Renungan Malam Paskah (23 April 2011)


 MALAM PASKAH
“GOD MUST BE CRAZY”


Andapastisudahpernahmenonton film “GODS MUST BE CRAZY” seri 1.Ini adalah sebuah filem komedi.
Inti cerita filem tersebut adalah pengalaman buruk sebuah suku primitif di Kalahari – Afrika setelah mereka menemukan botol Coca-cola yang dijatuhkan seseorang dari pesawat terbang.Para anggota suku ini percaya bahwa botol ini diberikan oleh para dewa dari langit.
Suku ini sangat unik (baca: aneh) untuk ukuran kita di Indonesia.Anggota-anggotanya hidup rukun dan harmonis. Mereka melakukan segala sesuatu untuk kepentingan bersama. Tidak ada milik pribadi tetapi milik bersama. Tidak ada kejahatan, sehingga mereka tidak punya kosakata “bersalah”. Namun, keharmonisan ini dirusak oleh adanya botol Coca-cola tersebut. Karena multi-guna, setiap orang ingin memiliki botol tsb untuk dirinya sendiri. Konflik mulai muncul tatkala kepentingan pribadi mulai timbul. Perkelahian pun terjadi di sana-sini gara-gara berebut botol ini. Karena kehidupan menjadi kacau balau, akhirnya mereka memutuskan untuk mengembalikan botol itu kepada para dewa. Mereka berpikir bahwa para dewa sudah gila, sebab mereka merusak kedamaian dan keharmonisan.
Misteri yang kita rayakan hari ini juga merupakan tindakan gila dari Allah. Hanya saja, situasinya adalah kebalikan total dari filem di atas. Allah bermaksud membawa kedamaian dan keharmonisan bagi manusia yang sedang hidup dalam perpecahan akibat egoisme yang tumbuh dari dosa. Egoisme telah memecah-belah manusia dalam kelompok, golongan, suku, ras, dan agama. Egoisme telah membuat manusia bertindak korup atau merusak. Para pejabar negara tidak bertindak sebagai pelayan rakyat, melainkan sebagai penguasa yang gila hormat. Para pemilik modal tidak mengembangkan kesejahteraan umum, tetapi hanya menggunakan modal sebagai milik yang harus ditimbun. Sementara itu, masyarakat warga menganggap sesama warga yang meiliki latar belakang berbeda sebagai musuh yang berbahaya. Dalam kehidupan rohani, Tuhan tidak lagi diimani sebagai sang maha kuasa. Yang berkuasa dalam hati manusia adalah uang dan kepentingan diri yang sempit, termasuk di dalamnya kepentingan sempit atas nama agama. Bahkan, untuk kepentingan kelompok agama sendiri, manusia dengan lancangnya mengatasnamakannya sebagai kepentingan Allah. Allah tidak pernah berkepentingan memecah-belah manusia melainkan menyatukannya. Apa yang merusak tidak pernah datang dari Allah. Dengan demikian, setiap tindakan merusak dalam berbagai macam bentuknya adalah tindak kejahatan yang melawan kasih Allah yang menyatukan, memberi kedamaian dan menghadirkan keharmonisan.
Misteri Paskah adalah misteri tindakan Allah yang memulihkan: budaya kematian menjadi budaya kehidupan, keputusasaan menjadi harapan, penindasan menjadi pembebasan. Jadi, situasi yang diperbaiki Allah dalam penderitaan, wafat dan kebangkitan Yesus ialah situasi yang rusak dan kacau balau, situasi yang membuat manusia terbelenggu dan diperbudak oleh kerakusan dan ketidakadilan manusia.
Pertama, kerakusan. Nafsu kerakusan membuat manusia tidak bisa merasa cukup. Meskipun butuh hanya satu, orang yang rakus akan mengambil seribu. Untuk apa yang lain? Ditumpuk dan ditimbun untuk kepentingan diri. Orang yang rakus tidak mungkin berbagi. Seandainya mereka berbagi, itu pun ada dua kemungkinan yang terjadi: (1) berbagi untuk memperoleh keuntungan lain yang lebih besar, (2) yang dibagi hanya sebagian, yang lain dikorupsi. Karena nafsu rakus, orang tidak lagi peduli apakah orang lain sekarat, setengah mati atau hampir mati. Jika perlu, dana bantuan untuk orang yang hampir mati pun dikorupsi. Orang yang rakus selalu mau enaknya sendiri. Ukurannya enaknya