Filsafat perbandingan Barat & Timur ( Kebahagiaan)


Kebahagiaan
Dalam Thomas Aquinas dan Ki Ageng Suryomentaram


Mengejar Kebahagiaan
“All men by nature desire to know”[1], inilah kalimat pembuka yang dipakai Aristoteles dalam bukunya Metaphysics.  Kodrat manusia pada dasarnya adalah ingin tahu. Keingintahuan manusia mengandaikan bahwa manusia selalu mengarahkan dirinya pada satu pencarian atau tujuan tertentu. Tujuan inilah yang hendak dikejar dalam hidup manusia. Apa yang dikejar manusia pertama-tama haruslah mengarah pada kebaikan. Aristoteles dalam bukunya Nicomachean Ethics mempertanyakan perihal Hidup Yang Baik; bagaimana manusia mencapai hidup yang baik, atau yang sebaik mungkin?[2] Baik dalam konteks ini tidak dimaksudkan dalam bingkai moral sebagai hidup yang terpuji. Yang dimaksudkan dengan hidup yang baik dalam konteks Aristotelian adalah hidup yang bermutu, atau bermakna. Dalam konteks yang lebih sederhana bisa diartikan sebagai hidup yang terasa penuh dan menenteramkan.[3]
Dalam etika Yunani hidup tidak sekedar hanya hidup begitu saja. Hidup yang sesungguhnya adalah hidup yang kaya akan makna, hidup yang bermutu. Oleh karena itu seluruh etika Yunani bertanya bagaimana manusia dapat mencapai hidup yang baik dan bermutu itu. Aristotels berusaha menjawab persoalan ini dengan memulai mengajukan sebuah pertanyaan; apakah hidup yang baik bagi manusia itu? [4] Aristoteles menjawab bahwa hidup manusia akan semakin bermutu  ketika manusia berusaha mencapai apa yang menjadi tujuannya. Karena dengan mencapai tujuan hidupnya manusia mencapai dirinya sepenuh-penuhnya. Dengan demikian, hidupnya mencapai mutu sepenuh-penuhnya dan terbuka terhadapa apa saja yang sedang manusia alami. Dengan demikian apa tujuan hidup manusia? Menurut Aristoteles tujuan hidup manusia adalah apapun yang  bergerak dan apapun yang dilakukan manusia demi sesuatu yang baik dan nilai tertentu. Nilai ini menjadi tujuannya. Nilai yang harus dicari adalah nilai demi dirinya sendiri, bukan nilai untuk orang lain atau yang lain. Sesuatu yang bernilai pada dirinya sendiri ini disebut Aristoteles sebagai eudaimonia,[5] atau “Kebahagiaan”. Kebahagiaan inilah yang menjadi tujuan akhir manusia. Bagi Aristoteles inilah puncak dari pencarian dan tujuan terakhir manusia. Ketika manusia sudah menemukan tujuan akhirnya yaitu kebahagiaan, diandaikan manusaia tidak akan mencari sesuatu yang lain lagi. Kebahagiaan itulah yang memiliki nilai baik pada dirinya sendiri. Kebahagiaan bernilai bukan demi suatu nilai lebih lainya melainkan demi dirinya sendiri.
Apa yang sudah diuraikan di atas adalah panorama dari tema kebahagiaan yang dipikirkan oleh Aristoteles. Tema kebahagiaan Aristoteles inilah yang akan membingkai apa yang akan dipaparkan dalam bagian selanjutnya. Tulisan ini hendak mengurai sebuah tema yang sama yaitu tema mengenai “Kebahagiaan”. Tema kebagaiaan yang menjadi pokok dalam tulisan ini lahir dari dua pemikiran besar antara Barat dan Timur. Barat akan diwakili oleh sang pujangga Gereja, filsuf  dan teolog besar yang juga adalah “murid” dari Aristoteles yaitu Thomas Aquinas. Sedangkan pemikiran Timur akan diwakili oleh Ki Ageng Suryomentaram. Pujangga tanah Jawa yang lahir dari kraton Yogyakarta. Dua tokoh ini memiliki kontribusi masing-masing pada situasi dan jamanya. Sumbangan utama mereka salah satunya adalah tema mengenai kebahagiaan. Tema kebahagiaan ini menjadi sanggat menarik karena keduanya memiliki kapasitas yang berbeda-beda dalam menuangkan gagasan mengenai kebahagiaan.
Mengurai soal kebahagiaan memerlukan sebuah pisau yang sedikit agak rumit. Rumit karena setiap manusia dengan pengalamannyadan peristiwa keseharian mereka, dalam ruang dan waktu yang berbeda tentunya akan memengaruhi standar kebahagiaan masing-masing individu. Kebahagiaan pada umumnya tidak memiliki ukuran yang sama rata di dalam masyarakat sebagaimana layaknya hukum yang lahir dari konsensus masyarakat. Kebahagiaan memiliki ukuranya sendiri dan nilainya sendiri-sendiri. Oleh karena itu kebahagiaan tidak bisa dikejar secara berkelompok atau bersama-sama. Kebahagiaan hanya bisa dikejar melalui usaha personal dan dirasakan secara personal. Andaikata ada kebahagiaan yang dikejar secara bersama-sama tentunya bukan lagi kebahagiaan yang terjadi, melainkan kenikmatan.[6] Mengejar kebahagiaan adalah proses dimana manusia bersama dengan akal budinya mengaktualisasikan tindakan-tindakan yang mengarah pada nilai-nilai kebaikan.

