Dekrit Tentang Ekumenisme
PAULUS
USKUP
HAMBA
PARA HAMBA ALLAH
BERSAMA
BAPA-BAPA KONSILI SUCI
DEMI
KENANGAN ABADI
DEKRIT TENTANG EKUMENISME
PENDAHULUAN
1.
Mendukung PEMULIHAN KESATUAN
antara segenap umat kristen merupakan salah satu maksud utama Konsili Ekumenis
Vatikan II. Sebab yang didirikan oleh Kristus Tuhan ialah Gereja yang satu dan
tunggal. Sedangkan banyak persekutuan kristen membawakan diri sebagai pusaka
warisan Yesus Kristus yang sejati bagi umat manusia. Mereka semua mengaku
sebagai murid-murid Tuhan, tetapi berbeda-beda pandangan dan menempuh jalan
yang berlain-lainan pula, seolah-olah Kristus sendiri terbagi-bagi[[1][1]].
Jelaslah perpecahan itu terang-terangan berlawanan dengan kehendak Kristus, dan
menjadi batu sandungan bagi dunia, serta merugikan perutusan suci, yakni
mewartakan Injil kepada semua makhluk.
Adapun
Tuhan segala zaman, yang penuh kebijaksanaan serta kesabaran melaksanakan
rencana rahmat-Nya terhadap kita para pendosa, masa terakhir ini telah mulai
makin melimpah mencurahkan semangat pertobatan dan kerinduan akan persatuan ke
dalam hati umat kristen yang tercerai-berai. Dimana-mana banyak sekali orang
yang terdorong oleh rahmat itu, dan di antara saudara-saudari kita yang
terpisah pun berkat rahmat Roh Kudus telah timbul gerakan yang makin meluas
untuk memulihkan kesatuan segenap umat kristen. Dalam gerakan penyatuan yang
disebut “ekumenis” itu berperansertalah mereka, yang menyerukan Allah
Tritunggal dan mengakui Yesus sebagai Tuhan dan Penyelamat, itu pun bukan hanya
masing-masing secara perorangan, melainkan juga sebagai jemaat. Disitulah mereka
mendengarkan Injil. Jemaat-jemaat itulah yang oleh masing-masing di akui
sebagai Gereja mereka dan gereja Allah. Tetapi hampir semua, kendati melalui
aneka cara, mencita-citakan satu gereja Allah yang kelihatan, yang
sungguh-sungguh bersifat universal, dan diutus ke seluruh dunia, supaya dunia
bertobat kepada Injil, dan dengan demikian diselamatkan demi kemuliaan Allah.
Maka,
sambil mempertimbangkan itu semua dengan hati gembira, konsili suci ini, karena
sudah menguraikan ajaran tentang Gereja, terdorong oleh keinginan untuk
memulihkan kesatuan antara semua murid Kristus, bermaksud menyajikan kepada
segenap umat katolik bantuan-bantuan, upaya-upaya dan cara-cara, untuk menolong
mereka menanggapi panggilan serta rahmat ilahi itu.
BAB
SATU
PRINSIP-PRINSIP
KATOLIK UNTUK EKUMENISME
2. (Gereja yang satu dan tunggal)
Di
sini nyatalah cinta kasih Allah terhadap kita, bahwa Putera Tunggal Allah telah
diutus oleh Bapa ke dunia, untuk menjadi manusia, dengan karya penebusan-Nya
melahirkan kembali seluruh umat manusia, serta menyatukannya[[2][2]].
Sebelum mempersembahkan diri sebagai korban tak bernoda di altar salib, Ia
berdoa kepada bapa bagi umat beriman: “Semoga semua bersatu, seperti Engkau, ya
Bapa, dalam Aku, dan Aku dalam Dikau, supaya mereka pun bersatu dalam kita :
supaya percayalah dunia, bahwa Engkau telah mengutus aku” Yoh17:21. Dalam Gereja-Nya Ia mengadakan
Sakramen Ekaristi yang mengagumkan dan melambangkan serta memperbuahkan
kesatuan Gereja. Kepada para murid-Nya Ia telah memberi perintah baru untuk
saling mengasihi[[3][3]],
serta menjanjikan Roh Penghibur[[4][4]],
untuk menyertai mereka selamanya sebagai Tuhan sumber kehidupan.
Ketika Tuhan yesus telah ditinggikan
di salib dan di muliakan, Ia mencurahkan Roh yang di janjikan-Nya. Melalui Roh
itulah Ia memanggil dan menghimpun umat Perjanjian Baru, yakni Gereja, dalam
kesatuan iman, harapan dan cinta kasih, menurut ajaran Rasul: “Satu Tubuh dan
satu Roh, seperti kalian telah dipanggil dalam satu harapan panggilan kalian.
Satu Tuhan, satu iman, satu babtis” Ef4:4-5. Sebab “barang siapa telah dibabtis
dalam Kristus, telah menganakan Kristus …. Sebab kalian semua ialah satu dalam
Kristus Yesus” Gal3:27-28. Roh Kudus, yang tinggal dihati umat
beriman, dan memenuhi serta membimbing seluruh Gereja, menciptakan persekutuan
umat beriman yang mengagumkan itu, dan sedemikian erat menghimpun mereka
sekalian dalam Kristus, sehingga menjadi Prinsip kesatuan Gereja. Dialah yang
membagi-bagikan aneka rahmat dan pelayanan[[5][5]],
serta memperkaya Gereja Yesus Kristus dengan pelbagai anugerah, untuk
memperlengkapi para kudus bagi pekerjaan pelayanan, demi pembangunan Tubuh
Kristus” Ef4:12.
Untuk mendirikan Gereja-Nya yang
kudus itu di mana-mana hingga kepenuhan zaman, Kristus mempercayakan tugas
mengajar, membimbing dan menguduskan kepada Keduabelas Rasul[[6][6]].
Di antara mereka Ia memilih Petrus. Ia memutuskan untuk membangun Gereja-Nya di
atas petrus sesudah pengakuan imannya. Kepadanya dijanjikan-Nya kunci Kerajaan
Sorga[[7][7]].
Kepadanya pula, sesudah pernyataan cinta kasihnya, Kristus mempercayakan semua
domba-domba-Nya, supaya mereka diteguhkan dalam iman[[8][8]]
dan digembalakan dalam kesatuan yang sempurna[[9][9]],
sedangkan Kristus Yesus sendiri untuk selamanya menjadi batu penjuru[[10][10]]
dan Gembala jiwa-jiwa kita[[11][11]].
Melalui pewartaan Injil yang setia
oleh para Rasul serta pengganti-pengganti mereka, yakni para Uskup, diketuai
oleh pengganti Petrus, melalui pelayanan Sakramen-Sakramen , dan melalui
pembimbingan dalam cinta kasih, Yesus Kristus menghendaki umat-Nya berkembang
berkat karya Roh Kudus, serta menyempurnakan persekutuannya dalam kesatuan:
dalam pengakuan satu iman, dalam perayaan bersama ibadat ilahi, dan dalam
kerukunan persaudaraan keluarga Allah.
Demikianlah Gereja, kawanan tunggal
Allah, bagaikan panji-panji yang dinaikkan bagi bangsa-bangsa[[12][12]],
sambil melayani Injil kedamaian bagi segenap umat manusia[[13][13]],
berziarah dalam harapan menuju cita-cita tanah air di Sorga[[14][14]].
