Pasatoral OMK II (Sosiologi)
PENGARUH GLOBALISASI BAGI KAUM MUDA
DI KEUSKUPAN MALANG
( Suatu Studi Lapangan Tentang Globalisasi dan Kaum Muda)
Oleh: Agustinus Nanang Aris K
I. PENDAHULUAN
Latar Belakang
Globalisasi bagai segumpal bola salju dari Eskimo yang mudah sekali dilempar keseluruh belahan dunia lain yang menginginkan dinginya es dari kutub. Menurut Giddens globalisasi adalah restrukturalisasi cara-cara kita menjalani hidup dengan cara yang sangat mendalam. Ia “menyelinap ke samping”, menghasilkan area baru yang mungkin melintasi bangsa-bangsa.[1] Globalisasi disatu sisi adalah tanda bahwa peradaban manusia semakin maju tetapi disisi lain, globalisasi menjadi ancaman bagi keberlangsungan kehidupan manusia.
Seiring dengan kemajuan teknologi, globalisasi seolah olah menjadi virus yang membius manusia lebih - lebih kaum muda. Dalam realitas sehari-hari globalisasi menjelma menjadi paham atau ideologi baru yang cukup mengancam kaum muda. Ideologi ini tidak jarang menawarkan banyak hal yang kurang tepat bagi kaum muda.
Munculnya internet misalnya menjadi sesuatu yang amat mengerikan. Menjadi mengerikan karena setiap orang bisa mengakses informasi dari seluruh belahan dunia dalam hitungan detik. Dalam arti ini, Globalisai bisa diartikan bahwa setiap orang bisa melihat dunia dalam satu sudut atau satu pandangan mata kapanpun ia mau. Dengan derasnya arus komunikasi yang semacam ini kaum muda adalah media atau objek yang paling rawan sebagi tempat berkembangnya globalisasi. Kaum muda menjadi sangat rapuh dan tidak bisa menolak tawaran dari produk yang dihasilkan oleh globalisasi. Arus budaya konsumerisme dan hedonisme misalnya menjadi sesuatu yang sangat menarik bagi kaum muda. Fenomena semacam inilah yang akhir-akhir ini menjadikan tumbuhnya warnet, mall-mall baru di kota Malang. Setelah Malang Town Square akan muncul yang lebih besar lagi yaitu Malang Olympic Garden. Semua itu menjadi instrument global yang tepat untuk menarik kaum muda.
Perkembangan teknologi, sarana komunikasi, dan pemenuhan kebutuhan diri seperti mall-mall inilah yang disebut sebagai produk, sekaligus instrumen dari globalisasi. Ironisnsnya kaum muda tidak menyadari bahwa kemajuan teknologi semacam ini memberi dampak yang buruk. Mereka tidak pernah tahu bahwa teknologi pelan-pelan membawa mereka pada mentalitas yang instan, yang tidak lagi melihat pentingnya budaya proses. Sehingga mereka cenderung glamour, konsumtis, hedonistis, bahkan mereka merasa fun dengan dirinya sendiri. Lalu akibatnya mereka pelan-pelan menjadi generasi yang melupakan kultur lokal dimana mereka tinggal. Selain itu mereka semakin melupakan peran mereka dalam hidup bermasyarakat[2]. Mereka menjadi generasi yang mapan, individualis, kehilangan daya kritis, bahkan mengalami krisis moral dan iman. Inilah yang menjadi kegelisahan Gereja selama ini. Sehingga pengaruh-pengaruh globalisasi begitu mudah masuk dalam diri kaum muda
Hipotesis Awal
Globalisasi membawa kaum muda pada arus budaya konsumerisme, hedonisme, sensualisme.
Identifikasi masalah
Masalah yang disebabkan karena pengaruh globalisasi tidak semata-mata muncul karena dorongan dalam diri kaum muda sendiri. Lebih dari itu masalah yang muncul lebih banyak timbul dari luar. Oleh karena alternatif-alternatif penyebab pengaruh globalisasi bisa dikumpulkan dan diteliti sesuai dengan batasan kemampuan peneliti.
Masalah yang dapat diidentifikasi adalah sebagai berikut:
· Apakah kaum muda menyadari pengaruh Globalisasi?
· Sejauh mana mereka mengerti bahwa mass media dan sarana teknologi lainya memberi dampak yang buruk bagi hidup mereka?
· Apakah mereka selama ini sudah diberi pendampingan dan pengertian mengenai globalisasi dan pengaruhnya?
· Apakah mereka menyadari bahwa konsumerisme, hedonisme, sensualisme sebagai produk dari globalisasi?
· Apakah Gereja sudah memberikan perhatian bagi kaum muda dalam menghadapi derasnya arus globalisasi?
Rumusan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah yang telah dikemukakan diatas rumusan masalah penelitian ini adalah :
1. Apa saja pengaruh Globalisasi bagi kaum muda?
2. Bagaimana sikap mereka dalam menghadapi budaya konsumerisme, hedonisme, sensualisme? ( mode, teknologi, keindahan tubuh, gaya hidup)
3. Sejauh mana mereka menghargai budaya proses dari setiap informasi yang mereka dapatkan dari instrumen global? ( koran, internet, TV, majalah)
4. Sebagai kaum muda bagaimana mereka menyikapi pengaruh globalisasi?
Tujuan
Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui:
· Apa saja pengaruh globalisasi bagi kaum muda di Keuskupan Malang.
· Sejauh mana pengaruh konsumerisme, hedonisme, sensualisme dihidupi kaum muda di Keuskupan Malang.
· Bagaimana peran kaum muda bagi Gereja dalam menyikapi pengaruh globalisasi.
· Sejauh mana kaum muda menghargai budaya proses di tengah arus globalisasi.
Metode dan sistematika
Dalam penelitian ini panulis mengunakan metode Wawancara, kemudian tidak meggunakan pirianti lunak komputer untuk mengolah data, selain itu dengan melampirkan deskripsi dan hasil wawancara.
Sedangkan sistematikanya, Bab I berisi pendahuluan yang didalamnya terdiri dari: latar belakang, identifikasi masalah, rumusan masalah, tujuan, metode serta sistematika dan hipotesis awal. Bab II berisi landasan teori, terdiri dari pengertian globalisasi, pandangan para tokoh dan pengaruhnya. Bab II berisi hasil penelitian yang didalamnya terdiri dari hasil wawancara, dan analisa dan pengolahan data. Bab IV sebagai penutup yang beisi kesimpulan dan refleksi.
II. LANDASAN TEORI
Pengertian globalisasi
Globalisasi sesungguhnya tidak memiliki pengertian yang pasti, karena globalisasi seringkali mendapat banyak pengertian dari setiap pelaku globalisasi itu sendiri. Globalisasi itu adalah bagian dari sebuah tradisi ketidakpastian, karena individu sebagai unsur sosial dalam masyarakat tidak memiliki pegangan dan arah yang pasti[3]. Globalisasi pada intinya tidak hanya persoalan ekonomi, politik dan budaya, tetapi juga tarnsformasi massa, ruang dan waktu serta transformsi konteks pengalaman sosial, baik yang bersifat lokal maupun personal.
Sehingga dalam tataran ini globalisasi tidak bisa diartikan dalam ketunggalan, ia tidak punya makna yang tunggal. Globalisasi hadir dalam setiap bentuk perubahan yang dimaknai dalam globalisasi pasti menyangkut konteks sosial masyarakat dan individu yang ada. Globalisasi tidak sekedar dimengerti sebagai sebuah perubahan yang meyeluruh tetapi juga menyangkut keseluruhan unsur masyarakat dan lokalitas sosial. Mungkin kita bisa mengacu pada beberapa pemikiran para tokoh berikut untuk lebih memperjelas dan membandingkan dalam melihat definisi globalisasi secara mendalam.
Pengertian globalisasi menurut tokoh-tokohnya.
Globalisai menurut Antony Giddens: Globalisasi bagi Giddens selalu terkait dengan pemikirannya tentang Juggernaut modernitas. Ia mengatakan bahwa globalisasi itu paradigma yang melemahkan kultur lokal. Globalisasi adalah restrukturisasi cara-cara dalam diri kita menjalani hidup dengan cara yang lebih mendalam. Ia mengakui bahwa globalisasi melemahkan kultur lokal sekaligus membangkitkanya.
Dalam konteks masyarakat sosial globalisasi mengubah pola-pola hidup masyarakat lokal menjadi universal. Ia mengubah sebuah cara hidup dan tatanan sosial dalam masyarakat sekaligus membagkitkannya. Maka jika ditelisik lebih dalam lagi dan dipetakan, menurut Giddens globalisasi adalah bagian dari tiga tahap kehidupan sosial.
