SEJARAH PAROKI DAN PERKEMBANGANNYA
SEJARAH PAROKI DAN PERKEMBANGANNYA
1. Pengantar
Paroki merupakan bangunan fundamental
bagi struktur kerasulan Gereja dan tetap menjadi pusat utama bagi kegiatan umat
Kristiani. Di dalam paroki, umat berkumpul untuk merayakan Ekaristi dan
membangun suatu persekutuan. Berbicara soal paroki berarti berbicara soal Gereja
dan berbicara soal Gereja maka mau-tidak mau berbicara soal umat. Sebelum
membicarakan lebih lanjut mengenai umat maka perlu diketahui lebih dahulu
paroki itu apa dan bagaimana sejarah serta perkembangannya. Dalam tulisan ini
akan di uraikan sekilas mengenai sejarah paroki dan perkembanganya. Hal ini
perlu karena seringkali terdapat beberapa pengertian ekstrim mengenai paroki.
Salah satunya pertama, paroki dilihat sebagai suatu kelompok
administratif-yuridis, yakni bagian dari keuskupan. Kedua, melihat bahwa Gereja
sebenarnya tidak memerlukan paroki sebagai perwujudanya.
Terhadap kedua ekstrim di atas haruslah
dikatakan bahwa paroki mewakili Gereja secara nampak namun keuskupanlah yang
secara sempurna mewujudkan Gereja setempat. Baik paroki dan keusukupan keduanya
memiliki keterkaitan yang memiliki peran untuk membangun hidup beriman umat.
2. Pengertian paroki dalam Kita Suci
a. Paroki dalam perjanjian lama
Dalam kitab suci perjanjian lama istilah
paroki memang belum ada sebagaimana gambaran paroki seperti saat ini. Dalam bahasa Latin kata paroki disebut ‘parochia’. Kata ini diambil dari bahasa Yunani “paroikia”. Kata ini berakar dari kata ‘paroikos’ artinya ‘tetangga’.
Atau dapat berarti juga orang asing, yaitu orang yang tinggal di sebelah negara
atau kota dan memiliki hak yang dilindungi oleh negara meskipun bukan menjadi
warganegara. Dalam Perjanjian Lama gagasan pengunaan kata ini didasarkan pada
kisah Abraham yang disebut orang asing atau seorang parokial di Mesir (bdk. Kej
12:10), di Palestina dan Kanaan. Juga Lot yang disebut sebagai orang asing di
Sodom serta Ishak di Kanaan. Ringkasnya bisa disimpukan bahwa keturunan Yakub
juga dapat dikatakan membentuk sebuah ‘paroki’ di Mesir. Dalam konteks ini
paroki terbentuk dalam jemaat yang berziarah menuju suatu tujuan yakni tanah
yang dijanjikan. Seluruh pengertian paroki dalam Perjanjian Lama tidak lain
adalah berhubungan dengan ‘qahal’ (Ibarani)
atau ‘ekklesia’ (Yunani) yang berarti
kumpulan atau jemaat. Ciri yang mendasari hal ini adalah panggilan bersama
sebagai umat Allah ( bdk. 2 Raj 8:1-2)
b. Paroki dalam perjanjian baru
Dalam Perjanjian baru, kata-kata ‘paroikos’ ( bdk. Kis 7:6; Ef 2:9; 1 Ptr
1:17; 2:11) dan ‘parokia’ ( bdk Kis
13:17) serta ‘parokein’ ( bdk Luk
24:18; Ibr 11:9) mempunyai arti yang sama dengan pengertian dalam kitab suci
perjanjian lama. Baik dalam Perjanjian Lama maupun dalam Perjanjian baru kata
‘berziarah’ punya arti dan tempat yang penting. Intinya bahwa paroki pertama-tama
haruslah dilihat sebagai jemaat beriman yang berziarah sebagai orang asing di
dalam hidup ini untuk menuju tempat tinggal abadi.
