Renungan Hari Minggu Biasa XXII ( 28 Agustus 2011)
Suatu ketika
dalam satu pertemua Persekutuan Doa Karismatik Katolik ada satu ibu yang
kehilangan Kitab Suci yang bisa ia pakai ketika PD. Ketika PD berlangsung ibu
itu kelihatan gelisah dan tidak tenang. Entah apa yang waktu itu ia pikirkan
apakah Kitab Sucinya atau sesuatu yang ia selipkan di dalamnya. Selesai PD saya
menjumpai ibu itu dan bertanya mengapa dari tadi sepertinya gelisah. Ibu itu
bercerita bahwa ia kehilangan Kitab Suci kesayangannya. Selama PD berlangsung
ia mengingat-ingat kira-kira dimana ia meninggalkan Kitab Suci itu, apakah
tertinggal dipasar sewaktu ia membeli sayuran atau tertinggal di mobil
barangkali. Ternyata itulah sumber kegelisahan ibu itu sedari tadi. Lantas dengan
enteng saya berkomnetar “ diiklaskan saja barang kali kalau ditemukan orang
lain dapat berguna siapa tahu yang menemukan belum mengenal Yesus” ibu itu
menjawab ” Kitab Suci itu berharaga sekali sudah lama kemana-mana saya membawa
dan membaca firman dari buku itu” “ ya..barang siapa mempertahankan bukunya ia
akan kehilangan dan barang siapa merelakanya pasti akan mendapatkan”
Akhirnya
berlanjut cerita panjang ibu itu tentang kitab suci kesayanganya, dan akhirnya
dengan cukup lama akhirnya ibu itu mengiklaskan hilangnya barang kesayanganya. Dua
hari setelah kejadian itu sang ibu menelpon saya dan memberikan kabar bahwa
Kitab Sucinya ternyata sudah ketemu dan ternyata tertinggal di salah satu biara
yang kebetulan ia singahi. Dengan sukacita ia menceritakan pengalaman
kehilangan dan menemukan kembali. Seperti perasaan Bapa yang menemukan kembali
anaknya yang hilang.
Kita
semua pasti pernah mengalami kehilangan barang atau sesuatu yang kita anggap
berharga, dan tentunya kita menyesal atau bahkan bersedih. Tetapi setiap kali
kita menginginkan barang itu kembali terkadang justru tidak terjadi apa-apa. Malah
sebaliknya kebanyakan orang yang mengiklaskan barang atau sesuatu yang berharga
dalam dirinya ketika hilang justru malah
mendapatkan kembali atau bahkan mendapatkan yang baru. Mengapa bisa terjadi
demikian? Hari ini Yesus mengajarkan sesuatu yang luar biasa ketika kita
memilih untuk mengikuti Dia yaitu keberanian untuk kehilangan nyawa. "Setiap
orang yang mau mengikuti Aku, harus menyangkal diri, memikul salibnya dan
mengikuti Aku. Karena barangsiapa mau menyelamatkan nyawanya, ia akan
kehilangan nyawanya. Tetapi, barangsiapa kehilangan nyawanya karena Aku, ia
akan memperolehnya.” Menjadi pengikut Yesus pertama-tama harus berani
menyangkal diri, memikul salib dan kehilangan nyawa. Para martir yang telah
menumpahkan darah demi mempertahankan cintanya pada Yesus sudah memulai dan
memberi contoh bahwa menjadi pengikut Yesus itu tidak mudah.
Tetapi
keyakinan dan iman kita bahwa ketika kita merelakan nyawa atau kehilangan nyawa
kita akan mendapatkan kembali inilah yang menjadi nilai utama dalam proses
mengikuti Yesus. Ukuran pengikut Yesus yang sejati adalah ketika ia berani
kehilangan sesuatu yang paling berharga, yang dicintai dan dipertahankan dalam
hidupnya termasuk nyawa. Dengan demikian apa yang kita pikirkan, inginkan dan rindukan
pertama tama harus selaras dengan pikiran Tuhan sendiri. Apapun yang kita
kerjakan dan kita rancang dengan sebaik mungkin tetepi jika tidak selaras
dengan pikiran Tuhan sendiri tentunya tidak akan terwujud. Maka yang perlu kita
bangun mulai saat ini adalah bagaimana pikiran dan kehendak Tuhan sendiri
menguasai hidup kita. Menjadi pengikut Yesus adalah mengikuti apa yang Yesus
pikirkan bukan yang kita pikirkan. Beranikah kita memikirkan apa yang dipikrkan
Tuhan sendiri dengan melepaskan keinginan dan pikiran kita? Tuhan memberkati!
Malang
26 Agustus 2011
(dens)
Comments
Post a Comment
Terima kasih atas komentar anda. Tuhan Memberkati!