Fase pertama kesadaran bahwa ada kenyataan akan pergeseran-pergeseran tatanan hidup manusia. Dalam cara pandang yang lebih sederhana fase ini membawa orang pada kesadaran bahwa dunia berubah, hidup manusia telah berubah, paradigma relasi telah menjadi berbeda, sehingga dengan sendirinya tantangan-tantangan muncul. Pergeseseran ini tidak kecil, melainkan besar-besaran dan menjangkau bidang-bidang teknologi, perdangangan, ekonomi, pendidikan, komunkasi, agama dll.
Fase kedua debat globalisasi. Bagi Giddens fase ini menandai satu definisi baru bahwa globalisasi adalah soft collonialism bidang ekonomi. Paradigma ekonomi global dipandang sebagai sumber dari segala bentuk ketidakadilan yang diderita oleh masyarakat berkembang dan seluruh umat manusia.
Fase ketiga adalah fase krisis. Giddens melihat bahwa seluruh masyarakat di dunia ini sedang dilanda krisis akibat cara kerja globalisasi yang sangat cepat. Globalisasi nyaris tak mungkin lagi direm atau dihentikan. Dalam pemahaman ini, arus globalisasi yang berupa informasi begitu deras dan kita tidak bisa menolak. Globalisasi seakan-akan telah mencabut akar dan identitas sehari- hari kita.
Gagasan Giddens ini jika kita lihat dalam konteks pegalaman akan kaum muda, maka sudah bisa kita tebak bahwa kesadaran akan nilai-nilai yang harus dilakukan oleh orang muda mulai luntur. Selebihnya yang akan terjadi adalah krisis indentitas mulai menimpa mereka
Globalisasi menurut Joseph E. Stiglitz: Bagi Stiglitz globalisasi itu menciptakan kapitalisme pasar, artinya liberalisasi pasar modal sungguh luar biasa pengaruhnya bagi masyarakat. Stiglitz adalah salah satu pencetus ide tentang pasar global. Secara struktural pasar global merupakan sebuah terobosan baru bagi perkembangan setiap bangsa, tetapi hal ini tidak sepenuhnya baik bagi perkembangan Negara berkembang. Apa yang dipikirkan Stiglitz sebenarnya hanya menguntungkan satu pihak dan merugikan pihak lain. Dalam pandangan banyak tokoh selain Stiglitz hal ini dianggap buruk. Globalisasi tidak boleh berdiri dalam satu pihak, melainkan harus berada di tengahnya.
Pengaruh pandangan Stiglitz memberi dampak buruk pada kaum muda, karena kaum muda dihadapkan dan dibentuk untuk menjadi pribadi yang selalu mencari keuntungan. Pasar bebas mengarah pada satu tujuan yaitu persaingan dan pendapatan laba sebesar-besarnya. Penciptaan pasar menurut gagasan Stiglitz ini justru akan menghasilkan satu habitus baru yaitu konsumtif dan hedonisme. Sekali lagi jika pada akhirnya konsumtif ini menjadi budaya dalam masyarakat global, maka imbasanya adalah pada orang-orang muda.
Konsumerisme begitu lekat pengaruhnya bagi orang muda, andaikata gagasan Stiglitz ini hadir dan sudah berkembang dalam diri orang muda, maka secara bertahap, orang muda akan kehilangan nilai produktifitas dan kreativitasnya. Pada akhirnya gagasan Stiglitz untuk menciptakan pasar bebas tidak ada artinya sama sekali.
Globalisasi menurut Hans Kung : Hans Kung adalah seorang Teolog dan orang yang mengeluti etika, ia melihat globalisasi sebagai arus deras persaingan atau kompetisi dunia. Baginya etiap tidak ada pilihan bahwa ia harus memihak yang mana, sebagai Teolog atau pengamat etika. Hans Kung berpendapat bahwa globalisasi bukanlah monopoli Amerika, Jepang atau beberapa kekuatan gelap lainya. Globalisasi menjadi milik dunia. Era globalisasi adalah pergerakan dari masa-masa perang dunia II sampai perubahan struktural masyarakat Eropa. Globalisasi adalah bagian dari revolusi struktural, yang dimonopoli oleh teknologi informasi. Sehingga dengan sendirinya kompetisi antar dunia menjadi cara untuk mempertahankan posisi pasarnya masing-masing. Globalisasi membuat perubahan struktur interanal pada diri Negara-negara industri. [4]
Jika Hans Kung melihat Globalisasi sebagai sebuah kompetisi maka relevansinya bagi kaum muda juga mengarah pada satu bentuk kompetisi. Gambaran Hans Kung akan persaingan dunia juga sangat tepat dan relevan akan masalah-masalah yang dihadapi oleh kaum muda. Kecenderungan kaum muda adalah sifat-sifat kompetitif, yang mengarah pada kekerasan. Seringkali teori kompetisi ini akan diaplikasikan tidak hanya berada pada wilayah pasar, tetapi juga ruang-ruang individu dalam masyarakat.
Setelah mendapat gambaran mengenai pengertian akan globalisasi maka bisa ditarik kesimpulan, bahwa pada dasarnya konsekuensi dari globalisasi tidak hanya mengarah pada yang positif, tetapi juga mengarah pada yang negatif.
Pengaruh Globalisai
Globalisasi adalah gelombang ambivalensi, artinya apa yang “dikandung” dalam globalisasi membawa dua ekstrim besar, yaitu keuntungan dan kerugian, dalam bahasa masyarakat social, biasa disebut sebagai ruang “ perayaan kegembiraan” sekaligus “ketragisan”. Kaum muda sebagai bagian dari masyarakat sosial akan mengalami dan merasakan hal yang sama. Pengaruh globalisasi tidak hanya mengarah pada perubahan sistem pasar dan struktur sosial dalam masyarakat, tetapi juga karakter kaum muda. Situasi batin setiap kaum muda, seperti telah dijalaskan panjang lebar diatas, bahwa jiwa muda itu selalu berusaha mencari sesuatu yang baru. Secara tidak langsung globalisasi membawa orang muda pada sikap yang individualistis, konsumtif dan hedonistis.
Sebagai salah satu cara untuk menghambat lajunya pengaruh globalisasi maka kesadaran moral dalam diri orang muda harus dibangun. Kesadaran moral setiap orang muda pada intinya selalu memiliki perkembangan, dari, remaja hingga dewasa selalau berubah. Perubahan kesadaran moral ini haruslah selalu diperhatikan dan diimbangi dengan kesadaran iman. Tahap moral yang paling rawan adalah pada masa dewasa. Laurens Kholberg seorang peneliti tentang perkembang moral anak-anak di Amerika mengatakan, bahwa kesadaran orang muda tidak terarah pada patokan-patokan yang konvensional, ada kecenderungan untuk mencari kebebasan berdasarkan hati nuraninya dan mencari bentuk dirinya.
Apa yang dialami orang muda sering kali timbul dari dalam dirinya tetapi tidak menutup kemungkinan bahwa masalah yang dihadapi juga timbul dari prubahan yang muncul dari kultur sosial masyarakat. Ada tiga gelombang besar yang membuat kamu muda selalu sibuk mencari kebebasan dan identitas dirinya diantarnya adalah sebagai berikut :
Konsumerisme
Pengaruh yang begitu besar dirasakan oleh kaum muda adalah fenomena akan konsumerisme. Konsumerisme adalah sarana yang paling mudah mempengaruhi kaum muda. Budaya konsumerisme membawa kaum muda pada “ kemadulan”, maksudnya tidak ada lagi sebuah sikap produktivitas. Generasi konsumrisme memiliki ketergantungan untuk selalu mencari kenikmatan demi kebutuhan badani. Nilai- nilai yang berkaitan dengan sesuatu yang rohani tidak diperhitungkan lagi. Sehingga dari sini lahirlah slogan” God Yes, Religion No”[5] artinya dalam kamus orang muda agama itu tidak lagi menjadi kebutuhan dasar untuk menimba kehidupan rohani dan membangun karekter dirinya. Konsumerisme pada intinya merupakan sikap hidup yang lebih mau menikmati daripada menahan, lebih suka mengkonsumsi daripada memproduksi. Orang yang bersikap konsumtif lebih suka membeli dari pada membuat sendiri; lebih suka menaggapai dari pada memainkan peran dirinya sendiri; lebih suka mendapat daripada memberi. Sikap ini diikuti karena adanya sikap hedonistis.