3. Paroki dalam sejarah dan perkembangannya.
a. Periode Gereja perdana-Abad pertengahan
Kehidupan Gereja sebagai sebuah paroki
bisa dikatakan muncul pada abad pertama sesudah peristiwa Pentakosta dimana
setelah peristiwa itu para murid mendapatkan banyak pengikut. Sejak pentakosta
banyak umat beriman pada Kristus dan minta dibaptis. Aktivitas awal yang dilakukan
jemaat perdana ini adalah bekumpul dalam doa dan merayakan ekaristi, dan sejak
inilah muncul komunitas-komunitas. Munculnya komunitas pada awal Gereja perdana
ini menjadi awal terbentuknya paroki yang berkembang pesat sampai abad
pertengahan. Sebelum abad pertangahan kira-kira abad IV sudah dikenal paroki
yang bercorak kelembagaan yaitu lembaga Gerejani. Bahkan sebelum itu sudah
tumbuh Gereja-Gereja setempat yang memiliki struktur pelayanan ke luar dan ke
dalam. Gereja-Gereja setempat tersebut dipimpin oleh seorang Uskup yang disebut
‘Paroikias’. Paroikias ini dibagi
menjadi wilayah-wilayah yang lebih kecil dan diketuai oleh seorang imam.
Jumlah umat pada waktu itu mulai besar
maka tenaga yang membantu uskup tidak cukup hanya imam, lalu mereka dibantu oleh
diakon serta imam kelas bawah
(istilah pada waktu itu) yaitu akolit, lektor dan prodiakon. Sejak saat
ini pula muncul pembagian wilayah-wilayah yang lebih luas lagi hingga wilayah
desa di luar kota. Pada abad V dan VI
mulailah didirikan Gereja-Gereja paroki di Perancis dan Spanyol. Inilah awal
mula terbentuknya paroki dengan memiliki Gereja dan dikepalai oleh seorang
imam. Sejak saat ini kegiatan Gereja yang dulunya bergantung pada Gereja Induk
(kota) mulai berkurang. Bersamaan dengan berkurangnya peran Gereja induk
mulailah muncul dan berkembang Gereja-Gereja pribadi yang dimiliki oleh tuan tanah
yang mendapat sepersepuluh dari penghasilan yang diberikan umat kepada Gereja.
Periode ini dipengaruhi oleh tiga faktor penting yaitu: 1) sistem feodalisme,
2) sistem harta benda Gereja, 3) sistem Gereja utama.
ü
Sistem
Feodalisme. Sistem ini bermula dari wilayah
Jerman dan meluas ke seluruh Eropa. Sistem ini terdiri atas elemen personal yang lebih bebas, dan elemen
material atau harta benda yang dalam hukum Gereja dinamakan benefecium. Harta milik ini dugunakan
untuk pelayanan kepada sesama. Tetapi pada akhirnya harta benda ini menjadi
pusat dari kegiatan Gereja, hingga akhirnya lahir pemikiran mengenai jabatan
resmi dari Gereja untuk urusan harta benda.
ü
Sistem
harta benda Gereja. Sistem ini rupanya pada masa ini juga menjadi dominan.
Pertama soal urusan harta benda superiori
yakni milik uskup dan abas tetapi juga harta benda inferiori yakni milik paroki. Hal ini disebabkan karena politik
imprator Raja dan Ratu yang pada umumnya memeluk Katolik dan banyak memberi
derma. Derma ini membuat Gereja menjadi kaya raya bahkan kekayaanya melebihi
pemerintahan. Pengaruhnya tidak hanya untuk Gereja tetapi juga kepada
pastor-pastor berkaitan soal kepemilikan harta benda dan jabatan yang digunakan
secara sewenang-wenang. Sampai pada abad XIII kehidupan para pastor ini
mengalami kemerosotan.