Itulah misteri kudus kesatuan
Gereja, dalam Kristus dan dengan perantaraan Kristus, disertai oleh Roh Kudus
yang mengerjakan kemacam-ragaman kurnia-kurnia. Pola dan Prinsip terluhur
misteri misteri itu ialah kesatuan Allah Tri Tunggal dalam tiga Pribadi Bapa,
Putera dan Roh Kudus.
3. (Hubungan antara saudara-saudari yang
terpisah dan Gereja Katolik)
Dalam
satu dan satu-satunya Gereja Allah itu sejak awalmula telah timbul berbagai perpecahan[[15][15]],
yang oleh Rasul dikecam dengan tajam sebagai hal yang layak di hukum[[16][16]].
Dalam abad-abad sesudahnya timbullah pertentangan-pertentangan yang lebih luas
lingkupnya, dan jemaat-jemaat yang cukup besar terpisahkan dari persekutuan
sepenuhnya dengan Gereja katolik, kadang-kadang bukan karena kesalahan kedua
belah pihak. Tetapi mereka, yang sekarang lahir dan di besarkan dalam iman akan
Kristus di jemaat-jemaat itu, tidak dapat dipersalahkan dan dianggap berdosa
karena memisahkan diri. Gereja katolik merangkul mereka dengan sikap bersaudara
penuh hormat dan cinta kasih. Sebab mereka itu, yang beriman akan Kristus dan
dibabtis secara sah, berada dalam suatu persekutuan dengan Gereja katolik, baik
perihal ajaran dan ada kalanya juga dalam tata-tertib, maupun mengenai
tata-susunan Gereja, persekutuan gerejawi yang sepenuhnya terhalang oleh cukup
banyak hambatan, diantaranya ada yang memang agak berat. Gerakan ekumenis
bertujuan mengatasi hambatan-hambatan itu. Sungguhpun begitu, karena mereka dalam
Baptis dibenarkan berdasarkan iman,
mereka disaturagakan dalam Kristus[[17][17]].
Oleh karena itu mereka memang dengan tepat menyandang nama kristen, dan tepat
pula oleh putera-puteri Gereja katolik diakui selaku saudara-saudari dalam
Tuhan[[18][18]].
Kecuali itu, dari unsur-unsur atau
nilai-nilai, yang keseluruhannya ikut berperanan dalam pembangunan serta
kehidupan Gereja sendiri, beberapa bahkan banyak sekali yang sangat berharga,
yang dapat ditemukan diluar kawasan Gereja katolik yang kelihatan: Sabda Allah
dalam Kitab suci, kehidupan rahmat, iman, harapan dan cinta kasih, begitu pula
kurnia-kurnia Roh kudus lainnya yang bersifat batiniah dan unsur-unsur
lahiriah. Itu semua bersumber pada Kristus dan mengantar kepada-Nya, dan memang
selayaknya termasuk gereja Kristus yang tunggal.
Tidak sedikit pula upacara-upacara
agama kristen, yang diselenggarakan oleh saudara-saudari yang tercerai dari
kita. Upacara-upacara itu dengan pelbagai cara dan menurut bermacam-ragam
situasi masing-masing Gereja dan jemaat sudah jelas memang dapat menyalurkan
hidup rahmat yang sesungguhnya, dan harus diakui dapat membuka pintu memasuki
persekutuan keselamatan.
Oleh karena itu Gereja-Gereja[[19][19]]dan
Jemaat-Jemaat yang terpisah, walaupun menurut pandangan kita diwarnai oleh kekurangan-kekurangan,
sama sekali bukannya tidak berarti atau bernilai dalam misteri keselamatan.
Sebab Roh Kristus tidak menolak untuk menggunakan mereka sebagai upaya-upaya
keselamatan, yang kekuatannya bersumber pada kepenuhan rahmat serta kebenaran sendiri,
yang dipercayakan kepada Gereja katolik.
Akan tetapi saudara-saudari yang
tercerai dari kita, baik secara perorangan maupun sebagai Jemaat dan Gereja,
tidak menikmati kesatuan, yang oleh Yesus Kristus hendak dikurniakan kepada
mereka semua, yang telah dilahirkan-Nya kembali dan dihidupkan-Nya untuk
menjadi satu tubuh, bagi kehidupan yang serba baru, menurut kesaksian Kitab
suci dan tradisi Gereja yang terhormat. Sebab hanya melalui Gereja Kristus yang
katoliklah, yakni upaya umum untuk keselamatan, dapat dicapai seluruh kepenuhan
upaya-upaya penyelamatan. Sebab kita percaya, bahwa hanya kepada Dewan Para
Rasul yang diketuai oleh Petruslah Tuhan telah mempercayakan segala harta
Perjanjian Baru, untuk membentuk satu Tubuh kristus di dunia. Dalam tubuh itu
harus disaturagakan sepenuhnya siapa saja, yang dengan suatu cara telah
termasuk umat Allah, Selama berziarah di dunia, umat itu, meskipun dalam para
anggotanya tetap tidak terluputkan dari dosa, berkembang dalam Kristus, dan
secara halus dibimbing oleh Allah, menurut rencana-Nya yang penuh rahasia,
sampai akhirnya penuh kegembiraan meraih seluruh kepenuhan kemuliaan kekal di
kota Yerusalem sorgawi.
4. (Ekumenisme)
Sekarang
ini, atas dorongan rahmat Roh Kudus, di cukup banyak daerah berlangsunglah
banyak usaha berupa doa, pewartaan dan kegiatan, untuk menuju ke arah kepenuhan
kesatuan yang dikehendaki oleh Yesus Kristus. Maka Konsili suci mengundang
segenap umat katolik, untuk mengenali tanda-tanda zaman, dan secara aktif
berperanserta dalam kegiatan ekumenis.
Yang dimaksudkan dengan “Gerakan
Ekumenis” ialah: kegiatan-kegiatan dan usaha-usaha, yang – menanggapi
bermacam-macam kebutuhan Gereja dan berbagai situasi – diadakan dan ditujukan
untuk mendukung kesatuan umat kristen; misalnya: pertama, semua daya-upaya
untuk menghindari kata-kata, penilaian-penilaian serta tindakan-tindakan, yang
ditinjau dari sudut keadilan dan kebenaran tidak cocok dengan situasi
saudara-saudari yang terpisah, dan karena itu mempersukar hubungan-hubungan dengan
mereka; kemudian, dalam pertemuan-pertemuan umat kristen dari berbagai Gereja
atau Jemaat, yang diselenggarakan dalam suasana religius, “dialog” antara para
pakar yang kaya informasi, yang memberi ruang kepada masing-masing peserta
untuk secara lebih mendalam menguraikan ajaran persekutuannya, dan dengan jelas
menyajikan corak-cirinya. Sebab melalui dialog itu semua peserta memperoleh
pengertian yang lebih cermat tentang ajaran dan perihidup kedua persekutuan,
serta penghargaan yang lebih sesuai dengan kenyataan. Begitu pula
persekutuan-persekutuan itu menggalang kerja sama yang lebih luas lingkupnya
dalam aneka usaha demi kesejahteraan umum menurut tuntutan setiap suara hati
kristen; dan bila mungkin mereka bertemu dalam doa sehati sejiwa. Akhirnya mereka
semua mengadakan pemeriksaan batin tentang kesetiaan mereka terhadap kehendak
Kristus mengenai Gereja, dan sebagaimana harusnya menjalankan dengan tekun
usaha pembaharuan dan perombakan.