Oleh karena itu nilai-nilai suatu budaya proses semakin ditinggalkan dan berganti menjadi yang instan. Selanjutnya pengaruh yang lain adalah dalam hidup rohani. Pengaruh konsumerisme tidak hanya berada pada tataran fisik tetapi pada sesuatu yang rohani. Orang muda yang sudah masuk dalam pengaruh konsumerisme bisasnya cenderung mengabaikan nilai-nilai rohani dan bersikap materealistis. Segala sesuatu akan diukur sejauh itu menguntungkan bagi dirinya. Tidak salah jika di dunia Barat gereja-gereja menjadi sepi, hampir tidak ada kaum muda yang mau pergi ke gereja. Konsumerisme hadir sebagai sebuah realitas yang serba cepat, sehingga perubahn struktur dan kultur dalam masyarakat juga ikut bergulir. Lebih-lebih dengan kehadiran sarana komunikasi yang begitu pesat. Hubungan dan relasi personal serta komunal dalam masyarakat semakin hari semakin tidak tampak. Ada kecenderungan bahwa budaya konsumtif menjadikan individu semakin indivisualis. Segala sesuatu bisa dikerjakan sendiri dengan mudah tanpa memerlukan bantuan orang lain.
Fenomena yang lebih mengerikan saat ini, bahwa budaya konsumerisme itu diterjemahkan sebagai sesuatu “ lalu lintas kebudaayan benda-benda” menjadi “ panggung sosial yang dilematis” yang didalamnya makna-makna menjadi diperebutkan dan dijadikan sarana kompetisi. Akibatnya kehidupan sosial dalam masyarakat penuh dengan persaingan yang mendobrak dimensi-dimensi personal masyarakat. Lokalitas menjadi lenyap dan setiap orang sibuk untuk mencari makna dan identitas hidupnya.[6]
Hedonisme
Manusia itu memiliki berbagai daya kemampuan. Ada daya kemampuan inderawi, intelektual dan spiritual. Pemenuhan dari setiap daya-daya kemampuan itu membawa konsekuensi yaitu rasa nikmat tersendiri bagi setiap individu. Dalam masyarakat sosial setiap orang dikondisikan untuk selalu mengejar daya-daya pemenuhan rasa nikmat itu. Ada banyak tawaran kenikamatan dalam setiap hidup. Ada kenikmatan rohani yang memberikan kedamaian pada batin dan jiwa, ada kenimatan inderawi yang didapatkan dari panca indra. Ada kenikmatan estetis yang ditemukan lewat keindahan dan nilai-nilai estetika. Semua itu terpancar dan muncul dalam diri setiap orang.
Pengalaman akan kenimatan atau rasa nikmat memang tidak bisa kita pungkiri dalam hidup kita. Apa yang kita sebut kenimnatan atau pemenuhan kenikmatan ini dalam bahasa Yunani kita sebut dengan hedone. Dari akar kata inilah terbentuk istilah “ hedonisme”. Sebagai sebuah ajaran, hedonisme memiliki keyakinan bahwa kenikmatan, khususnya kenikmatan pribadi, merupakan nilai tertinggi dan tujuan yang harus dicapai dalam hidup manusia. Maka generasi hedonistis adalah generasi yang selalu memiliki orientasi dalam hidupnya hanya untuk mencari kenikmatan semata.
Kenikmatan memang sebagai bagian dari realitas hidup manusia, dalam diri setiap individu dan masyarakat. Maka hal ini tidak bisa disangkal atau ditawar lagi. Meski demikian frekuensi atau keseringan mencari kenikmatan selalu berbeda-beda. Misalnya saja antara orang tua dan orang muda selalu memiliki perbedaan. Orang tua mungkin orientasinya mengarah pada kenikmatan yang bisa dirasakan bersama, dalam keluarga misalnya. Sedangkan orang muda, jiwa kemudaanya begitu liar, jiwa ingin tahunya seolah-olah tidak mampu dibendung, maka mereka cenderung mencari kenikmatan hanya untuk pemenuhan dirinya sendiri. Jika dilihat dari pemahaman ini maka yang paling banyak memburu sebuah kenikmatan kebanyakan adalah orang muda.
Jika digambaran secara lebih jelas, orientasi kenikamtan yang dicari orang muda selalu mengarah pada pencarian akan kenikmatan sensual, indrawi, yang selalu ingin dirasakan secara lebih cepat. Generasi hedonisme tidak jauh berbeda dengan generasi instan. Selain itu jika mau ditarik sebuah benang merah generasi hedonisme adalah generasi yang selalu mengarahkan dirinya pada perilaku atau sikap yang konsumtif atau konsumerisme, juga sensualisme. Mengapa mengarah pada hal ini? Yang pertama perlu disadari bahwa budaya mencari nikmat itu pada intinya lebih cenderung pada pergulatan pencariaan jati diri. Sikap konsumtif dipilih sebagai sarana dimana setiap orang muda memilih dan mencari sesuatu yang sesuai. Prilaku konsumtif, membuat kaum muda cendrung untuk tidak suka memproduksi. Ketika kecenderungan konsumtif itu mucul sensualisme dijadikan sarana untuk mengekspresikan diri atau wadah untuk menemukan jati dirinya.
Sensualisme
Salah satu bagian yang menarik dalam diri setiap manusia adalah bagian tubuhnya. Tubuh menggambarkan sebuah realitas kebenaran yang tidak bisa ditolak oleh kita semua. Keindahan sebuah tubuh merupakan representasi dari seluruh kehadiran setiap individu. Maka ketika globalisasi hadir ia juga menerjang ruang-ruang dalam tubuh itu sendiri. Sensualisme menjadi sebuah kelanjutan dari konsumerisme dan hedonisme. Ia menjadi sarana paling ampuh untuk mengekspresikan apa yang menjadi tujuan pencarian sebuah kenikmatan. Sensualisme pada dasarnya adalah paham yang mencari kenikmatan badani. Tujuan utama yang ingin dicapai adalah pemenuhan hasrat badani yang dijadikan sebagi tujuan hidup sejati manusia.
Sensualisme mengadaikan bahwa tubuh itu tidak lagi menjadi milik realitas sosial masyarakat yang harus dihormati dan dipandang sebagai yang suci. Ia lebih cenderung menampilkan diri supaya menjadi sumber kebebasan banyak orang. Tubuh adalah instrument yang menjadi wadah yang siap menerima pengalaman-pengalaman inderawi (sensual)[7] Orang muda biasnya cenderung mengikuti arus ini. Banyak sekali penyimpangan sosial yang dilakukan kaum muda karena alasan demi memanjakan tubuh. Efek yang paling kelihatan terdapat pada perilaku orang muda yang hanyut dalam seks bebas. Bagian yang paling penting dalam sensualisme selalu mengarah pada pemenuhan akan kebutuhan seks. Fenomena sensualisme merupakan fenomena yang jarang disadari oleh orang muda. Seringkali mereka hanya merasakan kenikmatan secara fisik. Tubuh mereka hanya berada pada kesadaran untuk mencari dan menemukan kepuasan, tanpa melihat nilai-nilai yang lebih dalam dari situ. Kepuasan fisik menjadi sebuah ukuran yang layak bagi kebebasan hidup orang muda.
Pengaruh sensualisme bagi kaum muda senantiasa mengarah pada tujuan untuk pencarian sebuah identitas. Kita tidak bisa menghindar dari segala bentuk pengalaman inderawi, maka sensualisme tidak akan pernah bisa lepas dari setiap unsur kehidupan masyarakat.
Teknologi Komuunikasu peran dan pengaruhnya.
Salah satu instrument globalisasi yang mampu memikat dan menguasai setiap individu dalam segala lapisan masyarakat adalah Teknologi komunikasi. Dampak yang dirasakan begitu besar sehingga kita tidak diberi kesempatan untuk berhenti sejenak dan bersikap kritis.
Orang muda dalam pusaran globalisasi senantiasa dihadapkan pada tawaran yang muncul melalui sarana komuniksi. Internet yang begitu menjamur membuat kaum muda berada dalam realitas maya yang tanpa kendali. HP sebagai sarana global yang akhir-akhir ini begitu kuat pengaruhnya membawa tawaran yang serba instan pada kaum muda. Tawaran semacam ini tidak bisa kita tolak, karena pada dasarnya itu semua bukanlah hal buruk secara fisik. Semua itu membantu kelancaran dalam aktivitas hidup masyarakat sosial. Segala sesuatu yang jauh secara fisik dapat dijangkau dan menjadi terasa dekat. Ruang dan waktu yang jauh seolah-olah dirampas dengan adanya alat-alat komunikasi. Batas-batas teritorial dirampas dan diruntuhkan. Orang muda diperbudak untuk selalu mengikuti apa kemauan alat-alat teknis.