ü
Sistem Gereja
utama. Pada awalnya adalah kegiatan rohani di wilayah desa sekeliling kota
dimana uskup bertahta dan para monasteri misioner tinggal. Kegiatan ini
berkaitan dengan Gereja utama atau induk dimana umat bedomisili. Sistem yang
paling penting dalam Gereja induk adalah wewenang yang diberikan oleh uskup
kepada pastor paroki atau wakil uskup untuk mengelola harta benda Gereja yang
berada di wilayah paroki itu. Hal ini termuat dalam kanon 21 dari Konsili
Romawi tahun 853 yang menyatakan bahwa hanya seorang imam yang taat kepada
uskup dapat dinominasikan sebagai pastor paroki di wilayahnya. Maksud dari hal
ini supaya mereka tetap setia dalam pelayanan rohani umat dan juga pemilikan
harta benda Gereja paroki tersebut. Selama berlakunya sistem ini banyak pastor
paroki yang menyalahgunakan wewenangnya dan menyerahkan pengurusan harta benda Gereja
kepada keluarga. Saat itu pula mulai muncul apa yang disebut dengan simonia atau tindakan imam yang menjual
jabatanya dan pelayanan rohani kepada umat dengan uang untuk kepenringan
pribadi atau keluarganya.
b. Konsili Trente –Konsili Vatikan II
Periode konsili Trente adalah periode
penting dalam usaha pembaharuan paroki. Konsili ini menghasilkan “ de reformatione” tentang paroki, antara lain sebagai berikut:
1.
Uskup mempunyai wewenang penuh dalam menjaga
etika dan aturan sesuai ajaran Gereja terutama tentang tugas seorang pastor
paroki dalam mengurus harta benda Gereja dan pelayanan rohani.
2.
Uskup berhak memberi wewenang–iuridiksi kepada
imamnya untuk merayakan Ekaristi, berkotbah dan pelayanan sakramen pengakuan
dosa.
3.
Uskup berhak dan berkewajiban untuk mengunjungi
dan membaharui semua lembaga dalam Gereja terutama tempat-tempat suci dan karya
kesalehan Gereja
4.
Kewajiban tempat tinggal bagi semua imam dalam melayani keselamatan
jiwa-jiwa umat.
5.
Tidak ada seoang imam menerima jabatan pastor
paroki atau jabatan lainya dalam Gereja tanpa memenuhi syarat dan kualitas yang
mutlak dibutuhkan, terlebih bagi pelayanan pastoral demi keselamatan jiwa-jiwa.
Semua
ketetapan ini dibuat oleh para bapa Konsili Trente dengan tujuan mengurangi
tindakan yang sewenang-wenang dari pastor paroki. Sejak konsili inilah paroki
semakin menemukan bentuk pelayanannya. Aspek yuridis dari paroki menjadi begitu kuat dan kemudian berhasil
dirumuskan dalam hukum kanonik. Selain beberapa poin di atas pada konsili ini
juga ditegaskan mengenai tanggung jawab pastor yang menjadi orang kedua setelah
uskup, yang bertanggung jawab atas kegiatan yang ada di wilayahnya, kewajiban
berkotbah dan larangan memiliki harta Gereja serta memperhatikan pendidikan
iman orang muda.
Selain
itu paroki sudah mulai berkembang pada tatanan hukum Gereja universal. Situasi
lain menjadi semakin berubah setelah munculnya revolusi Prancis yang mengubah
situasi jaman yang ditandai dengan kemajuan teknologi. Selain perubahan
teknologi juga pada masa ini mulai muncul gerakan misi dari negara-negara Katolik
seperti Spanyol dan Portugal ke Asia dan Amerika Latin dan dimotori oleh
Serikat Jesus. Paus Gregorius XV tahun 1622 mengesahkan Kongregasi Ajaran Iman yang kemudian disempurnakan oleh paus Urbanus
VIII 1627 dengan mengobarkan semangat
misi ke penjuru dunia.
Setelah
gerakan misi menyebar ke mana-mana tahun
1869-1870 dimulailah Konsili Vatikan I. Konsili ini tidak hanya membaharui
doktrin Gereja tetapi juga disiplin hidup Gereja sampai akhirnya melahirkan Kitab Hukum Kanonik 1917
yang di dalamnya juga menyingung soal hidup Gereja utama yakni Dioses dan
paroki serta tentang harta benda Gereja.