Bila itu semua oleh umat katolik
dilaksanakan dengan bijaksana dan sabar dibawah pengawasan para gembala, akan
membantu terwujudnya nilai-nilai keadilan dan kebenaran, kerukunan dan kerja
sama, semangat persaudaraan dan persatuan. Semoga dengan demikian lambat-laun
teratasilah hambatan-hambatan, yang menghalang-halangi persekutuan gerejawi
yang sempurna, dan semua orang kristen dalam satu perayaan Ekaristi dihimpun
membentuk kesatuan Gereja yang satu dan tunggal. Kesatuan itulah yang sejak semula
dianugerahkan oleh kristus kepada Gereja-Nya. Kita percaya, bahwa kesatuan itu
tetap lestari terdapat dalam Gereja katolik, dan berharap, agar kesatuan itu
dari hari ke hari bertambah erat sampai kepenuhan zaman.
Jelaslah bahwa karya menyiapkan dan
mendamaikan para anggota perorangan, yang ingin memasuki persekutuan sepenuhnya dengan Gereja katolik, menurut
hakekatnya terbedakan dari usaha ekumenis. Tetapi juga tidak bertentangan;
sebab keduanya berasal dari penyelenggaraan Allah yang mengagumkan.
Dalam kegiatan Ekumenis hendaknya
umat katolik tanpa ragu-raga menunjukkan perhatian sepenuhnya terhadap
saudara-saudari yang terpisah, dengan mendoakan mereka, dengan bertukar
pandangan tentang hal-ihwal Gereja dengan mereka, dengan mengambil
langkah-langkah pendekatan pertama terhadap mereka. Akan tetapi umat katolik
sendiri pertama-tama wajib mempertimbangkan dengan jujur dan penuh perhatian
segala sesuatu, yang dalam keluarga katolik sendiri perlu diperbaharui dan
dilaksanakan, supaya perihidupnya memberi kesaksian yang lebih setia dan lebih
jelas tentang ajaran dan segala sesuatu yang ditetapkan oleh Kristus serta
diwariskan melalui para Rasul.
Sebab sungguhpun Gereja katolik
diperkaya dengan segala kebenaran yang diwahyukan oleh Allah dan dengan semua
upaya rahmat, para anggotanya tidak menghayatinya penuh semangat sebagaimana mestinya.
Oleh karena itulah wajah Gereja kurang terang bersinar bagi saudara-saudari
yang tercerai dari kita dan bagi seluruh dunia, dan pertumbuhan Kerajaan Allah
mengalami hambatan. Maka dari itu segenap umat katolik wajib menuju
kesempurnaan kristen[[20][20]],
dan menurut situasi masing-masing mengusahakan, supaya Gereja, seraya membawa
kerendahan hati dan kematian Yesus dalam tubuhnya[[21][21]],
dari hari ke hari makin dibersihkan dan diperbaharui, sampai Kristus
menempatkannya dihadapan Dirinya penuh kemuliaan, tanpa cacat atau kerut[[22][22]].
Semoga dengan memelihara kesatuan
dalam apa yang sungguh perlu semua anggota Gereja, sesuai dengan
tugas-kewajiban masing-masing, dalam aneka bentuk hidup rohani dan tertib
gerejawi , maupun dalam kemacam-ragaman tata-upacara Liturgi, bahkan juga dalam
mengembangkan refleksi teologis tentang kebenaran yang diwahyukan, tetap
memupuk kebebasan yang sewajarnya. Tetapi dalam segalanya hendaklah mereka
memelihara cinta kasih. Sebab dengan bertindak demikian mereka akan makin penuh
menampilkan ciri katolik dan sekaligus apostolik Gereja dalam arti yang
sesungguhnya.
Dilain pihak perlulah umat katolik
dengan gembira mengakui dan menghargai nilai-nilai sungguh kristen, yang
bersumber pada pusaka warisan bersama, dan terdapat pada saudara-saudari yang
tercerai dari kita. Sungguh layaklah dan mengantar kepada keselamtan, mengakui
kekayaan Kristus serta kuasa-Nya yang berkaya dalam kehidupan orang-orang lain,
yang memberi kesaksian akan Kristus, ada kalanya hingga menumpahkan darah.
Sebab Allah senantiasa mengagumkan dan layak dikagumi dalam karya-karya-Nya.
Jangan pula dilupakan, bahwa apa
saja yang dilaksanakan oleh rahmat Roh Kudus diantara saudara-saudari yang terpisah, dapat juga membantu kita
membangun diri. Apa pun yang sungguh bersifat kristen, tidak pernah berlawanan
dengan nilai-nilai iman yang sejati. Bahkan selalu dapat membantu untuk
mencapai secara lebih sempurna misteri Kristus dan Gereja sendiri.
Akan tetapi bagi Gereja perpecahan
umat kristen merupakan halangan untuk mewujudkan secara nyata kepenuhan ciri
katoliknya dalam diri putera-puterinya, yang berkat Bptis memang ditambahkan
padanya, tetapi masih tercerai dari kepenuhan persekutuan dengannya. Bahkan
bagi Gereja sendiri pun menjadi lebih sukar untuk dalam kenyataan hidupnya
mengungkapkan kepenuhan sifat katoliknya dalam segala seginya.
Inilah yang penuh kegembiraan
disaksikan oleh Konsili : bahwa peran serta umat katolik dalam gerakan ekumenis
makin intensif. Konsili menganjurkan kepada para Uskup dimanapun juga, supaya
gerakan itu mendukung mereka secara intensif, dan mereka bimbing dengan
bijaksana.
BAB
DUA
PELAKSANAAN
EKUMENISME
5. (Ekumenisme : tanggung jawab segenap
umat beriman)
Keprihatinan
untuk memulihkan kesatuan melibatkan segenap Gereja, baik umat Beriman, maupun
para Gembala dan siapa pun juga seturut kemampuannya, dalam hidup kristen
sehari-hari, pun dalam penelitian-penelitian
teologis dan historis. Secara tertentu usaha-usaha itu sudah menampakkan
hubungan yang sudah terjalin antara semua orang kristen, dan mengantar menuju
kesatuan yang penuh-purna, menurut kemurahan hati benevolentia Allah.
6. (Pembaharuan Gereja)
Semua
pembaharuan Gereja[[23][23]]
pada hakekatnya terletak pada berkembangnya kesetiaan terhadap panggilannya.
Maka jelaslah sudah, bahwa pembaharuan itulah sebabnya, mengapa gerakan
ekumenis menuju kesatuan. Selama ziarahnya Gereja dipanggil oleh Kristus untuk
terus-menerus merombak dirinya, seperti memang selamanya dibutuhkan olehnya
sebagai suatu lembaga manusiawi dan duniawi. Oleh karena itu bila, menilik
situasi zaman, baik di bidang moral, dalam tata-tertib gerejawi, maupun dalam
cara merumuskan ajaran, - dan itu harus dibedakan dengan cermat dari perbendaharaan
iman sendiri, - ada hal-hal yang telah dilestarikan secara kurang seksama,
hendaknya itu pada suatu saat yang baik dipulihkan secara tepat sebagaimana
harusnya.