Karakter dasar kaum muda yang selalu mencari menjadi sasaran yang paling nyaman untuk “bersemayamnya” sarana komunikasi. Orang muda menjadi pencadu dan pengkonsumsi pertama sarana komunikasi. Teknologi komuniksi memang memberi peran yang vital dalam hidup masyarakat. Ia membantu manusia dalam usaha pencarian identitas. Tetapi diluar sisi positif itu sarana komunikasi justru menjadikan kaum muda sebagai pecandu yang selalu mengarapkan instanitas. Dalam poin ini kesadaran akan pengaruh sarana komunikasi sangat dibutuhkan. Bahaya yang tidak bisa dihindari memang cukup banyak, tetapi kesadaran akan pengaruh dari sarana komunikasi membatu kaum muda untuk lebih kritis dan keluar dari delema kecanduan. Hidup yang sempurna adalah sebuah proses maka yang harus ditekankan pada kaum muda adalah kesadaran bagaimana membangun budaya proses.
Kaum muda dan peranannya dalam Gereja
Situasi orang muda katolik saat ini cukup sulit untuk dipetakan. Kesuliatan yang mendasar karena realitas dunia begitu banyak memberikan tawaran bagi orang muda. Orang muda katolik menjadi harapan Gereja dan didambakan menjadi satu unsur yang dinamis dan kreatif dalam upaya perutusan Gereja. Gereja melihat bahwa kaum muda punya ciri yang energik karena kemudaanya, idealis, penuh rasa ingin tahu. Ciri semacam ini dilhat oleh Gereja sebagai sesuatu yang amat positif. Gereja selalu berharap pada kaum muda agar apa yang dimiliki dalam dirinya menjadi persembahan dan pelayanan bagi Gereja.
Namun seiring perubahan jaman, globalisasi tiba-tiba muncul dengan begitu cepatnya, sehingga pengaruhnya cukup besar bagi kaum muda. Sadar atau tidak sadar pada akhirnya orang muda terseret dalam pusaran globalisasi. Akibatnya mereka merasa selalu mencari identitas dirinya dan mengalami pergeseran-pergeseran nilai kemanusiaan. Akibat yang semacam ini pada dasaranya disebakan karena ketidakmampuan orang muda dalam mengambil sikap. Karakter kaum muda yang dilihat oleh Kholberg pada dasarnya memang perlu diperhatikan. Perubahan akan mentalitas kamu muda senantiasa mempengaruhi perkembangannya dalam menyikapi segala bentuk informasi yang ditemukan. [8]
Lalau sikap Gereja bagaiman? Gereja hendaknya lebih perhatian dan memberikan pendampingan-pendampingan yang intensif bagi kaum muda. Gereja harus selalu menginternalisasi nilai-nilai kristiani yang bertujuan pada pembentukan karakter rohani kamu muda. Minat akan dunia kerohanian dan dunia sosial hendaknya dibangun oleh Gereja. Kegiatan yang membangun hidup rohani menjadi prioritas utama untuk kaum muda.
Jika Gereja sudah bertindak dengan maksimal maka orang muda akan memiliki kesadaran bahwa kehadirannya sangat dibutuhkan untuk Gereja. Orang muda menjadi tumpuan bagi perkembangan Gereja di masa depan. Sebagai pembanding; orang muda katolik yang sudah megalami kesadaran akan pengaruh globalisai menjadi lebih kritis dan terlibat aktif dalam kegiatan Gereja. Banyak contoh yang bisa kita temukan dalam beberapa pertemuan kaum muda yang dilaksankan oleh KWI. Orang muda yang berkarakter akan lebih peka pada realitas sosial dan kebutuhan pelayanan Gereja. Peranan konkrit kaum muda yang sudah mulai tampak adalah dengan terselengaranya pertemuan kaum muda sedunia di Jerman dan di Italia yang dihadiri oleh Paus Yohanes Pulus II dan Benediktus XVI. Dari pertemuan inilah lahir komunitas yang berdoa dan komunitas yang profetis. Akhirnya disinlah kaum muda menyadari bahwa Gereja adalah komunitas sejati.
III. HASIL PENELITIAN
Pada bagian ini akan ditampilkan proses studi lapangan yang dilakukan oleh peneliti. Secara garis besar akan dibahas secara lebih rinci di bahwa ini.
Wawancara dengan partisipan
Wawancara dengan partisipan atau responden dilakukan selama 4 kali pada bulan November dan awal Desember. Secara keseluruan akan ditampilkan pada bagian analisa data dan lampiran. Dalam penelitian ini sebenarnya jumlah responden yang akan diteliti berjumlah 10 orang tetapi karena keterbatasan waktu maka hanya diambil 5 orang sebagai subjek yang akan diteliti. Dalam proses penelitian yang dilakukan kurang lebih selama 3 bulan ini diperoleh data-data yang akan ditampilkan di bawah.
Analisa dan pengolahan data
Sesuai dengan Hipotesa awal penelitian ini yaitu Globalisasi membawa kaum muda pada arus budaya konsumerisme, hedonisme, sensualisme, maka peneliti dalam bagian ini berusaha membuktikan apakah hipotesa ini benar atau tidak. Sebelum mengambil atau membuat hipotesa ini, perlu diketahui bahwa peneliti mencoba merumusakan beberapa masalah antara lain :
1. Apa saja pengaruh Globalisasi bagi kaum muda?
2. Bagaimana sikap mereka dalam menghadapi budaya konsumerisme, hedonisme, sensualisme? ( mode, teknologi, keindahan tubuh, gaya hidup)
3. Sejauh mana mereka menghargai budaya proses dari setiap informasi yang mereka dapatkan dari instrumen global? ( koran, internet, TV, majalah)
4. Sebagai kaum muda bagaimana mereka menyikapi pengaruh globalisasi?
Dari beberapa rumusan masalah ini penulis akan mencoba menguraikan bahwa ternyata kebanyakan responden sudah sedikit mengetahui pengaruh dari globalisasi. Dari kelima responden empat orang memberikan komentar yang positif. Diantaranya globalisasi itu positif, kerena bisa mengerti perkembangan jaman, membuat dunia menjadi lebih maju, lebih mudah melihat dunia luar, mempermudah orang dalam melakukan sesuatu, (ket lebih lanjut lihat lampiran). Selanjutnya untuk pertanyaan nomor dua, pertanyan ini yang menjadi inti dari Hipotesa peneliti. Pertanyaan nomor dua ini menjadi sangat berat karena sebagian dari para responden tidak mengetahui secara pasti apa arti istilah-istilah yang ditanyakan oleh peneliti. Peneliti memiliki kesimpulan berdasarkan jawaban kelima responden, bahwa ternyata secara tidak langsung mereka tidak menyadari akan bahaya-bahaya yang ditimbulkan oleh globalisasi dalam kaitanya dengan konsumerisme, hedonisme, sensualisme. Dalam hubungan dengan pemakaian instrumen global, apa yang mereka lakukan dalam kehidupan sehari tidak pernah disadari bahwa itu semua adalah bagian dari globalisasi. Akibatnya mereka merasa tergantung. Misalnya saja ada dua responden yang tidak bisa lepas dari HP, kemana-mana harus selalu dibawa meski tidak ada pulsa, bahkan meskipun baterainya habis, tetap harus ada ditangan.
Selain itu, mengenai konsumerisme, kebanyakan dari kelima responden tidak menyadari akan bahaya konsumerisme. Mereka melihat bahwa pada dasarnya itu semua baik dan tidak memberi pengaruh buruk. Bahkan dari fenomena konsumerisme ada satu responden yang sudah menunjukan kecenderungan pada sikap materealistis. Ada juga yang mengatakan bahwa hal itu wajar, apalagi sebagai seorang perempuan yang selalu dituntut untuk mengikuti tren. Ada juga yang masih berpikir, jika tidak punya uang atau uangnya tidak cukup ya tidak membeli. Hal ini dilihat positif oleh peneliti, minimal dengan keterbatasan uang kita menjadi kritis akan bahaya konsumerisme. Konsumerisme bagi mereka adalah hal biasa, karena tawaran itu datang dengan sendirinya, jadi mereka menyadari bahwa mereka tidak bisa berbuat apa-apa.
