Credo ( Aku Percaya) Ulasan singkat dan dasar-dasarnya
Credo ( Aku Percaya)
Pokok-Pokok PEMBAHASAN
· Ibr 11:1 - Tanpa iman, tidak seorangpun dapat berkenan kepada
Allah.
· Mk 9:17-27 – Dengan iman segala sesuatu mungkin; kita perlu
memohon agar Tuhan menambahkan iman kita.
· Mat 16:17 – Iman adalah karunia pemberian Tuhan
· Yoh 3:16 – Iman kepada Yesus memimpin kepada kehidupan
kekal.
· Mrk 16:16 – Kita diselamatkan dalam iman dan baptisan.
· Yoh 3:36 – Iman mensyaratkan ketaatan.
· Yoh 6:40 – Tuhan memberikan kita keinginan untuk beriman.
· Ef 1:18 – Iman yang mencari pengertian.
· Ef 2:1-10 – Kita diselamatkan oleh iman, dan ini adalah
karunia Allah.
· Ef 6:16 – Iman adalah pelindung terhadap Setan.
· Kol 1:23 – Berpeganglah pada iman yang dikaruniakan
kepadamu.
· Yak 1:3-8 – Kita harus berteguh dalam iman.
· Luk 1:26-45 – Bunda Maria adalah teladan dalam beriman.
II. Iman menurut Katekismus Gereja Katolik
· KGK 143-167 – Tentang iman
· KGK 153, 179, 234 – Iman adalah karunia, rahmat Allah
· KGK 157, 161 – Iman adalah pasti dan perlu untuk keselamatan
· KGK 153, 156-159 – Iman mencari pengertian, iman dan akal budi
bersatu
· KGK 29, 162, 1003 – Iman dapat bertumbuh, dapat hilang dan didapat
kembali
III. Iman menurut Para Kudus
§
St. Tomas Rasul (abad ke-1): Saat melihat Yesus yang bangkit menunjukkan bekas luka- luka-Nya, Tomas
percaya dan berkata, “Ya Tuhanku dan Allahku!” (Yoh 20:28).
§
St. Ambrosius (abad ke-4): “Ketika seseorang percaya, murka Tuhan beranjak darinya, dan kehidupan
menghampirinya” (On Penitence, I, 51)
§
St. Tomas Aquinas (abad ke-13) “Pencipta iman adalah Dia yang menghasilkan persetujuan dari orang
yang percaya kepada kebenaran yang dinyatakan. Sekedar pendengaran bukanlah
penyebab yang cukup. Persetujuan disebabkan oleh kehendak, bukan hanya dengan
akal budi semata. Oleh karena itu, seorang pewarta atau pengkotbah tidak dapat menghasilkan
iman. Tuhan adalah penyebab dari iman, karena hanya Dia yang dapat mengubah
kehendak kita.” (Disputations concerning Truth, 27,3.)
Dalam credo/ syahadat,
kita memulai dengan perkataan “Aku Percaya” atau “Kami Percaya”.
Iman adalah syarat untuk mendapatkan keselamatan, karena tanpa iman, tidak
seorangpun dapat berkenan kepada Allah (Ibr 11:1). Kita dapat menjabarkan makna
“Aku percaya” dalam tiga hal (KGK, 35):
1. Manusia
mempunyai kapasitas untuk mengetahui dan mengasihi Allah. Hal ini dapat
kita lihat dari tingkah laku religius seperti kurban, doa, upacara, meditasi
dari semua budaya manusia, walaupun tidak sempurna. Inilah sebabnya manusia
disebut mahkluk religius[1]. Dapat dikatakan
bahwa manusia memiliki kemampuan untuk mengetahui dan mengasihi Pencipta-Nya,
dan ini menandakan bahwa manusia diciptakan menurut gambar Allah (Kej 1:27).
2. Tuhan
datang kepada kita untuk mewahyukan Diri-Nya. Karena pengetahuan manusia
tidak sempurna untuk mencapai Tuhan, maka terdorong oleh kasih-Nya, Allah
mewahyukan Diri-Nya kepada manusia, agar manusia dapat memperoleh pengetahuan
akan kebenaran.
3. Manusia
harus menanggapi wahyu Allah. Karena pengetahuan manusia akan Allah
tidaklah sempurna sedangkan wahyu Allah adalah sempurna, maka sudah seharusnya
manusia menanggapi wahyu yang diberikan oleh Allah.