Maka pembaharuan itu mendapat makna
ekumenis yang istimewa. Aneka bentuk kehidupan Gereja, yang sudah mengalami
pembaharuan – misalnya : gerakan Kitab suci dan Liturgi, pewrtaan sabda Allah
dan katekese, kerasulan awam, bentuk-bentuk baru hidup religius, spiritualitas
perkawinan, ajaran serta kegiatan gereja di bidang sosial, - dapat dipandang
sebagai jaminan dan pertanda, yang meramalakan, bahwa di masa mendatang
ekumenisme akan berkembang dengan baik.
7. (Pertobatan hati)
Tidak ada ekumenisme sejati tanpa
pertobatan batin. Sebab dari pembaharuan hati[[24][24]], dari ingkar diri dan dari kelimpahan cinta kasih
yang sungguh ikhlaslah kerinduan akan kesatuan timbul dan makin menjadi masak.
Maka hendaklah dari Roh ilahi kita mohon rahmat penyangkalan diri yang tulus,
kerendahan hati dan sikap lemah lembut dalam memberi pelayanan, begitu pula
kemurahan hati dalam persaudaraan terhadap sesama. “Kunasehatkan kepada
kalian”, demikianlah Rasul para bangsa berpesan, “aku yang dipenjarakan dalam
Tuhan, supaya menempuh cara hidup yang pantas meurut panggilan kalian. Hendaklah
selalu bersikap rendah hati dan lemah-lembut. Hendaklah kalian dengan sabar
saling membantu dalam cinta kasih., dan sungguh berusaha memelihara kesatuan
Roh dalam ikatan damai” Ef4:1-3. Dorongan itu terutama ditujukan kepada mereka, yang
telah ditahbiskan dengan maksud, agar tetap berlangsunglah perutusan Kristus,
“yang datang tidak untuk dilayani, melainkan untuk melayani” Mat20:28.
Pada
kesalahan-kesalahan melawan kesatuan dapat diterapkan pula kesaksian- S.
Yohanes: “Sekiranya kita berkata, bahwa kita tidak berdosa, kita menjadikan Dia
pendusta, dan sabda-Nya tidak tinggal dihati kita” (1Yoh 1:10). Maka dalam doa
penuh kerendahan hati kita memohon pengampunan dari Allah dan saudara-saudari
yang terpisah, seperti kita pun mengampuni mereka yang bersalah terhadap kita.
Hendaklah
segenap kaum beriman menyadari, bahwa mereka makin pesat memajukan persatuan
umat kristen, bahkan makin baik melaksanakannya, semakin mereka berusaha
menhayati hidup jernih menurut Injil. Sebab semakin erat mereka bersatu dalam
persekutuan dengan Bapa, Sang Sabda dan roh Kudus, semakin mampu jugalah mereka
untuk meningkatkan persaudaraan timbal-balik, dengan cara yang lebih mesra dan
lebih mudah.
8. (Doa bersama)
Pertobatan hati dan kesucian hidup
itu, disertai doa-doa permohonan perorangan maupun bersama untuk kesatuan umat
kristen, harus dipandang sebagai jiwa seluruh gerakan ekumenis, dan memang
tepat juga disebut ekumenisme rohani.
Sebab
bagi umat katolik merupakan kebiasaan baik sekali : sering berkumpul untuk
mendoakan kesatuan Gereja, seperti oleh Sang Penyelamat sendiri pada malam
menjelang wafat-Nya telah dimohon secara mendesak dari Bapa : “Supaya
bersatulah mereka semua” Yoh17:21.
Dalam
berbagai situasi yang istimewa, misalnya bila dipanjatkan doa permohonan “untuk
kesatuan”, begitu pula dalam pertemuan-pertemuan ekumenis, umat katolik
diperkenankan, bahkan dianjurkan, untuk bergabung dalam doa bersama dengan
saudara-saudari yang terpisah. Pastilah doa-doa bersama seperti itu merupakan
upaya yang sangat efektif untuk memperoleh rahmat kesatuan, serta merta menjadi
lambang otentik ikatan-ikatan, yang masih ada antara umat katolik dan
saudara-saudari terpisah : “Sebab dimana
pun ada dua atau tiga yang berkumpul dalam nama-Ku, di situ Aku berada di
tengah mereka” Mat18:20.
Akan
tetapi kebersamaan merayakan Sakramen-Sakramen (Comunicatio in sacris)
janganlah dianggap sebagai upaya yang boleh digunakan secara acak-acakan untuk
memulihkan kesatuan umat kristen. Kebersamaan dalam perayaan itu terutama
tergantung dari dua prinsip, yakni : mengungkapkan kesatuan gereja, dan
mengikutsertakan pihak lain dalam upaya-upaya rahmat. Ditinjau dari sudut
mengungkapkan kesatuan, kebanyakan kebersamaan itu dilarang. Rahmat yang dapat
diperoleh kadang-kadang menganjurkannya.
Hendaklah mengenai cara bertindak konkrit, sambil mengindahkan segala situasi
masa, tempat dan pribadi-pribadi, keputusan diambil dengan bijaksana oleh kewibawaan Uskup setempat, kecuali bila
ditetapkan lain oleh konferensi Uskup menurut Anggaran Dasarnya, atau oleh
Takhta suci.
9. (Saling mengenal sebagai saudara)
Semangat saudara-saudari yang
terpisah perlu dimengerti. Untuk itu perlu sekalilah studi, yang harus ditempuh
dengan menjunjung tinggi kebenaran dan dengan hati terbuka. Umat katolik
hendaknya disiapkan sebagaimana mestinya, dan perlu meningkatkan pengertiannya
tentang ajaran dan sejarah, hidup rohani dan peribadatan, psikologi agama dan
kebudayaan, yang khas menyangkut saudara-saudari yang terpisah. Untuk mencapai
semuanya itu pertemuan-pertemuan akan banyak membantu kedua pihak, terutama
untuk membahas soal-soalteologis. Disitu mereka berdialog sebagai peserta yang
sederajat. Suatu syarat ialah, bahwa mereka yang ikut serta dibawah pengawasan
para Uskup, memang sungguh kompeten. Dari dialog semacam itu akan nampak lebih
jelas pula, bagaimanakah sesungguhnya posisi Gereja katolik. Dengan demikian
akan diketahui lebih baik pula pemikiran saudara-saudari yang terpisah, dan
mereka akan mendapat penjelasan yang lebih baik tentang iman kita.
10. (Pembinaan
ekumenis)
Pendidikan teologi dan vak-vak
lainnya, terutama sejarah, harus diberikan juga dalam perspektif ekumenis,
supaya lebih cermat mengungkapkan kebenaran.
Sebab
bagi para calon gembaladan imam penting sekali mendalami teologi yang
dikembangkan dengan seksama secara demikian, bukan lagi secara polemis,
terutama dalam hal-hal yang menyangkut yang menyangkut hubungan-hubungan
saudara-saudari yang terpisah dengan Gereja katolik.