Tentang hedonisme juga memiliki kecendrungan yang sama dengan pengaruh lainya. Mereka rata-rata tidak sadar bahwa kebiasan mengunkanHP, internet, pergi ke Mall untuk belanja, mempercantik diri itu adalah suatu kebiasan yang berorientasi pda pencarian kenikmatan. Bagi mereka semua itu hal biasa. Dalam hal ini peneliti melihat bahwa kesadaran mereka akan kebiasaan yang mereka lakukan sehari-hari belum nampak dan mungkin belum dibangun. Akibatnya mereka menganggap apa yang mereka lakukan adalah hal yang biasa. Peneliti melihat bahwa bahaya yang akan dihadapi oleh kaum muda adalah lahirnya generasi instan. Bagi mereka produk dari globalisasi itu harus selalu dimanfaatkan dan diambil nilai positifnya. Tetapi kelemahanya disini adalah, mereka tidak kritis dalam proses menerima sesuatu yang baru. Kehilangan sikap kritis ini pada akhirnya membentuk mereka menjadi generasi yang pasif. Kondisi kaum muda yang seperti ini hendaknya menjadi perhatian untuk semua orang, tidak hanya kaum muda tetapi juga orang tua dan Gereja secara khusus.
Bagian yang ketiga mengenai sensualisme. Dari beberapa jawaban yang diberikan oleh responden semuanya mengarah pada masalah pencarian identitas. Bagi mereka sensualiseme adalah sarana yang paling tepat untuk mengekspresikan diri dihadapan publik. Kebutuhan akan kindahan tubuh menjadi sangat penting, karena menjadi cermin bahwa pribadinya menarik. Sekali lagi karena pencarian kenikmatan melalaui tubuh inilah, mereka memandang konsumerisme dan hedonisme sebagai sesuatu yang memiliki hubungan yang baik. Logikanya kalau tubuh itu adalah sesuatu yang menarik maka perlu membeli baju, dan segala pernak-pernik yang diperlukan untuk menunjang keindahan tubuh. Sampai pada poin ini peneliti mendapat kesimpulan bahwa pada tahap ini, kaum muda mengalami pergeseran nilai-nilai yang mengarah pada pencarian kepuasan diri. Keindahan dan identitas diri setiap orang muda sebenarnya tidak hanya dilihat dari segi fisik saja. Tetapi juga perlu diperhatikan bahwa ada nilai yang lebih luhur yaitu nilai-nilai rohani.
Fenomena yang paling parah terletak pada pertanyaan terakhir, mengenai budaya proses. Hampir semua dari responden tidak tahu tentang budaya proses. Mereka melihat itu tidak perlu lagi, dengan alasan, kita semua sudah menjadi generasi instan. Tetapi ada juga yang memberikan komentar bahwa budaya proses masih diperlukan, juga ada yang mengetahui bahwa globlasasi itu menghambat budaya proses. Pada intinya mereka berkesimpulan bahwa apa yang hadir saat ini sebagi bagian dari globaliassi harus diterima, dan dimanfaatkan.
Poin menegani kehidupan megereja sepertinya juga perlu diperhatikan oleh Gereja. Peneliti melihat bahwa dari kelima responden rata-rata terlibat dalam kegiatan Gereja, tetapi apa yang mereka lakukan hanya sekedar kewajiban dan tidak didasrkan pada kebutuhan dan pentingnya pelayanan sebagi orang muda. Rata-rata mereka memang terlibat tetapi mereka tidak tahu apakah yang mereka lakukan itu memiliki nilai yang positif bagi dirinya. Meski demikian ada beberapa responden yang memberi komentar positif atas kepriahatinanya pada orang muda. Ia melihat bahwa kaum muda sekarang malas pergi ke gereja, dengan banyak sekali alasan. Sebagai orang muda mereka melihat bahwa hal itu disebabkan karena Gereja sendiri kurang memberi perhatian pada kaum muda, kurangnya pendampingan dalam kegiatan kaum muda. Mereka juga punya harapan bahwa kaum muda hendaknya berhati-hati dan bersikap kritis pada arus globalisasi. Harapan mereka untuk kaum muda, supaya kaum muda lebih terlibat aktif di gereja dan kegiatan yang bersifat rohani serta mengusahakan dirinya untuk ikut tanpa dan mengambil inisiatif pribadi untuk kegiatan gereja.
Setelah melihat dan mengolah data yang ada, peneliti melihat bahwa secara keseluruhan hipotesa awal yang peneliti ambil terbukti benar. Alasanya jika mau diperinci, (1) kaum muda cenderung kurang menyadari pengaruh globalisasi, (2) Kehidupan mereka ternyata tanpa mereka sadari sudah berada pada budaya konsumerisme, hedonisme, dan sensualisme. Jadi globalisasi ternyata membawa kaum muda pada arus budaya konsumerisme, hedonisme, sensualisme.
IV. PENUTUP
Kesimpulan
Pada bagian ini peneliti akan mencoba memberi kesimpulan berdasarkan analisa data yang sudah diuraikan pada bab III. Kesimpulan yang bisa diambil ada dua (1) kaum muda cenderung kurang menyadari pengaruh globalisasi, (2) Kehidupan mereka ternyata tanpa mereka sadari sudah berada pada budaya konsumerisme, hedonisme, dan sensualisme. (3) Peran kaum muda untuk Gereja belum cukup besar. Kalaupun ada masih belum pada kesadaran bahwa yang mereka lakukan memiliki tujuan yang lebih luas. Meski demikian mereka masih punya harapan untuk Gereja dan kaum muda. Setidaknya mereka melihat ada beberapa hal positif dari globalisasi yang membatu Gereja untuk lebih maju.
Refleksi
Dalam penelitian ini, saya selaku peneliti tidak akan membuat refleksi yang panjang. Saya melihat bahwa orang muda masih membutuhkan pendampingan yang maksimal dari Gereja. Jika Gereja bertumpu dan berharap agar kaum muda terlibat maka yang pertama-tama harus dilakukan adalah hadir ditengah tengah kaum muda. Gereja harus membawa misinya untuk menjadikan kaum muda sebagai sebuah komunitas yang berdoa, komunitas yang profetis. Sehingga kaum muda katolik khusunya di Keuskupan Malang ini meraskan bahwa Gereja adalah komunitas sejati, yang dijadikan tempat untuk menimba kehidupan rohani dan pribadi, sehingga mereka tidak menjadi pribadi yang terasing, tetapi lebih dekat dan aktif dengan Gereja sehingga mereka mengalami kasih Allah secara sempurna.
DAFTAR PUSTAKA
Giddens, Anthony, Beyond Left and Right ……
Kung, Hans ,Etika-Ekonomi Politik Global, Yogyakarta: Qalam,2002
Laksana,Bagus ,Tubuh Posmodern, Bejana Sensual, dalam Majalah Basis edisi Maret –Aparil 2003 (Sex).
Moderator kaum muda,Kompilasi Tugas Awal Peserta Temu Moderators Jawa Plus Makalah yang disajikan dalam pertemuan kaum muda, Klender –Jakarta, 2007
Piliang,Yasraf A. “Realitas-realitas Semu Mayarakat Konsumer: Estetika Hiperrealitas dan Politik Konsumerisme “ dalam Idi Subandi Ibrahim (ed) Ectasy Gaya Hidup. Bandung: Mizan 1997
Ritzer, George, Douglas J Goodman, Teori Sosiologi Modern, Jakarta:Kencana,2004.