Kebahagiaan, Bertatap muka dengan Tuhan
Thomas Aquinas dalam poin ini mulai menguraikan tema kebahagiaan dengan berangkat dari kerangka dasar Aristoteles tetapi berusaha memberi dimensi yang baru. Dalam Summa Theologica, Thomas Aquinas menguraikan secara khusus tentang kebahagiaan.[7] Masih sama dengan Aristoteles, Thomas berpendapat bahwa tujuan manusia adalah kebahagiaan, dan kebahagiaan tertinggi tercapai dalam theoria, dalam renungan para filsuf tentang Tuhan.[8] Bagi Thomas manusia mencapai kebahagiaan hanya dalam kontemplasi memandang yang ilahi,"Therefore God alone constitutes man's happiness.”[9] Allah sendirilah yang menjadi kebahagiaan setiap manusia. Satu-satunya pandangan yang mampu memberikan nilai paling tinggi dan abadi adalah Tuhan sendiri. Pada poin ini akhirnya kerangka kebahagiaan yang dirintis oleh Aristoteles sedikit mengalami pergeseran atau mungkin malah sama sakali berbeda. Jika Aristoteles menilai bahwa ketika manusia sudah menemukan kebahagiaan semuanya tercukupi dan tidak akan mencari apa yang lain menurut Thomas justru sebaliknya. Thomas melihat hal ini tidaklah cukup. Apa yang dikatakan oleh Aristoteles sangat terbatas. Menurutnya tidak mungkin manusia mencapai tujuan akhirnya dalam dunia ini. Apapun yang telah manusia peroleh, dan apapun yang diciptakan tidak cukup mewakili bahwa itu semua menjadi ukuran kebahagiaan. Penyebabnya adalah apa yang dihasilkan oleh akal budi manusia pada intinya memiliki potensi untuk terarah pada sesuatu yang tak terbatas yang melebihi apa yang ada di dunia. Kepuasan atas kehendak dalam akal budi manusia pada akhirnya harus sampai pada nilai yang tertinggi, dan nilai itu adalah Tuhan. Oleh karena itu dengan sendirinya tujuan terakhir manusia bukan semata-mata kebahagiaan tetapi Tuhan yang menjadi sumber kebahagiaan itu sendiri.

Comments

Popular posts from this blog

IBADAT TUGURAN KAMIS PUTIH DENGAN NYANYIAN TAIZE

BERBAGI TAK PERNAH RUGI

Sejarah Filsafat dan Pemikiran Plato