Manusia merindukan kebahagiaan yang bersifat kekal,
yang tidak dapat diberikan oleh materi yang bersifat sementara.[2]
Hal ini diperkuat dengan kemampuan manusia yang terbuka terhadap kebenaran, di
mana manusia mengenali nilai-nilai moral di dalam hati nuraninya, seperti:
jangan melakukan apa yang tidak ingin orang lain perbuat kepadamu. Manusia juga
dapat menghargai keindahan dan kebaikan, yang menjadi benih untuk mengenal
Tuhan yang adalah indah dan baik secara absolut.[3]
Kalau manusia mau
mengamati dunia sekelilingnya, maka manusia dapat melihat bahwa tidak mungkin
dunia dan seluruh alam raya terjadi secara kebetulan, karena tertata secara
teratur. Keindahan dunia ini dapat menuntun manusia kepada Sang Pencipta.[4]
Walaupun manusia dengan akal budinya mempunyai
kemampuan untuk mengenal Pencipta-Nya,[5] namun tanpa Allah
menyatakan Diri-Nya, manusia tidak dapat memahami Pribadi Allah secara lengkap.
Allah telah memberikan inspirasi Roh Kudus kepada para
penulis Kitab Suci untuk menuliskan Sabda Allah (2Tim 3:16), sehingga manusia
dapat melihat rencana keselamatan Allah, yang dimulai dari Perjanjian Lama (PL)
sampai Perjanjian Baru (PB) dan manusia dapat memperoleh pengetahuan akan
kebenaran. Rencana keselamatan ini dimulai dari Adam dan Hawa (satu keluarga),
kemudian nabi Nuh (beberapa keluarga), Abraham (suku), Yakub (bangsa Israel),
Daud (kerajaan), dan Kristus yang mendirikan Gereja-Nya (seluruh dunia).
Tradisi Suci adalah Tradisi yang berasal dari para
rasul yang meneruskan apa yang mereka terima dari ajaran dan contoh Yesus dan
bimbingan dari Roh Kudus. Oleh Tradisi, Sabda Allah yang dipercayakan Yesus
kepada para rasul, disalurkan seutuhnya kepada para pengganti mereka, supaya
dalam pewartaannya, mereka memelihara, menjelaskan dan menyebarkannya dengan
setia.[6] Tradisi
Suci ini tidak dapat bertentangan dengan Kitab Suci, bahkan mendukung kejelasan
akan makna dari Kitab Suci yang sebenarnya.
Dari uraian di atas, kita mengetahui pentingnya peran Magisterium yang
“bertugas untukmenafsirkan secara otentik Sabda Allah yang tertulis atau
diturunkan itu yang kewibawaannya dilaksanakan dalam nama Yesus Kristus.”
((KGK, 85; DV, 10) Magisterium ini tidak berada di atas Sabda Allah, melainkan
melayaninya, supaya dapat diturunkan sesuai dengan yang seharusnya. Dengan
demikian, oleh kuasa Roh Kudus, Magisterium yang terdiri dari Bapa Paus dan
para uskup pembantunya [yang dalam kesatuan dengan Bapa Paus] menjaga dan
melindungi Sabda Allah itu dari interpretasi yang salah.
Allah telah mewahyukan Diri-Nya kepada manusia secara
bertahap, sejak Perjanjian Lama sampai Perjanjian Baru dan kemudian diwariskan
oleh Gereja dari satu generasi ke generasi berikutnya. Oleh karena wahyu Allah
dapat memenuhi kerinduan kita akan kebahagiaan, kebenaran, kebaikan, dan
keindahan, maka sudah seharusnya kita menanggapi pewahyuan ini.
Walaupun iman merupakan tanggapan manusia, namun sisi
lain dari iman adalah pemberian Allah, yang diberikan pada saat baptisan.
Bantuan Allah ini membantu kita untuk menjawab panggilan Allah untuk menjadi
anak-anak Allah dan mengambil bagian di dalam kehidupan Allah. Tuhan membantu
kita, agar kita mampu untuk untuk menjalankan iman kita dan setia sampai pada
akhirnya. Semua tawaran dan bantuan Allah diberikan secara cuma-cuma kepada
manusia, yang juga menuntut tanggapan secara bebas dari manusia.
Iman bukanlah masalah perasaan atau loncatan emosi
sesaat, namun iman adalah sesuatu yang pasti karena kebenarannya diberikan oleh
Allah sendiri, yang tidak mungkin berdusta. Iman juga tidak bertentangan dengan
akal budi, karena keduanya diciptakan oleh Tuhan. Jadi kepastian iman adalah
berdasarkan otoritas Allah sendiri.