Shelton, Charles M, Spiritualitas Kaum Muda, Yogyakarta: Kanisius, 1990
Valentinus CP,” Pendidikan Nilai Bertarung dengan Dunia Maya”, dalam Dr. B. A Pareira. O.Carm (ed), Pendidikan Nilai di Tengah Arus Globalisasi, Malang: STFT Widya Sasana 2003
LAMPIRAN I
Deskripsi wawancara
Dskripsi I wawancara dengan saudari N. Sabtu,17 November,2007 pukul, 16.25-16.45 di Biara
Sore itu kira-kira pukul 16.25 hari Sabtu, tanggal 17 November, sudah cukup gelap, kerena mendung, kami duduk di taman luar biara dengan beberapa teman, saudari N yang hari itu bersedia aku saya wawancarai sudah siap dengan pertanyaan yang aku berikan sebelumnya. Dia mahasiswi di salah satu perguruan Negeri di Malang, semester 4, jurusan sastra Jepang, umur 21, tinggal di jalan Sangga Buana. Dia cukup cerewet dan suka banyak omong. Disitu ada 2 teman yang menemani, satu perempuan masih kuliah di salah satu perguruan tinggi Katolik di Malang, usia kurang lebih sedikit lebih muda dari saudari N, satu lagi temanya laki-laki masih muda mungkin juga masih kuliah. Sore itu suasana cukup rame, karena ada para frater yang masih berolahraga di lapangan. Setelah basa-basi sebentar menerangkan apa tujuan wawancara ini kemudian saya mulai bertanya tentang apa arti globalisasi. Setelah dia menjawab kurang lebih 3 menit ada beberapa ganguan teknis dengan alat rekam saya. Terpaksa apa yang sudah saya rekam hilang, karena baterai alat rekamnya lemah. Lalu karena alat rekam tidak bisa digunakan maka saya minta waktu lima menit untuk mencharge baterainya dan ternyata butuh waktu 10 menit, sehingga waktu yang saya gunakan terpotong 10 menit. Tetapi akhirnya setelah 10 menit alatnya bisa digunakan kembali, lalu saya mulai melakukan wawancara. 5 pertanyaan awal sudah terjawab, namun karena suasananya terlalu ramai maka kami pindah ke ruang makan sambil snack, disela-sela wawancara tiba-tiba ada beberapa frater yang datang dan sedikit membuat kegaduhan, maka untuk kedua kalinya kami terpaksa pindah ke pendopo dan mulai dengan pertanyaan selanjutnya. Kami hanya berdua, teman saudari N menunggu diluar dan mengobrol dengan para frater. Ketika sampai pada wawancara mengenai apakah globalisasi itu menghambat budaya proses sempat terjadi debat kecil diantara kami, dan terpaksa saya harus mengalah dan menghargai apa yang ia katakana. Wawancara ternyata cukup lancar sehingga saya hanya meghabisakan waktu kurang lebih 20 menit dan kami tutup dengan tertawa lalu kembali ke ruang makan untuk melanjutkan snack.
Wawancara dengan Sdr H, hari Rabu 21 November 2007, pukul 17.00-17.15 di lapangan olah raga Biara
Wawancara ini dilakukan sore hari sama seperti hari Sabtu yang lalu, tempatnya di lapangan olahraga Biara Karmel, dengan responden Sdr H yang bisanya ikut olahraga di Biara. Ia kuliah di perguruan tinggi Negeri di Malang semester 2 jurusan Ilmu Hukum, rambutnya kribo seperti Andre Brekely, dia keturunan Flores-Jawa, sore itu kira-kira pukul 17.00 sehabis olah raga ketika wawancara ini berlangsung kami ditemani 3 orang 2 frater dan 1 teman dari saudara H. suasana sudah gelap karena sudah pukul 17.00 dan kami juga kelelahan karena habis Futsal. Tanpa basa-basi saya langsung mengutarakan maksud dan tujuan wawancara ini. Sebelumnya saya tidak memberikan form pertanyaan wawancara, jadi sepertinya kelihatan mendadak. Ketika saya melontarkan pertanyaan mengenai apa itu globalisasi dia kelihatan sedikit bingung kerena masih terlalu asing tetapi dia kemudian menjawab dengan spontan. Awalnya saya sedikit ragu apakah responden saya ini cukup punya gambaran mengenai globalisasi. Wawancara saya hentikan sejenak karena ada beberapa suster misericordia lewat didepan kami. Pertanyaan yang saya ajukan rupanya cukup sulit dicerna maka ada beberapa hal yang membuat saya tidak puas dan terpaksa harus mencoba memberi gambaran dan gagasan yang mudah dimengerti” uah…hahh” ada freter yang menguap dan kami tertawa (“”””””) lalu saya melajutkan pertanyaan selanjutnya. Dari beberapa pertanyaan rupanya ada yang terlewati, dan saya pikir tidak menjadi masalah karena sepertinya juga terlalu sulit untuk bisa dimengerti. Maka saya lewati beberapa pertanyaan yang tidak terlalu penting. Dan saya lanjutakan sampai pertanyaan akhir. Karena ia buru-buru pulang dan masih ada dua pertanyaan lagi maka saya persingkat apa yang saya tanyakan dengan satu pertanyaan. Dia menjawab dengan cukup singkat dan terkesan asal, tetapi setidaknya saya masih dapat bantuan dari temanya yang memberikan komentar sedikit juga dari beberapa frater yang ikut menimpali. Dan wawancara berakhir, bukan karena diakhiri dengan hormat tetapi karena ada satu freter yang membuang “gas beracun” dengan ledakan yang begitu kuat. Lalu kami berlari satu persatu sambil tertawa dan yang terakhir saya mengucapkan terimakasih, dan berjabat tangan. Waktu menunjukan pukul 17.15 tepat. jadi saya membutuhkan waktu 15 menit untuk melakukan wawancara dengan Sdr H.
Wawancara dengan saudari C di kapela Misericordia, Minggu 25 November 2007 pukul 11.00-11.15
Hari ini hari Minggu, cuaca tidak terlalau mendung, cukup cerah, wawancara yang akan saya lakukan adalah dengan saudari C masih kuliah di perguruan tinggi swasta di Malang. Tempat yang saya gunakan tidak jauh dari biara, yaitu di depan Kapela kapela Misericordia. Tempat ini saya pilih kerena responden sedang berada disana dan seperti janji yang sudah dibuat bahwa kami akan bertemu pukul 11 siang setelah latihan misdinar di kapela Misericordia. Saya datang pukul 10.45 dan saya masih menunggu selama kurang lebih 15 menit menungu saudari C melatih para misdinar. Kira-kira pukul 10.53 saudari C keluar kapel menghampiri saya dan meyapa saya, lalu saya balas menyapa dan bertanya apa sudah selesai latihanya, dia jawab sudah kok ter. Kemudian bersamaan dengan dia, ada 4 anak misdinar yang juga keluar kapel. Saudari C memakai baju warna unggu, dan celana jeans, umurnya kurang lebih 19 tahun, rambutnya panjang, lumayan cakep, setelah basa-basi kemudian saya langsung bertanya apakah form yang saya berikan sudah dibaca, dan ternyata sudah dibaca. Lalu saya mengaktifkan alat rekam dan bertanya apakah sudah siap, dia jawab sudah ( bersamaan dengan jawaban itu 4 anak misdinar juga menjawab sudah). Kami semua tertawa. Lalu saya mulai bertanya. Tentang pengertian globalisasi. Dia menjawab dengan cukup lama, sambil mengusap keringat karena capek setelah melatih anak-anak misdinar. Pertanyaan pertama lancar tetapi suasana cukup ramai karena anak-anak misdinar yang lain datang dengan freter pendamping dari arah sakristi. Terpaksa saya hentikan sejenak alat rekamnya dan memberi tahu mereka saya sedang wawancara. Kemudian saya lanjutkan dengan pertanyaan selanjutnya sampai pertanyaan ke 7 ada bunyi HP, mungkin SMS,saya minta responden untuk mengangkat sebentar tetapi dia tidak mau. Lalu kami melanjatkan dengan pertanyaan berikutnya sampai pertanyaan kesepuluh. Wawancara cukup lancar dan terjawab semua meski saya sedikit kurang puas karena sepertinya kurang dalam. Lalu ada bunyi HP lagi dan ini bunyi panggilan, saya minta dia untuk mengangkat dan responden minta permisi untuk berbicara. Saya persilahkan dan saya menunggu sambil ngobrol dengan anak-anak misdinar. Setelah kurang lebih 3 menit ia kembali dan bertanya. Apa sudah cukup wawancaranya. Saya bilang sudah dan saya ucapkan terima kasih. Setelah mematikan alat rekam, saya diajak ke samping sakristi oleh anak-anak misdinar, dan fraternya sekaligus saudara C untuk ikut rujakan, disana sudah menuggu 2 teman yang saya sudah kenal. Wawancara ini berlangsung kurang lebih 15 menit.
Wawancara dengan Sdr A di Perumahan Bukit Dieng Minggu 25 November 2007 pukul 17.15-18.45.
