Renungan Kamis Putih (21 April 2011)
Kamis Putih
“ Jejak makna
keteladanan”
Tuhan
melayani kita lebih dahulu itulah kiranya tindakan dalam hidup Yesus yang harus
kita maknai dan teladani pada hari ini. Melayani memang bukan perkara yang
mudah. Melayani juga bukan tindakan yang disukai oleh kebanyakan orang. Dari sekian
banyak waktu jika kita boleh dan menyempatkan diri merenung sejenak pastilah
kita bisa melihat berapa prosentase tindakan melayani pernah kita lakukan. Yang
pasti tidak sampai 10% dalam hidup kita terlebih bagi kita yang merasa diri
menjadi Tuan.
Dalam
peristiwa yang masih sama yang diceritakan dalam Injil selain Injil Yohanes
sebelum melayani muridnya dengan mencuci kakinya Yesus mengadakan perjamuan
makan. Inilah perjamuan malam terakhir yang dibuat oleh Yesus dengan
memecah-mecahkan roti dan membaginya. Yesus sang Guru memimpin perjamuan dan
melayani murid-murid dengan memberikan roti yang ia bagi-bagi. Sebuah tindakan
yang luar biasa, sebuah tindakan manghobasi
begitu orang Batak menyebutnya. Malam hari ini Yesus menjadi pelayan untuk
orang-orang yang dikasihinya. Ketika seseorang memutuskan menjadi pelayan hal
yang pertama ia harus miliki adalah semangat untuk mencintai dan mau berbagi. Ia harus menanggalkan rasa malu dan
gengsi yang ada dalam dirinya. Inilah pelayan yang sejati. Seorang pelayan
sejati ia mau memberikan seluruh dirinya secara total untuk mereka yang ia
abdi. Tidak hanya materi dan tenaga, tetapi juga nyawa akan ia berikan. Pelayan sejati melampaui akal budi ia tidak
lagi berpikir apa yang ia lakukan itu masuk akal atau tidak. Ia tidak berpikir
akan hal itu karena yang ia pikirkan hanya satu saya mengasihi dan mau berbagi.
Mari
kita kembali merenungkan kisah Yesus ketika memecah-mecah roti “ Ambilah,
makanlah inilah Tubuh-Ku......“( Mat 26:26) dan ketika membasuh kaki muridnya, “
jikalau Aku , Tuhan dan Gurumu membasuh kakimu, maka kamu pun wajib saling
membasuh kaki“. Bayangkan ketika itu kita menjadi bagian dari kisah ini, dan
kita sedang menjadi penonton seperti para murid, apa yang kita rasakan? Bagaimana
perasaan kita melihat orang yang paling kita hormati, yang kita cintai dan kita
anggap sebagai guru membasuh kaki kita?
Inilah
jejak makna keteladanan yang luar biasa agung yang diabadikan oleh para
pengarang injil. Teladan yang utama dari Guru yang kita ikuti saat ini yaitu
Kristus sendiri. Pernahkah kita berpikir untuk melakukan yang sama? Tidak perlu
harus mencuci kaki tetapi melakukan tindakan berbagi dan melayani. Lihatlah hidup
kita yang dipenuhi dengan sekian banyak pembantu di rumah, pelayan ketika kita
makan di restoran. pernahkah terlintas
dalam pikiran kita untuk berbagi kepada mereka yang sudah melayani kita sekedar
perhatian untuk mengucapkan terima kasih atau memberikan uang kembali kita yang
hanya seribu kepada para pelayan di restoran.
Hari
ini kita diajak untuk melihat semua peristiwa ini sebagai kenangan yang kita
satukan dalam ekaristi. Dalam ekaristi itu pula kita menerima roti yang sama
dari Yesus sendiri. Roti yang sudah kita terima itu juga hendaknya kita
bagi-bagi. Kita bagikan kepada orang lain yang membutuhkan. Jika Yesus saja
sang guru mau melayani untuk membagi roti dan mencuci kaki muridnya kenapa kita
tidak. Roti Ekaristi yang kita terima tidak akan ada artinya dalam hidup kita
jika kita tidak memiliki niat dan tindakan untuk berbagi. Yesus melayani dan
membagi kasihnya lebih dulu! Kapan giliran kita?
Dens
OC 20/04/11

Comments
Post a Comment
Terima kasih atas komentar anda. Tuhan Memberkati!