Sebab
dari pembinaan para imam tergantunglah terutama pendidikan dan pembinaan rohani
yang amat dibutuhkan oleh umat beriman dan para para religius.
Juga
para misionaris katolik yang berkarya di daerah-daerah yang sama seperti
orang-orang kristen lainnya sekarang ini terutama harus mengetahui
masalah-persoalan serta hasil-hasil, yang diperbuahkan oleh ekumenisme dalam
kerasulan mereka.
11. (Cara
mengungkapkan dan menguraikan ajaran iman)
Metode serta cara mengungkapkan iman
katolik jangan sampai menghambat dialog dengan saudara-saudari kita. Memang
seharusnyalah ajaran seutuhnya diuraikan dengan jelas. Tiada sesuatupun yang
begitu asing bagi ekumenisme seperti irenisme (sikap “suka damai”) palsu, yang
merugikan bagi kemurnian ajaran katolik, serta mengaburkan artinya yang otentik
dan pasti.
Iman
katolik hendaknya diuraikan secara lebih mendalam sekaligus lebih cermat,
dengan cara dan bahasa yang sungguh dapat difahami juga oleh saudara-sudari
yang terpisah.
Kecuali
itu dalam dialog ekumenis para teolog katolik harus stia sepenuhnya terhadap
ajaran Gereja, dan dalam usaha mereka bersama dengan saudara-saudari yang
terpisah untuk semakin menyelami misteri-misteri ilahi, harus melangkah maju
dengan cinta akan kebenaran, kasih-sayang dan kerendahan hati. Dalam
membandingkan ajaran-ajaran hendaknya mereka sadari adanya tata-urutan atau
“hirarki” kebenaran-kebenaran ajaran katolik, karena berbeda-bedalah
hubungannya dengan dasar iman kristen. Dengan demikian akan terbukalah jalan,
yang mendorong semua mitra dialog untuk berlomba-lomba secar persaudaraan,
menuju pengertian yang makin mendalam tentang kekayaan Kristus yang tidak
terduga dalamnya[[25][25]], serta penampilannya yang makin gemilang.
12. (Kerja sama
dengan saudara-saudari yang terpisah)
Hendaklah segenap umat kristen
dihadapan segala bangsa menyatakan iman mereka akan Allah Tritunggal, akan
Putera Allah yang menjelma, Penebus dan Tuhan kita. Hendaknya mereka melalui
usaha-usaha bersama yang ditandai sikap saling menghargai memberi kesaksian
tentang harapan kita, yang tidak akan sia-sia. Zaman sekarang ini sangat
meluaslah kerja sama di bidang sosial. Memanglah semua orang tanpa terkecuali
dipanggil utuk menggalang kerja sama itu, terutama mereka yang beriman akan
Allah, pertama-tama semua orang kristen karena ditandai oleh nama Kristus.
Kerja sama antara semua orang kristen secara
cemerlang mengungkapkan persatuan yang sudah ada antara mereka, dan
lebih jelas menampilkan wajah Kristus Sang Hamba. Kerja sama itu, yang sudah
dimulai dibanyak negara, hendaknya makin dipererat, terutama di daerah-daerah,
yang tengah mengalami perkembangan sosial dan teknologi, dalam usaha menghargai
sepantasnya martabat pribadi manusia, dalam memajukan perdamaian, dalam
menerapkan Injil pada situasi kemasyarakatan, dalam mengembangkan
ilmu-pengetahuan maupun kesenian dalam suasana kristen, dalam menggunakan
segala macam usaha untuk menanggulangi penderitaan-penderitaan zaman sekarang,
misalnya : kelaparan dan bencana-bencana, buta aksara dan kemelaratan,
kekurangan akan perumahan, dan pembagian harta benda yang tidak adil. Berkat
kerja sama itu semua orang yang beriman akan Kristus dengan mudah dapat
belajar, sebagaimana orang0orang dapat lebih saling mengenal dan saling
menghargai, dan bagaimana dibukalah jalan menuju kesatuan umat kristen.
BAB TIGA
GEREJA-GEREJA
DAN JEMAAT-JEMAAT GEREJAWI
YANG TERPISAH
DARI TAKHTA APOSTOLIK DI ROMA
13. Perhatian kita arahkan kepada dua golongan perpecahan utama, yang
menimpa jubah Kristus yang tidak berjahit, hanya satu tenunan saja.
Perpecahan pertama terjadi di Timur,
akibat perdebatan tentang perumusan-perumusan dogmatis Konsili Efesus dan
Khalkedon, dan kemudian akibat perpecahan persekutuan gerejawi antara
Patriarkat-Patriarkat Timur dan Takhta Roma.
Perpecahan lainnya, sesudah lebih
dari empat abad, timbul di Barat akibat peristiwa-peristiwa, yang secara
keseluruhan disebut “Reformasi”. Sejak itu banyak persekutuan, yang bersifat
nasional maupun konfesional (menyangkut ikrar iman), terceraikan dari Takhta di
Roma. Diantara persekutuan-persekutuan, yang tetap melestarikan sebagian
tradisi-tradisi maupun struktur-struktur katolik, yang mempunyai posisi
istimewa ialah Persekutuan aglikan.
Adapun pelbagai kelompok yang
terpisah itu banyak berbeda satu dengan lainnya, bukan hanya berdasarkan
asal-usul, tempat ataupun zamannya, melainkan pertama-tama karena hakekat
maupun bobot masalah-persoalan, yang menyangkut iman dan struktur gerejawi.
Oleh karena itu Konsili ini tidak
menganggap remeh situasi pelbagai golongan kristen yang serba aneka itu. Kendati adanya perpecahan itu, Konsili tidak
pula mengabaikan hubungan-hubungan antar golongan yang masih ada. Konsili
menetapkan untuk menyajikan pertimbangan-pertimbangan berikut, untuk dengan
bijaksana menjalankan kegiatan-kegiatan ekumenis.
I.
TINJAUAN KHUSUS
TENTANG
GEREJA-GEREJA TIMUR
14. (Semangat dan sejarah Gereja-Gereja Timur)
Sudah
berabad-abad lamanya Gereja-Gereja Timur dan Barat menempuh perjalanan
masing-masing, namun tetap berhubungan karena persekutuan persaudaraan dalam
iman dan kehidupan sakramental. Sementara itu berdasarkan persetujuan Takhta di
Roma ikut memainkan peranan, bila antara Gereja-Gereja itu timbul sengketa
tentang iman dan tata-tertib. Konsili suci – diantara hal-hal lain yang penting
sekali – berkenan mengingatkan kepada segenap umat beriman, bahwa di Timur
banyaklah Gereja-Gereja khusus atau setempat yang berkembang dengan subur.
Diantaranya yang terpenting ialah Gereja-Gereja patriarkal. Cukup banyak
diantaranya membanggakan para Rasul sendiri sebagai asal-usulnya. Maka dari itu
di kalangan Gereja-Gereja Timur telah dan masih tetap diutamakan usaha yang
istimewa untuk melestarikan hubungan –hubungan kekerabatan dalam persekutuan
iman dan cinta kasih, yang harus tetap terjalin antara Gereja-Gereja setempat,
bagaikan antra saudari.