Dalam KHK 1917 hal jabatan Gereja termuat dalam Judul IV buku II. “ de Officiis ecclesiasticis” dan
tentang harta benda Gereja masuk dalam bagian V buku III dengan judul “de beneficiis aliisque institutis
ecclesiasticis non collegialibus” .
Pembaharuan
paroki pada masa ini juga tidak bisa dilepaskan oleh peran paus Pius XII yang
memberi perhatian besar kepada paroki daripada paus-paus sebelumnya. Langkah
yang amat penting adalah keputusanya terhadap persoalan imamat dan liturgi yang
amat berpengaruh bagi paroki, yakni bahwa paroki harus menjadi tempat yang
subur untuk sabda Tuhan, sama halnya dengan perayaan-perayaan sakramental bagi
misteri keselamatan. Selain itu pembaharuan paroki setelah Pius XII juga
dilakukan Paus Yohanes XXIII dalam Konsili Vatikan II. Pembaharuan ini tidak
hanya dalam bidang liturgi tapi juga dalam kerasulan dan kegiatan misi. Paroki
juga menampakkan kesatuan dan keguyuban umat yang kelihatan. Paroki juga bukan
hanya berciri soal teritorial saja tetapi juga berciri personal sebagaimana
disebut dalam Ecclesia Imago (sebuah pengarahan untuk
para uskup yang di keluarkan oleh Kongregasi Suci untuk Para Uskup tanggal 22
Februari 1973)
Yang
lebih baru lagi adalah pembaharuan yang dilakukan oleh paus Yohanes Paulus II
dalam pelayanan pastoral paroki. Pembaharuan
ini disampaikan pada tanggal 20 Oktober 1984 ketika memberi sambutan kepada
para peserta sidang paripurna kongres suci para imam. Tentang validitas paroki,
pertama-tama paroki dianggap sebagai ekspresi utama dan wajar dari pelayanan
rohani sejauh tidak ada penyalahgunaan lembaga keparokian. Paroki adalah suatu
organisasi yang penting di antara bentuk-bentuk struktural di dalam Gereja.
pada dasarnya paroki adalah komunitas Gereja yang pertama setelah keluarga.
Paroki adalah sekolah iman, doa dan hal-hal yang menyangkut kehidupan Kristen.
Paroki merupakan medan kasih Kristus, sarana pastoral dan aksi sosial yang
pertama, ladang yang paling tepat untuk menghasilkan panggilan imam dan hidup
membiara secara melimpah, tempat yang utama bagi katekese.
4. Penutup
Sejarah paroki dan perkembanganya sebagaimana
telah dipaparkan di atas merupakan gambaran yang belum sepenuhnya mengungkapkan
kehidupan paroki ideal. Dari awal munculnya paroki hingga kurang lebih pada
awal Konsili Vatikan II paroki hanya sebatas soal peran pastor. Pastor menjadi
pokok dan yang utama ketika membicarakan paroki pada masa-masa itu, kehidupan
umat beriman hanya sedikit sekali yang disinggung. Karena tulisan ini sifatnya
hanya merangkum secara singkat sejarah paroki dan perkembanganya kiranya cukup
memberi gambaran perihal pastoral parokial yang terjadi sebelum
pembaharuan-pembaharuan yang penting lainya setelah konsili Vatikan II. Semoga
dapat membantu memebri pemahaman akan konteks paroki pada masa itu dan masa
kini.
Bahan Bacaan
St.Gitowiratmo, Seputar Dewan Paroki, Yogyakarta:
Kanisius. 2003
Dominikus Gusti Bagus
Kusumawanta, Paroki Dalam Perspektif
Sejarah, Hukum, dan Pastoral, Yogyakarta: Yayasan Pustaka Nusatama. 2000
Norman P. Tanner, Konsili-konsili Gereja, Sebuah Sejarah
Singkat, Yogyakarta: Kanisius. 2003
Jelantik, Pastoral Paroki 2, Malang: STFT Widya
Sasana 2007 ( Diktat)
Pet Go, Paroki
Menurut Hukum Gereja, Malang : Dioma 1990
Comments
Post a Comment
Terima kasih atas komentar anda. Tuhan Memberkati!