Saudara A tinggal di perumahan bukit Dieng, hari ini hari Minggu sore, hari untuk jalan-jalan. Saya datang dengan naik sepeda, dibutuhkan waktu kurang lebih 10 menit dari biara ke rumahnya. Rumahnya cukup bagus karena tinggal di kompleks elit, Sdr A kuliah di perguruan Tinggi Negeri di Malang semester 5, aktif di Komkep, umurnya kurang lebih 22 tahun rambutnya gondrong. Saya kenal cukup lama karena sering main biara. Beberapa bulan yang lalu di ikut pertemuan kaum muda di Bogor. Sampai di depan rumahnya saya memencet bel dan selang beberapa detik seorang pembantu perempuan membukakan pintu, saya dipersilahkan masuk dan menunggu di teras sambil membaca Koran, lalu setelah menuggu sejenak Sdr A muncul dan menyapa saya. Lalu saya ngomong –ngomong sebentar dan cerita apa tujuan saya ke sini (suasananya tidak terlalu formal). Sambil bergurau di menawarkan rokok dan kami mulai merokok. Ketika wawancara ini berlangsung kami berada di teras rumah, dengan 3 kursi, ada banyak bunga di situ, mejanya dari marmer. cukup nyaman untuk melakukan wawancara. Waktu menujukan pukul 17.15. Saya mulai membuka percakapan yang lebih serius kerena ini wawancara, dia tertawa dan mengatakan seperti orang tidak kenal saja. Apa boleh buat saya terpaksa sedikit serius, saya bertanya apa dia sudah baca form yang saya berikan kemarin. dia bilang lupa, kertasnya hilang akhirnya kami tertawa. Saya minta lebih serius untuk menjawab pertanyaan, tetapi sebelumnya saya minta dia cerita tentang pengalammanya pada pertemuan kaum muda di Bogor dia cerita sambil bercanda. Kira kira lima menit kami ngobrol ngalor ngidul pembantunya datang membawa minuman nutrisari dingin dan makan kering. Lalu Sdr A mempersilahkan saya untuk minum , lalu kami melanjutkan pertanyaan. Selanjutnya ia saya biarkan bercerita sambil saya menyelipkan beberapa pertanyaan. Rupanya cukup manjur untuk membuat dia serius, saya ambil rokok dan menyalakanya sambil terus mendengarkan dia bercerita. Kemudian ada duru mobil dan bunyi bel rumah, mbak pembantu keluar cepat-cepat membuka pintu dan ternyata ada mobol Honda Jazz warna hitam mau masuk ke garasi. Dan setelah itu keluar laki-laki dan peempuan yang ternyata orang tua Sdr A, mereka menyapa saya dan saya balik menyapa, mereka bertanya kok diluar, didalam saja. Saya katakan “tidak apa-apa tente,om” ditimpali oleh saudara A” lagi wawancara” , lalu orang tua Sdr A permisi dan masuk kedalam. Wawancara kami lanjutkan sampai pertanyaan ke sepuluh. Saya sudah menghabiskan 3 batang rokok. Waktu sudah menunjukan pukul 18.30. sudah 45 menit saya di rumah Sdr A. saya akhiri wawancara ini dengan mengucapkan terimaksih dan pamit pada orang tuanya. Saya disuruh makan malam tapi karena buru-buru saya akhirnya langsung pulang.
Wawancara Saudari R. di Jalan Lokon 20 , Minggu 2, Desember 2007 pukul 17.00-17.45
Hari ini hari Minggu, tanggal 2 Desember saya berangkat dari biara setelah snack sore kira-kira pukul 17.00 rumah yang akan saya tuju adalah kost-kostan Sdri R di Jalan Lokon 20. Ketika saya sampai di kost saya bertemu dengan beberapa anak kos yang kebetulan ada di luar. Lalu saya tanya pada mereka apakah saya bisa ketemu dengan Sdr R. saya dipersilakan masuk ke ruang tamu, ukuranya kecil mungkin 2x2 disitu hanya ada dua kursi serta vas bunga di tengah meja. Tidak lama kemudian Sdr R datang dan menyapa saya. Saudara R mahasiswi di perguruan tinggi Katolik di Malang, usia kurang lebih 21 tahun jika dihitung semester yang sedang dia tempuh, semester 5. Cukup cantik dan suka mengoda. Karena kedatangan saya sedikit terambat maka saya meminta maaf dan bertanya apa sudah nunggu lama. Dia bilang tidak. Karena saya tidak mau kehilangan waktu maka saya langsung mengutarakan dengan singkat bahwa sebaiknya wawancara dimulai. Tetapi dia menolak karena alasan, saya masih terlalu lelah, ya maklum saya jalan kaki. Selanjutnya dia menawarkan saya minum, mungkin karena melihat saya keringatan. Dia masuk kedalam dan membawa segelas air putih. Setelah minum saya langsung memulai pemibcaraan dan bertanya apakah dia sudah baca form yang saya berikan. Dia bilang sudah. Lalu saya langsung mulai bertanya tentang globalisasi. Tetapi sebelum itu saya menyalakan alat rekam saya. Alat rekam sudah on dan wawancara sedang berlangsung. Sdr R ini orangnya suka bercanda dan sepertinya juga tipe-tipe pengoda, hal ini saya rasakan dari beberapa komentarnya yang sedikit “berani” sepuluh pertanyaan terlewati dengan lancar. Dengan jawaban yang ya sedikit memuaskan. Saya akhiri wawancara saya pada pukul 17.30 lalu setelah saya mematikan alat rekam saya, dia minta alat rekamnya di putar kembali dan kami mendengarkan sampai selesai, lalu sedikit cerita dan saya pulang 17.45 jadi hampir 45 menit saya bercakap-cakap dengan Sdr R.
LAMPIRAN II
Hasil wawancara dengan responden
1 (Wawancara dengan Sdr N di Biara, hari sabtu, pukul 16.25-16.45)
Peneliti { P } Menutmu apa sih yang kamu ketahui tentang globalisasi?
Responden { selanjutnya ditulis miring } Globalisasi perubahan yang lebih maju,
{ P }cuma gitu aja
menurutku seperti itu
{ P }Pengaruhnya apa?
Biasa aja, orang-orang menjadi tidak ‘katrok’, lebih modern, bisa mengerti perkembangan pukulan
{ P }Cuma gitu aja
iya
{ P } Lalu pengaruhnya sebagai orang muda katolik sendiri seperti apa?
Baik-baik saja, cepat dapat informasi, lebih gaul,
{ P }Cuma gitu aja
Trus gimana dong, katanya menurutku
{ P }Globalisasi itu positif, atau negative?
positif banget, contohnya sebelum ada globalisasi kelihatan sekali kalau tidak bisa apa-apa, untuk mendapatkan informasi itu lama, seperti itu,
{ P }menurutmu kamu setuju ngga kalau seperti itu ?
setuju sekali kan globlisasi itu membantu
{ P }Alasanya seperti itu.
ya,
{ P }yang paling tepat.
yang paling tepat alasanya, yang paling tepat alasanya biar ngga ‘katrok’ gitu aja.
{ P }Trus eh.. apa tadi, oya kamu tahu tidak instrument globalisasi?
lha itu HP, internet, alat eletronik,
{ P }lho itu kan yang ada si from ini, iya tapi sejauh kamu tahu,
yang aku tahu ya internet yang peling keliahatan , itu kan yang sering freter kunjungi,
{ P } enak aja, udah ganti yang lain. Terus bagaimana sikapmu menghadapi produk-produk semacam itu, dengan instrument itu, apa yang akan kamu lakukan dan bagaimana kamu menghadapi tantangan lewat produk-produk semacam itu, juga konsumerisme, biasanya orang sering mejeng di mall, ‘TP-TP’ beli barang-barang yang lagi booming atau hedonisme, hedonisme itu kenikmatan sesaat, orang yang suka ngemil, cari enaknya,
lho anda menghina saya ya,
{ P }cari yang instan, nah itu namanya hedonisme, trus sensualisme, kamu tahu kan, yang suka ‘TP-TP’, pake baju seksi, dandan aneh, pokoknya intinya yang menampilkan bagian tubuh biar menarik. Nah gimana kamu cara menghadapi itu semua?
kalau konsumerisme yang aku liat-liat dulu kalau pas ga punya uang atau bajet, kan gak bisa beli-beli, kalau akau boleh ngomong ya kayaknya setiap orang muda pasti hidup dengan budaya konsumerisme, kalau sensualisme , e,e, gimana ya, secara naluri wanita ya kalau ada cowok cakep pasti dia ‘TP-TP’. Untuk hedonisme sejauh ini aku tidak tahu lho kalau suka mean HP, nemil, terus cari enaknya itu buruk. Ya abis gimana lagi dong kan kita orang muda.
{ P }Trus kalau sudah tahu macam-macam intrumen global kayak gitu, kamu merasa tergantung tidak? ngerti maksudnya, dengan adanya alat-alat itu kamu jadi tergantung atau tidak, atau biasa-biasa aja?