Jangan pula dilupakan, bahwa
Gereja-Gereja Timur sejak awal mula mengemban harta-kekayaan, yang cukup banyak
unsur-unsurnya di bidang Liturgi, dalam tradisi rohani maupun perihal
tata-hukum tersalurkan ke dalam gereja Barat. Janganlah kurang dihargai pula,
bahwa dogma-dogma fundamental iman kristiani tentang Tritunggal dan Sabda Allah
yang menjelma dari Perawan Maria telah resmi ditetapkan dalam Konsili-Konsili
ekumenis yang diselenggarakan di Timur. Untuk mempertahankan iman itu
Gereja-Gereja Timur telah dan tetap masih masih menanggung banyak penderitaan.
Pusaka iman yang diwariskan oleh
para rasul telah diterima dalam aneka bentuk dan dengan berbagai cara. Kemudian
sejak awal mula Gereja warisan itu di pelbagai tempat telah diuraikan dengan
aneka cara sesuai pula dengan majemuknya keunggulan akal budi dan
kenyataan-kenyataan hidup. Itu semua, disamping faktor-faktor lahiriah, juga
karena kurangnya saling pengertian dan saling cinta kasih, telah membuka pintu
bagi perpecahan-perpecahan.
Oleh karena itu Konsili suci
mendorong siapa saja, tetapi terutama mereka, yang bermaksud memperjuangkan
pemulihan persekutuan sepenuhnya yang diinginkan antara Gereja-Gereja Timur dan
Gereja katolik, supaya mereka memberi perhatian yang sewajarnya kepada situasi
istimewa Gereja-Gereja Timur yang telah muncul dan berkembang, begitu pula pada
corak dan hubungan-hubungan, yang semula, sebelum perpecahan, ada antara
Gereja-Gereja itu dan Takhta di Roma, pun juga supaya mereka dengan seksama
membentuk penilaian mereka tentang itu semua. Bila semuanya itu dipatuhi dengan
cermat, akan sangat membantu untuk menjalin dialog yang dimaksudkan.
15. (Tradisi Liturgi dan hidup rohani dalam
Gereja-Gereja Timur)
Semua
orang mengetahui juga, betapa umat kristen Gereja-Gereja Timur sepenuh hati
melaksanakan Liturgi suci, terutama peryaan Ekaristi, sumber kehidupan Gereja
dan jaminan kemuliaan di masa yang akan datang. Perayaan itu bagi umat beriman
dalam persatuan dengan Uskup membuka jalan untuk menghadap Allah Bapa dengan
perantaraan Putera, Sabda yang menjelma, menderita sengsara dan dimuliakan,
dalam pencurahan Roh Kudus, dan memasuki persekutuan dengan Tritunggal
Mahakudus, “ikutserta menghayati kodrat ilahi” 2Ptr1:4. Maka melalui perayaan Ekaristi Tuhan
di masing-masing Gereja itu, Gereja Allah di bangun dan berkembang[[26][26]],
dan persekutuan Gereja-Gereja itu ditampakkan melalui konselebrasi.
Dalam ibadat Liturgi itu umat
Gereja-Gereja Timur dengan kidung-kidung yang amat indah mengagungkan Santa
Maria selalu Perawan, yang oleh Konsili ekumenis Efesus secara resmi
dimaklumkan sebagai Bunda Allah yang suci, supaya Kristus sungguh-sungguh dan dalam
arti yang sejati diakui sebagai Putera Allahdan Putera manusia menurut Kitab
suci. Umat Gereja-Gereja Timur juga menghormati dan memuji banyak orang kudus,
diantara mereka para Bapa Gereja semesta.
Sungguhpun terpisah, Gereja-Gereja Timur
mempunyai Sakramen-Sakramen yang sejati, terutama berdasarkan pergantian
apostolik, Imamat dan Ekaristi. Melalui Sakramen-Sakramen itu mereka
masih berhubungan erat sekali dengan kita. Maka dari itu suatu kebersamaan
dalam perayaan Sakramen-Sakramen, bila situasi memang menguntungkan dan dengan
persetujuan Pimpinan gerejawi, bukan hanya mungkin, melainkan juga dianjurkan.
Di
Timur terdapat kekayaan tradisi-tradisi rohani, yang terutama terungkap dalam
perihidup para rahib. Sebab disitu sejak zaman kekayaan para Bapa kudus
berkembanglah spiritualitas monastik, yang kemudian menjalar ke kawasan Gereja
barat. Spiritualitas itulah yang menjadi sumber bagi lembaga hidup religius
dalam Gereja Latin, dan kemudian memberinya daya-kekuatan baru. Maka dari itu
sangat dianjurkan, supaya umat katolik lebih sering menikmati kekayaan rohani
para Bapa Gereja Timur, yang mengangkat manusia seutuhnya untuk merenungkan
misteri ilahi.
Hendaknya
semua menyadari betapa sangat pentinglah mengenal, menghormati, melestarikan
dan mendukung pusaka-warisan Liturgi dan hidup rohani Gereja-Gereja Timur yang
kaya sekali, untuk dengan setia melindungi kepenuhan tradisi kristen, dan untuk
mewujudkan pendamaian umat kristen gereja-Gereja Timur dan Barat.
16. (Tata-tertib
khas Gereja-Gereja Timur)
Selain itu sudah sejak awal mula
Gereja-Gereja Timur mematuhi tata-tertib mereka sendiri, yang telah dikukuhkan
oleh para Bapa kudus dan Sinode-Sinode, juga yang bersifat ekumenis. Adanya
kemacam-ragaman adat-istiadat serta kebiasaan-kebiasaan, seperti sudah
dikemukakan, sama sekali tidak menghalang-halangi kesatuan Gereja, bahkan
menambah seri-semaraknya dan tidak sedikit membantu pelaksanaan perutusannya.
Maka untuk menghilangkan segala keragu-raguan, Konsili menyatakan, bahwa
Gereja-gereja timur – seraya tetap menyadari pentingnya kesatuan Gereja semesta
– dapat mengatur peri hidup mereka dengan leluasa seturut tata-tertib mereka
sendiri, karena lebih sesuai dengan sifat perangai umat mereka, dan lebih
memadai untuk memelihara kesejahteraan umat. Sempurnanya pelaksanaan asas
tradisional itu, yang tidak selalu tercapai, termasuk prasyarat yang sungguh
perlu dipenuhi untuk memulihkan kesatuan.
17. (Ciri khas
Gereja-gereja Timur berkenaan dengan soal-soal ajaran)
Apa yang telah di uraikan tentang keanekaragaman
yang sewajarnya, Konsili berkenan menyatakan juga tentang pelbagai perumusan
teologis ajaran-ajaran. Sebab, untuk mendalami kebenaran yang diwahyukan, di
Timur dan di Barat telah ditempuh
bermacam-macam metode dan upaya untuk mengenal misteri ilahi dan merumuskan
iman akannya. Maka tidak mengherankan, bahwa berbagai aspek misteri yang
diwahyukan ada kalanya lebih seksama ditangkap dan lebih jelas diungkapkan oleh
pihak tertentu dari pada oleh pihak lain, sehingga pelbagai perumusan teologis tidak
jarang lebih tepat dipandang saling melengkapi dari pada saling bertentangan.