Tahap pertama adalah mendengar, yang
berarti perlu ada yang memberitakan dan perlu ada yang menanggapi. Dikatakan
“Bagaimanakah aku dapat mengerti, kalau tidak ada yang membimbing aku?” (Kis
8:31) Setelah mendengar, diperlukan pertimbangan akal budi.
Akal budi tidak bertentangan dengan iman, karena keduanya berasal dari Tuhan.
Dan setelah mempertimbangkan tentang iman yang diberikan, seseorang dapat mempercayaikebenaran.
Setelah menerima kebenaran iman, seseorang harus mentaati kebenaran
yang diberitakan, baik dalam perkara yang mudah maupun dalam perkara yang
sulit.
Kedewasaan iman seseorang terlihat dari ketaatan
imannya, yang berarti menempatkan kebenaran iman di atas kepentingan pribadi.
Kalau Tuhan telah menyatakan kebenaran, maka selayaknya kita tidak
memilih-milih kebenaran yang kita percayai, melainkan kita mempercayainya
secara menyeluruh. Mentaati [Latin: ob-audire] bukanlah sekedar
mendengar, namun mendengarkan. Ketaatan iman berarti penyerahan yang total dari
akal budi dan keinginan kita kepada kebenaran yang diwahyukan oleh Allah, yang
kebenaran-Nya dijamin oleh Allah sendiri. Sikap ini membuat seseorang menjadi
saksi Allah, karena hidupnya dijalankan sesuai dengan perintah Allah.
a. Iman menyatukan jiwa kita dengan Tuhan.
Persatuan dengan Allah terjadi dalam baptisan,
sehingga baptisan disebut sakramen iman yang pertama, yang menuntun seseorang
pada keselamatan (lih. Mrk 16:16). Inilah sebabnya Rasul Paulus menegaskan
bahwa tanpa iman tidak ada seorangpun yang berkenan kepada Allah (lih. Ibr
11:6).
b. Iman memperkenalkan kita pada kehidupan kekal.
Kitab Suci mengajarkan, “Inilah hidup yang kekal itu,
yaitu bahwa mereka mengenal Engkau, satu-satunya Allah yang benar, dan mengenal
Yesus Kristus yang telah Engkau utus.” (Yoh 17:3)
c. Iman menuntun kehidupan kita.
Untuk dapat hidup baik, maka seseorang harus
mengetahui bagaimana untuk hidup dengan baik. Cara untuk hidup baik tidak dapat
dicari sendiri oleh setiap individu, karena untuk mencapainya diperlukan waktu
yang lama dan dapat salah. Dikatakan “Orang yang benar itu akan hidup oleh
percayanya (imannya).” (Hab 2:4)
d. Iman membantu kita untuk mengalahkan pencobaan.
Pencobaan dapat datang dari setan, dari dunia, maupun
dari kedagingan kita.
1. Setan dapat mencobai kita untuk melawan Allah. Pencobaan ini dapat dikalahkan oleh iman, karena iman mengatakan bahwa
Dia adalah Allah dari semua, yang harus ditaati. Dikatakan “Sadarlah dan
berjaga-jagalah! Lawanmu, si Iblis, berjalan keliling sama seperti singa yang
mengaum-aum dan mencari orang yang dapat ditelannya. Lawanlah dia dengan iman
yang teguh, sebab kamu tahu, bahwa semua saudaramu di seluruh dunia menanggung
penderitaan yang sama.” (1 Pet 5:8-9)
2. Dunia dapat menggoda kita dengan menawarkan
gemerlapnya kekayaan maupun ketakutan akan penderitaan. Iman dapat mengalahkan godaan tersebut, karena iman mengajarkan bahwa ada
kehidupan yang yang lebih baik di Sorga, sehingga kita dapat menyingkirkan
gemerlapnya dunia dan tidak takut dalam menghadapi percobaan dunia. Rasul
Yohanes menuliskan “Inilah kemenangan yang mengalahkan dunia: iman kita.”(1Yoh
5:4) Iman juga membantu kita untuk mengerti bahwa ada kejahatan yang lebih
ditakuti dari semua ancaman dunia ini, yaitu neraka. Kristus berkata, “Dan
janganlah kamu takut kepada mereka yang dapat membunuh tubuh, tetapi yang tidak
berkuasa membunuh jiwa; takutlah terutama kepada Dia yang berkuasa membinasakan
baik jiwa maupun tubuh di dalam neraka.” (Mat 10:28)
3. Kedagingan menggoda kita dengan kenikmatan dunia
ini. Karena iman mengatakan bahwa hamba nafsu dapat kehilangan keselamatan
kekal (lih. Gal 5:19-21), maka kita dapat menghindari godaan ini dengan iman.