sendiri. Supaya tidak kerasukan nafsu rakus, Injil menasehatkan bahwa kita harus mau berbagi dan melepas kepentingan diri. “Barangsiapa mempunyai dua helai baju, hendaklah ia membaginya dengan yang tidak punya, dan barangsiapa mempunyai makanan, hendaklah ia berbuat juga demikian." Para pemungut cukai: ”Jangan menagih lebih banyak dari pada yang telah ditentukan bagimu." Para prajurit: "Jangan merampas dan jangan memeras dan cukupkanlah dirimu dengan gajimu." (Luk 3:11-14) Dalam peristiwa Paskah, peristiwa yang menjadi puncak iman kita, Yesus menunjukkan sikap berbagi bahkan mengorbankan diri sampai mati di salib. Misteri Paskah kebangkitan Yesus, peristiwa kemenangan atas kehancuran dosa, adalah buah dari keberanian Yesus untuk menerima penderitaan dan kematian. Yesus mengorbankan hidupnya supaya manusia menikmati hidup yang sesungguhnya, yaitu hidup yang penuh kedamaian, keharmonisan, kerukunan dan kasih persaudaraan. Jalan untuk mewujudkan hidup sejati hanya melalui keberanian untuk berkorban atas kepentingan diri, bukan mengorbankan orang lain untuk kepentingan diri sendiri. Kerakusan tidak pernah memberi hidup damai. Jalan Yesus adalah jalan berbagi.
Kedua, ketidakadilan. Perilaku tidak adil terwujud dalam berbagai tindak kecurangan. Kita bisa melihat berbagai bentuk kecurangan dalam berbagai peristiwa di sekitar kita: mencontek di kalangan pelajar, pungutan liar di jalanan, pelanggaran berlalu-lintas, korupsi dalam berbagai proyek, mark-up dalam proses transaksi, dsb. Kitab nabi Mikha (6-7) menyebutkan berbagai tindak ketidakadilan: takaran kurang, neraca palsu, batu timbangan tipuan, merampas tanah, merebut rumah, pejabat yang memaksakan kehendaknya, hakim yang dapat disuap, pembesar yang memberi putusan sekehendaknya. Ada sesuatu yang dirampas dalam ketidakadilan, yaitu hak dan martabat manusia. Tatkala hak dirampas, martabat direndahkan. Karena ketidakadilan, nyawa manusia dianggap sebagai mainan, harkat-martabat manusia dianggap sebagai binatang korban, dan manusia bisa seenaknya dibunuh untuk menutupi suatu kesalahan. Produk pengadilan hanya berupa ketidakadilan, dan produk perundang-undangan hanya berupa ketidakbijaksanaan. Santo Augustinus pernah menulis demikian: Remota itaque iustitia quid sunt regna nisi magna latrocinia” (Sebuah Negara yang tidak diperintah seturut keadilan hanya akan menjadi segerombolan penyamun.) Ketidakadilan ternyata tidak hanya merendahkan martabat sang korban, melainkan juga merendahkan martabat orang yang melakukannya, yaitu sebagai penyamun dan iblis yang tidak memiliki hati nurani. Yesus rela menjadi korban ketidakadilan supaya manusia mau belajar hidup dengan adil. Ketidakadilan membahayakan kelangsungan hidup manusia, bahkan bisa membuat manusia kehilangan hidupnya. Yesus memulihkan hidup manusia. Yesus memulihkan manusia supaya hidup dengan adil.
Paskah adalah hari raya pemulihan. Allah memulihkan manusia yang biadab menjadi beradab, yang tidak adil menjadi adil, yang tidak bermartabat menjadi bermartabat. Allah begitu gila mencintai manusia yang tergila-gila berbuat dosa. Kita bisa saja heran, God must be crazy. Namun kita selayaknya bersukur dan kagum, God must be crazy about us who always commit a sin. Pertanyaan yang tersisa: masihkah kita gila dengan bertindak rakus dan tidak adil, dengan merusak keharmonisan dan kedamaian hidup bersaudara, dengan membuat orang lain stress, gila dan hidup sengsara? Allah tidak menghendaki manusia menjadi gila, kecuali manusia memilih menjadi gila.
                                   
Irtikandik O.Carm

Comments

Popular posts from this blog

IBADAT TUGURAN KAMIS PUTIH DENGAN NYANYIAN TAIZE

BERBAGI TAK PERNAH RUGI

Sejarah Filsafat dan Pemikiran Plato