Mengenai tradisi-tradisi teologis Gereja-gereja Timur yang otentik, harus
diakui bahwa tradisi-tradisi itu memang berakar secara mantap dalam Kitab suci,
diteguhkan dan diungkapakan oleh kehidupan liturgis, diperkaya oleh tradisi
apostolik yang hidup maupun karya tulis para bapa gereja Timur serta para
penulis hidup rohani. Tradisi-tradisi itu mengantar umat kepada pola hidup yang
baik, bahkan juga kepada kontemplasi kebenaran kristen sepenuhnya.
Konsili
melambungkan syukur kepada Allah, bahwa banyak putera-puteri Gereja katolik
dari ritus Timur, yang melestarikan pusaka-warisan itu dan ingin menghayatinya
secara lebih murni dan lebih utuh, sudah hidup dalam persekutuan penuh dengan
saudara-saudari yang termasuk tradisi barat. Konsili menyatakan, bahwa seluruh
pusaka-warisan di bidang hidup rohani dan liturgi, tata-tertib gerejawi dan
teologi, beserta bermacam-ragam tradisi-tradisinya, termasuk kepenuhan
katolisitas dan apostolitas Gereja.
18.
(penutup)
Menyadari semuanya itu sepenuhnya,
Konsili suci ini membaharui apa yang pernah dinyatakan oleh Konsili-Konsili di
masa lampau dan oleh para Paus, yakni : untuk memulihkan dan melestarikan
persekutuan serta kesatuan perlulah tidak menaruh beban lebih berat dari yang
memang sungguh diperlukan”Kis15:28. Konsili meminta dengan sangat pula, supaya
selanjutnya semua usaha ditujukan untuk setapak demi setapak mencapai kesatuan
itu, di pelbagai unsur kelembagaan serta bentuk-bentuk kehidupan Gereja,
terutama dalam doa dan dialog persaudaraan tentang ajaran-ajaran maupun
kebutuhan-kebutuhan yang lebih mendesak akan reksa pastoral pada zaman
sekarang. Begitu pula Konsili menganjurkan kepada para Gembala serta umat
Gereja katolik untuk menjalin hubungan-hubungan dengan mereka, yang tidak hidup
di Timur lagi, melainkan merantau jauh dari tanah air. Maksudnya supaya makin
meningkatlah kerja sama persaudaraan dengan mereka itu dalam semangat cinta
kasih, dengan menyisihkan segala segala keinginan untuk bersaing. Kalau usaha
itu digiatkan sepenuh hati, Konsili suci menharapkan, supaya robohlah dinding
pemisah antara Gereja Barat dan Gereja Timur, pada akhirnya terwujudlah kediaman
satu-satunya, dibangun atas Batu Penjuru, yakni Kristus Yesus, yang akan
menyatukan kedua pihak[[27][27]].
II. GEREJA-GEREJA DAN JEMAAT-JEMAAT
GEREJAWI YANG
TEPISAH DI DUNIA BARAT
19. (Situasi khusus
Gereja-Gereja dan Jemaat-Jemaat)
Gereja-Gereja dan Jemaat-jemaat
gerejawi, yang pada masa krisis parah sekali, - krisis itu di Barat sudah mulai
menjelang akhir Abad pertengahan, - atau sesudah itu, telah terpisahkan dari
Takhta Apostolik di Roma, masih tetap mempunyai ikatan dengan Gereja katolik
karena kekerabatan yang istimewa serta hubungan-hubungan berkat kehidupan umat
kristen dalam satu persekutuan gerejawi selama abad-abad sebelumnya.
Akan
tetapi Gereja-Gereja serta Jemaat-Jemaat gerejawi itukarena beragamnya
asal-usul, ajaran dan hidup rohani tidak sedikit pula berbeda bukan hanya dari
kita, melainkan juga antara mereka sendiri. Maka sukar sekali memberi gambaran
semestinya tentang mereka. Dan itu memang tidak kami maksudkan di sini.
Sungguhpun
gerakan ekumenis dan kerinduan untuk berdamai dengan Gereja katolik belum
dimana-mana merupakan arus yang kuat, kami berharap, supaya dalam hati segenap
umat kristen semangat ekumenis dan sikap saling menghargai lambat-laun makin
berkembang.
Akan
tetapi harus diakui, bahwa antara Gereja-Gereja serta Jemaat-Jemaat itu dan
Gereja katolik masih terdapat perbedaan-perbedaan cukup penting, bukan hanya
yang bersifat historis, sosiologis, psikologis dan budaya, melainkan terutama
menyangkut cara menafsirkan kebenaran yang diwahyukan. Supaya kendati
perbedaan-perbedaan itu dialog ekumenis dapat lebih mudah diadakan, dalam
artikel-artikel berikut kami bermaksud mengutarakan apa yang dapat dan harus
merupakan dasar maupun dorongan bagi dialog itu.
20. (Iman akan
Kristus)
Yang kami maksudkan pertama-tama
ialah umat kristen, yang secara terbuka mengikrarkan iman akan Yesus Kristus
sebagai Allah dan Tuhan serta Pengantara tunggal antara Allah dan manusia, demi
kemuliaan Allah yang Esa, Bapa, Putera dan Roh Kudus. Memang kami menyadari
adanya perbedaan-perbedaan yang cukup berarti dengan ajaran Gereja katolik juga
tentang Kristus Sabda Allah yang menjelma serta karya penebusan-Nya, kemudian
tentang misteri serta pelayanan Gereja, begitu pula tentang peranan Mariadalam
karya penyelamatan. Tetapi kami bergembira menyaksikan saudara-saudari yang
terpisah mengarahkan pandangan kepada Kristus selaku sumber dan pusat
persekutuan gerejawi. Tersentuh oleh kerinduan akan persatuan dengan Kristus,
mereka terdorong untuk semakin mengusahakan kesatuan, pun juga untuk memberi
kesaksian iman mereka ditengah bangsa-bangsa dimanapun juga.
21. (Pendalaman
Kitab Suci)
Cinta serta sikap hormat –
hampir-hampir ibadat bakti – terhadap Kitab suci menggerakkan saudara-saudari
kita untuk terus menerus dan dengan tekun mendalami Kitab suci : sebab Injil
“merupakan kekuatan Allah yang menyelamatkan siapapun yang beriman, pertama
orang yahudi, kemudian orang Yunani” Rom1:16.
Sambil
menyerukan Roh Kudus, mereka mencari dalam Kitab suci Allah sendiri, yang
bagaikan menyapa mereka dalam Kristus, yang dinubuatkan oleh para Nabi, Sabda
Allah yang menjelma untuk kita. Dalam kitab suci mereka renungkan hidup Kristus
serta apa saja yang diajarkan dan diperbuat oleh Sang Guru ilahi demi
keselamatan manusia, terutama misteri wafat serta kebangkitan-Nya.
Tetapi,
sedangkan umat kristen yang tercerai dari kita mengakui kewibawaan ilahi Kitab
suci, mereka – dengan cara yang berbeda-beda antara mereka sendiri –
berpandangan lain dengan kita mengenai hubungan antara Kitab suci dan Gereja.
Sebab menurut iman katolik Wewenang Mengajar yang otentik berada dalam posisi
yang istimewa dalam menguraikan dan mewrtakan Sabda Allah yang termaktub.
