ETIKA SOKRATES
ETIKA SOKRATES
Dalam
etikanya, Sokrates berusaha mencari yang baik, kebajikan (arete) dan
kebahagiaan (=eudaimonia) dengan menggunakan metode maieutisnya. Yang baik menurutnya
bukanlah kebaikan yang relatif, tapi yang mendasar (=agatho). Yang baik bukan
pula yang berguna, bukan yang menyenangkan nafsu dan bukan pula kekuasaan.
Tetapi orang-orang yang sungguh tahu (arete) bahwa ia adalah manusia. Orang
yang demikian ini akan bertindak terhadap sesamanya sebagai manusia sejauh ia
mampu. Dan untuk mencapai kebaikan ini dibutuhkan pengendalian diri
sendri(eukratia). Dengan demikian kebaikan dan kebahagiaan sesungguhnya
terletak pada kebajikan:”seseorang yang berpengetahuan yang mendalam adalah
bijaksana, yang bijaksana adalah baik”. Berpengetahuan yang dimaksud di sini
erat hubungannya dengan kebajikan.
Arete
yaitu tahu dan mampu pada bidangnya masing-masing. Artinya tahu seluk-beluk
bidang pekerjaannya, bisa mengerjakan dengan betulbetul mengerjakan. Jadi tidak
hanya tahu secara konseptual saja tetapi juga secara praktis-teoritis dalam
pelaksanaannya serta ada kemampuan untuk melakukannya. Dan kalau orang-orang
sungguh-sungguh memeiliki arete, ia tak akan membuat suatu kekeliruan/
kejahatan. Dan pada akhirnya nanti manusia yang bijak karena arete akan mencapai
kebahagiaan (eudaimonia).
Dengan
demikian, pada etika Sokrates ada nilai konkrit akan kebaikan yang bisa dicapai
oleh manusia. Dan kebaikan itu adalah suatu kebaikan yang bersifat
umum-universal. Karena itu, etika bukanlah suatu yang relatif karena semuanya
menuju pada agathon yang bersifat universal.
Kritik atas etika Sokrates.
Di
dalam etikanya kita tidak bisa menemukan suatu prinsip/ pandangan umum untuk
seluruh etika karena kurang sistematis. Yang kita ketahui hanyalah yang ditulis
oleh Plato, sehingga yang tidak ditulis, kita tidak tahu. Maka karena sifatnya
yang relais-konkrit-praktis, kita tidak bisa mereka-reka untuk masalah etis
yang lain (yang tidak ditulis Plato). Karenanya, etika Sokrates juga tidak
bersifat intelektualis (konseptualis-teoritis). Sedangkan etika
Aristoteles-Thomas Aquinas telah membuat penalaran yang lengkap untuk bisa
diterapkan pada semua kasus, tetapi kerap kurang praktis, konkrit dan
situasional, sehingga kadang sulit diterapkan.
SOKRATES DAN METODE BERFILSAFATNYA
Sokrates
sebanarnya belum merupakan filosof dalam artian membuat sistem karena dia
memang tak pernah menulis sesuatu. Dia mengajar dengan meniru para sophis
walaupun sebenarnya dia banyak menentang ajaran mereka.
Metode
filsafat Sokrates terkenal dengan metode maieutis atau disebut dengan
metode dialektis. Metode ini mencoba menemukan kebenaran dengan mencarinya dari
diri sendiri. Dengan pertanyaan-pertanyaan yang memburu ia mencari ciri-ciri
persamaan yang ada pada hal-hal yang berbeda. Dengan pertanyaan yang “memburu”,
Sokrates ingin mencari ciri pokok yang sama dari hal-hal yang berbeda. Ciri
pokok inilah yang pada akhirnya dipakai sebagai definisi akhir.
Dengan
demikian ia berusaha mencari ciri yang umum yang dapat mendasari suatu ungkapan
atau pengertian. Karena itu dalam berpikir, Sokrates berpikir dengan mengambil
ciri umum. Sehingga ditemukan kebenaran yang berlaku umum dan kalau berlaku
umum berarti kebenaran bukanlah suatu hal yang relatif.
(Sumber: dari
bahan-bahan kuliah filsafat, Armada Ryanto CM, dosen STFT Widya Sasana Malang).
Comments
Post a Comment
Terima kasih atas komentar anda. Tuhan Memberkati!