Sabda Tuhan mengatakan, “dalam segala keadaan pergunakanlah perisai iman.” (Ef
6:16)
Karena iman adalah karunia Tuhan untuk membantu kita
menuju keselamatan, maka sudah seharusnya kita memelihara dan menjaga
iman kita dengan bijaksana setiap saat. Agar kita dapat hidup, bertumbuh
dan setia pada iman kita sampai akhir, maka kita perlu: (a) disegarkan dengan Firman
Allah dan doa; (b) minta kepada Tuhan untuk menambah iman
kita; (c) terus bertumbuh dalam perbuatan kasih yang
berdasarkan iman. Pertumbuhan dan kemantapan iman perlu didukung dengan
pengertian yang benar tentang iman, sehingga diperlukan sikap iman yang
mencari pengertian.
Ada kalanya, seseorang dapat kehilangan karunia yang
paling berharga yang diberikan oleh Tuhan, yaitu iman. Kehilangan iman adalah
sama saja dengan kehilangan hubungan kasih mesra dengan Allah, sehingga dapat
berakibat sangat fatal. Beberapa hal yang menyebabkan seseorang dapat
kehilangan iman adalah:
a. Ketidakperdulian. Ketidakperdulian
akan hal-hal yang bersifat rohani, akan tujuan akhir (yaitu Sorga) dapat
menyebabkan akibat fatal, karena akan membuat seseorang tidak melihat
pentingnya iman.
b. Terjebak oleh jeratan dunia ini. Orang yang terfokus pada apa yang terjadi di dunia ini dapat kehilangan
fokus akan kehidupan kekal.
c. Skandal dari umat dan Gereja. Seseorang dapat kehilangan iman karena batu sandungan yang diakibatkan
oleh umat beriman yang hidup tidak sesuai dengan apa yang diimaninya. Lebih
lanjut kekecewaan terhadap Gereja juga dapat menyebabkan seseorang kehilangan
iman. Orang ini gagal untuk melihat bahwa fokus dari iman bukanlah pada
orang-orangnya namun pada pengajaran dan kebenaran yang diberikan. Namun
demikian, adalah tantangan bagi seluruh umat beriman dan Gereja untuk dapat
memancarkan kebenaran dan kasih Kristus.
d. Kejahatan di dunia. Orang sering kehilangan iman karena melihat kejahatan di dunia ini,
sehingga seseorang bertanya-tanya, di manakah Tuhan. Orang dalam kategori ini
gagal melihat bahwa ada keadilan yang akan ditegakkan pada saat akhir zaman.
Kejahatan tidak membuktikan bahwa kebaikan tidak ada, karena kebaikan juga
dapat dilihat di dunia ini.
e. Tekanan budaya dan sosial terhadap iman. Seseorang yang hidup dalam tekanan sosial dan budaya yang memandang sinis
terhadap agama dapat menyeret seseorang yang kurang kuat imannya kepada arus
budaya yang bertentangan dengan nilai-nilai kristiani.
Dari pemaparan di atas, kita dapat melihat bahwa iman
adalah tindakan Allah yang memberikan karunia kepada umat-Nya dan sekaligus
tindakan manusia, yaitu tanggapan manusia akan Allah yang mewahyukan Diri-Nya.
Karena Allah tidak mungkin berdusta, maka wahyu Allah terjamin kebenarannya.
Oleh iman yang dinyatakan dengan Baptisan, kita
memperoleh keselamatan, karena melalui iman kita disatukan dengan Tuhan,
dituntun di dalam hidup kita untuk mengalahkan godaan, agar sampai kepada
kehidupan kekal.
1.
Apakah arti iman bagimu dan berikan beberapa contoh.
2.
Apakah dasar dari iman?
3.
Kapankah anda menyadari bahwa iman adalah pemberian?
4.
Apa yang perlu anda lakukan agar iman anda bertumbuh?
5.
Apakah yang dapat memperlemah iman?
6.
Bagaimana doa dapat membantu pertumbuhan iman?
CATATAN KAKI:
1. KGK, 28 [↩]
2. KGK, 33; GS, 18,1; GS, 14,2 [↩]
3. KGK, 41; bdk. Keb 13:5 [↩]
4. KGK, 32; bdk. Rm 1:19-20; bdk St. Agustinus dari Serm. 241,2 [↩]
5. KGK, 36 [↩]
6. KGK, 81; DV, 9 [↩]
Comments
Post a Comment
Terima kasih atas komentar anda. Tuhan Memberkati!