Akan
tetapi dalam dialog sendiri sabda Allah merupakan upaya yang luar biasa dalam
tangan Allah yang penuh kuasa untuk mencapai kesatuan, yang oleh Sang
Penyelamat ditawarkan kepada semua orang.
22. (Hidup
sakramental)
Berkat Sakramen babtis, bilaman pun
itu diterimakan dengan semestinya menurut ketetapan tuhan, dan diterima dengan
disposisi batin yang selayaknya, manusia sungguh disaturagakan dalam Kristus
yang disalibkan dan dimuliakan, serta dilahirkan kembali untuk ikut serta
menghayati hidup ilahi, menurut sabda rasul: “kalian telah dikuburkan bersama
Dia dalam baptis; dalam Dia pula kalian telah bangkit berkat iman akan karya
Allah, yang telah membangkitkan-Nya dari kematian” Kol2:12[[28][28]].
Maka
Baptis merupakan ikatan sakramental kesatuan antara semua orang yang dilahirkan
kembali karenanya. Akan tetapi Baptis sendiri baru merupakan awal-mula dan
titik-tolak, sebab seluruhnya tertujukan untuk memperoleh kepenuhan hidup dalam
Kristus. Oleh karena itu Baptis terarahkan kepada pengikraran iman yang
seutuhnya, kepada integrasi sepenuhnya ke dalam tata-keselamatan seperti
dimaksudkan oleh Kristus sendiri, akhirnya kepada integrasi seutuhnya ke dalam
persekutuan Ekaristi.
Jemaat-jemaat
gerejawi yang terpisah dari kita tidak bersatu sepenuhnya dengan kita
berdasarkan Baptis; dan kita percaya bahwa mereka, terutama karena tidak
memiliki Sakramen Tahbisan, sudah kehilangan hakekat misteri Ekaristi yang
otentik dan sepenuhnya. Kendati begitu, bila dalam Perjamuan Kudus mereka
mengenangkan wafat dan kebangkitan Tuhan, mereka mengimani, bahwa kehidupan
terdapat dalam persekutuan dengan Kristus, dan mereka mendabakan kedatangan-Nya
kembali dalam kemuliaan. Oleh karena itu ajaran tentang Perjamuan Tuhan,
Sakramen-Sakramen lainnya, ibadat serta pelayanan-pelayanan Gereja harus
merupakan bahan dialog.
23. (Kehidupan
dalam Kristus)
Hidup
kristen saudara-saudari itu tumbuh berkat iman akan Kristus, dan berkembang
karena rahmat baptis dan dengan mendengarkan Sabda Allah. Hidup itu nampak
dalam doa pribadi, dalam renungan tentang Kitab suci, dalam kehidupan keluarga
kristen, dalam ibadat jemaat yang berhimpun untuk memuji Allah. Selain itu
ibadat mereka acap kali menampilkan dengan jelas unsur-unsur liturgi kuno yang
bersifat umum bagi umat umat kristen.
Iman akan
Kristus berbuah dalam pujian dan ucapan syukur atas kurnia-kurnia yang diterima
dari Allah. Kecuali itu terdapat rasa keadilan yang peka dan cinta ksih yang
tulus terhadap sesama. Iman yang mewujud dalam tindakan-tindakan nyataitu
memperbuahkan cukup banyak lembaga juga untuk meringankan penderitaan rohani
maupun jasmani, untuk mengembangkan pendidikan kaum muda, untuk menjadikan
kondisi-kondisi sosial kehidupan lebih manusiawi, untuk menciptakan perdamaian
di mana pun juga.
Meskipun
banyak juga diantara umat kristen, yang dibidang moral tidak selalu memberikan
tafsiran yang sama tentang Injil seperti umat katolik, dan tidak menyetujui
cara-cara yang sama untuk memecahkan persoalan-persoalan masyarakat zaman
sekarang yang cukup sulit, tetapi seperti kita mereka pun hendak berpegang
teguh pada sabda Kristus sebagai sumber keutamaan kristen, serta mematuhi
perintah Rasul: “Apa pun yang kalian lakukan dengan kata-kata maupun perbuatan,
itu semua hendaknya dilakukan demi nama Tuhan Yesus Kristus, seraya bersyukur
kepada Allah Bapa dengan perantaraan-Nya” Kol3:17. Maka dialog ekumenis dapat diawali dengan penerapan
Injil di bidang moral.
24. (Penutup)
Demikianlah,
sesudah dengan singkat menjelaskan syarat-syarat untuk melaksanakan kegiatan
ekumenis, begitu pula prinsip-prinsip untuk mengaturnya, kami penuh percaya
mengarahkan pendangan ke masa depan. Konsili suci ini mengajak umat beriman,
untuk menjauhkan diri dari setiap sikap acak-acakan atau dari semangat yang
tidak bijaksana, yang justru dapat merugikan kemajuan kesatuan yang
sesungguhnya. Kegiatan ekumenis mereka tidak dapat lain kecuali bersifat
katolik sepenuhnya dan setulus-tulusnya, artinya: setia terhadap kebenaran,
yang telah kita waris dari para Rasul dan para Bapa Gereja; begitu pula sesuai
dengan iman, yang senantiasa di ikrarkan oleh Gereja katolik, sekaligus pula
menuju kepenuhan, yang seturut kehendak Tuhan harus semakin terwujudkan pada
Tubuh-Nya di sepanjang masa.
Konsili suci ini sungguh
menginginkan, supaya usaha-usaha putera-puteri Gereja katolik makin mengalami
kemajuan terpadu dengan usaha-usaha saudara-saudai yang terpisah, dan supaya
jangan sampai ada hambatan terhadap jalan Penyelenggaraan ilahi, jangan pula
ada prasangka-prasangka terhadap dorongan-dorongan Roh Kudus di masa mendatang.
Kecuali itu Konsili menyatakan keyakinannya, banyak maksud yang suci untuk
mendamaikan segenap umat kristen menjadi satu dalam Gereja Kristus yang satu
dan tunggal melampaui daya-kekuatan serta bakat-kemampuan manusiawi. Oleh
karena itu konsili menaruh harapan sepenuhnya pada doa Kristus bagi Gereja,
pada cinta kasih Bapa terhadap kita, dan pada kekuatan Roh Kudus. “Harapan
tidak mengecewakan: sebab cinta kasih Allah telah dicurahkan ke dalam hati kita
berkat Roh Kudus, yang dianugerahkan kepada kita” Rom5:5.
Semua
dan masing-masing pokok, yang telah diuraikan dalam Dekrit ini, berkenan kepada
para Bapa Konsili suci. Dan kami, atas kuasa Rasul yang oleh Kristus diserahkan
kepada kami, dalam Roh Kudus menyetujui, memutuskan dan menetapkan itu semua
bersama dengan para Bapa yang terhormat, lagipula memerintahkan, agar segala sesuatu
yang dengan demikian telah ditetapkan dalam Konsili, dimaklumkan secara resmi
demi kemuliaan Allah.
Roma,
di gereja Santo Petrus, tanggal 21 bulan November tahun 1964.
Saya PAULUS
Uskup Gereja katolik
(Menyusul
tanda tangan para Bapa Konsil
Comments
Post a Comment
Terima kasih atas komentar anda. Tuhan Memberkati!