan untuk menawarkan manfaat yang cukup maksimal sesuai nilai dirinya, dan ia memilih mengakhiri topik ini dengan mengalihkan ke topik lain.  Lalu saya menutup kengototan saya dengan kalimat penutup demikian: "mas apa yang ada tawarkan sangat bagus tetapi apakah sebanding nilainya? Mas meminta saya membeli dengan nilai yang super gede tetapi resiko kerugianya juga gede. Kalau mas mau menerima apa yang saya bagi dari saya, mas bisa membeli dengan nilai yang kecil tetapi bisa memberi manfaat maksimal yang senilai dengan diri mas. Saya bukan pemberi resiko tetapi pengambil resiko!"

Setelah itu ia pamit untuk kembali ke kantor. Sembari mengucapkan terima kasih, saya ucapkan "senang boleh berbagi!"

Setelah dia pergi ibu yang tadi saya ceritakan tetep duduk termenung sembari "ngobrol" dengan dirinya sendiri. Ahhh obrolan yang sangat imajinatif seperti yang sering saya lakukan ketika kecil. Melihat ibu itu tergerak hati saya untuk membelikan dia makan. Karena masih hati yang bergerak bukan kaki, tangan dan dompet gerakan hati ini ternyata telah ditangkap lebih dulu oleh gadis-gadis yang sepertinya masih kuliah yang duduk berdua di meja belakang ibu itu. Mereka sedari tadi duduk sambil makan dan sepertinya sudah selesai dan bersiap pulang. Salah satu dari mereka memesan makanan dan minuman, batin saya " busyett gak ada kenyangnya nih cewek?"  Setelah duduk beberapa saat dan menikmati minuman yang baru dipesan, mereka bergegas seperti hendak pulang. Peristiwa mengharu biru tak lepas dari mata saya. Gadis-gadis soleha yang manis rupawan, memberi ibu itu makanan yang baru mereka pesan. Hati saya seolah-olah ngilu, mulut saya terkatup kelu bagai induk domba yang di bawa ke pembantaian dan digunting bulunya! Woowwww gadis-gadis itu hari ini berbagi. Mereka punya hati! Mereka punya empati! Ternyata mereka tak hanya hobby selfie tetapi juga berbagi. Lalu mereka pergi dan hati saya tak berhenti dari sepi.

Lima menit berlalu, ibu itu tak menyentuh makanannya, sepuluh menit berlalu belum juga disentuh. Sepertinya saya mulai lapar lalu saya membeli makan untuk diri saya sendiri. Gak lagi mikir si ibu, "dasar egois" begitu kata hati saya. Setelah makanan saya habis si ibu dengan lembut dan pelan membuka bungkusan makanan tadi lalu pelan-pelan dia makan. Masih dalam suasana investigasi saya sesekali mencuri pandang dan melihat bahwa ibu itu kenyang dan memandang ke sekeliling ruangan. Sepertinya ibu itu haus karena di mejanya tak tersedia minuman. Dalam hati saya sedang terjadi dialog antara malaikat dan iblis  " wah gawat nih si ibu bisa kehausan tuh....iya emang kenapa?....buruan gih beliin minum.......enak aja, beli sendiri....."

Hati yang beku ini akhirnya luluh juga karena kaki serta dompet saya mengajak ke depan pramusaji untuk membeli minum. Saya hampiri ibu itu sembari menaruh sebotol air mineral sambil menyapanya "ibu pasti haus, ibu minum ya!" sambil menatap saya dengan haru ibu itu menjawab " terima kasih."

Saya berlalu dalam haru, semuanya beku dalam kalbu. Semua ragu jadi lagu merdu. Bagai roti tak beragi membuat berbagi tak pernah rugi!

Kaefci
14 April 2016

Comments

Popular posts from this blog

IBADAT TUGURAN KAMIS PUTIH DENGAN NYANYIAN TAIZE

“Mereka Sedang Bekerja”