Kalu menurutku tergantung banget , tapi kalau aku tergantung tidak banget, atau ngak,
{ P }lho kok gitu,
iya, maksudnya aku merasa tergantung tapi tidak banget, eh misalnya kayak gitu , kalau ga ada HP ga bakalan mati gitu lho, gitu pokoknya intinya seperti itu,
{ P }trus warnet gimana?
Warnet, saya di rumah ada jadi saya jarang ke warnet,
{ P }klo TV,
TV saya lebih suka radio daripada TV, karena TV isinya senetron semua,
{ P }sekarang dikaitkan dengan budaya proses, kamu tahu nggak budaya proses itu apa?
Nggak,
{ P }budaya proses itu semacam kalau kita itu mau melalui segala sesuatu itu harus melalui tahap-tahap, jadi tidak langsung atau insatan. Gimana, kamu mengerti ngak tentang hal itu?
Ngak, ga ngerti, ya mungkin karena kita semua sudah suka ama yang instan.
{ P } Jadi kamu sudah masuk dan menjadi generasi instan dong?
Yai iya lah.
{ P }Nah kalau begitu globalisasi itu menghambat budaya proses atau tidak?
Nggak, soalnya tidak semua orang ikut terlibat dalam globalisasi,…. (Ada ganguan dari temanya)
{ P } jadi menurutmu globalisasi tidak menghambat?
Tidak soalnya tidak semua orang bisa mengikuti globalisasi.
{ P }Lho kok gitu, ya ngak bisa dong!
Lho bisa dong itu kan menurutku
{ P }Lho kok jadi debat ya udah kita lanjutkan, nah sekarang bagaimana pendapatmu, kamu kan sebagai orang muda katolik , kamu yang udah kuliah masih ikut aktif misdinar,
Iya, makasih ya, paling cakep lho aku.
{ P }Ah nggak penting, sekarang bagaimana penadapatmu melihat globalisasi yang seperti itu, kan ada positif dan negatifnya, kan ga semuanya positif, ada yang negative jika dilihat dari pengalaman banyak orang, maksudnya ditengah arus yang semacam itu sebagai orang muda, kamu tadi kan bilangnya setuju, nah lalu apa yang kamu lakukan dari nilai-nilai positifnya misalnya dengan kamu mengatakan setuju itu apa yang akan kamu lakukan untuk gereja.
Kan tadi udah misdinar, ya sudah saya sumbangan diri saya untuk jadi misdinar pda gereja.
{ P }Lha terus kamu berpikir apa, kan nggak cuma jadi misdinar? Apa yang ingin kamu buat, apa yang ingin kamu lakukan lebih dari itu?
Oh,saya akan memberi kolekte setiap minggu ( tertawa….) …….( masih tertawa)
{ P }lalu secara keseluruhan, bagaimana peranan orang muda secara keseluruhan, kamu punya harapan apa untuk orang muda secara keseluruhan, peran apa yang harus dilakukan sebagi orang muda:
kalau bisa mungkin mereka harus lebih taat ke gereja, kan sekarang banyak anak muda yang malas pergi ke gereja, gara-gara semalemnya dugem atau melakukan apa gitu. Pokoknya jangan menjadikan apa yang ada dalam globalisasi itu untuk menghambat perkembangan gereja.
{ P }Sudah kayaknya cukup sampai itu aja. Makasih ya .. sekarang kita makan-makan dulu.
2. ( wawancara dengan Sdr H, hari Rabu pukul 17.00-17.15)
{ P }kamu tahu tidak tentang globalisasi?
Perubahan besar-besaran, era berubah jadi semua itu terserah,….. perubahan yang bebas, seperti revolusi kembali, revolusi ulang
{ P }Sebagai orang muda katolik , globalisasi itu punya pengaruh apa? Bentar menurutmu positif tidak globlisasi itu?
Ya ada positif, ada negatifnya. Pengaruh positif, klo sendainya kita mau cari informasi kita bisa lewat internet, disitu kan lebih cepat,…………( rekaman tidak jelas) lalu negatifnya : kita menyalahgunakan fungsi internet untuk melihat hal-hal yang porno.
{ P } lalu kamu setuju tidak dengan adanya globalisasi?
Setuju
{ P }Alasanya apa?
Apa ya, ya Bagus saja,
{ P }bagus maksudnya lebih membantu gitu?
Iya, jadi karena kedepanya kita semakin dipermudah, lebih tahu karena kita sama-sama bersaing dengan era bebas ini. Tempatnya kan sama, jadi kita harus bersaing, dan tidak sama-sama menggangu. Pada intinya persainganya itu menjadi persaingan yang sehat.
{ P } Terus kamu tahu tidak instrument globalisasi itu apa saja? Atau apa yang kamu tahu tentang pengertian instrument?
Instrument ya sarana, mungkin sarana apa yang ada atau membantu globalisasi
{ P }Ya semacam itu, berarti kamu tahu apa saja yang termasuk dalam instrument globalisasi?
Waduh apa ya, banyak soalnya apa ya, ah bingung aku.
{ P }Kalau seandainya HP, Internet, alat elektronik, termasuk tidak?
Ya termasuk
{ P }Nah sekarang kamu tahu tidak tentang hedonisme, konsumerisme, sensualisme?
Kurang tahu, apa maksudnya kita sebagai penerima era itu harus bagaimana,?
{ P }Eh bukan, maksudnya.., jadi kamu tidak tahu, masksudnya seperti ini, konsumerisme itu adalah budaya yang suka belanja-belanja dan tergoda untuk selalu membeli barang- barang baru, misalnya kalau kita pergi ke mall, atau ke mana. Kalau hedonisme itu lebih cenderung pada sikap kita yang suka cari enaknya atau kenikmatan sesaat. Kalau sensualisme, kita cenderung selalu menampilkan diri kita. Nah sekarang dengan keterangan semacam ini kamu setuju atau tidak, baik atau tidak?
Tidak baik
{ P }Lha kalau tadi instrument globalisai itu dicontohkan dengan HP internet, alat elektronik MP3 atau yang lainya, apa kamu tergantung dnegan itu semua?
Ya tergantung, sangat tergantung
{ P }Jadi kalau tanpa alat itu kamu merasa tergantung?
Kalau aku pikir yang amat tergantung, tergantung sekali
{ P }Jadi kalau tidak ada alat misalnya HP berarti kamu tidak bisa melakukan apa-apa ?
Ya iya, kalau untuk hidup di pukulan sekarang ya tidak biasa tanpa alat-alat aitu, karena kita akan mengalami kesulitan.
{ P }Selanjutnya kamu pernah dengar tidak tentang budaya proses?
Budaya proses, budaya apa ya…
{ P }Budaya proses itu budaya yang harus dilalui dengan bertahap, jadi orang harus berkembang secara bertahap, tidak instan nah itu budaya proses.Nah sekarang sebagai orang muda katolik apa yang akan kamu lakukan dengan arus globalisasi yang memiliki kenyataan seperti itu?
Ya kita terima, kita ikuti arus yang ada
{ P }Jadi menurutmu hal itu tidak buruk bagi kaum muda katolik?
Ya kita kembali ke awal tadi, kan era globalisasi ada positif dan negatifnya, sekarang yang penting bagaiamana cara kita menerima, terus memanfaatkanya dan mengembangkanya dengan melakukan tindakan yang positif
{ P }Sebagai orang muda katolik apa harapanmu ketika arus globalisai ini datang, kira-kira apa harapanmu sebagai orang muda katolik?
Damai, terutama kehidupan antar agama diharapkan menjadi lebih baik, globalisasi itu kan campur, nah sekarang kan banyak oknum-oknum yang masuk-masuk, nah bahaya kan nanti tambah parah, sekarang bagaimana caranya supaya bersatu.
{ P } Apa yang bisa kamu lakukan sebagai oang muda, apa yang bisa kamu lakukan untuk gereja?
Koor,
{ P }Wah… koor, terus apa lagi!
Ya pokoknya lebih terlibat dalam hidup mengereja, pokoknya yang positif kalau bisa jangan yang negative.
{ P }Ya sudah sepertinya pertanyaanya sudah habis makasih banyak ya.
3. (Wawancara dengan saudari C di kapela Misericordia, Minggu 25 November 2007 pukul 11.00-11.15 )
{ P }Menurtmu apa yang kamu ketahui tentang globalisasi?
Perkembangan pukulan menuju kearah yang lebih baik, supaya negaranya lebih maju
{ P }Untuk kaum muda apa pengarunya, untuk setiap pribadi?
Ya biar kita bisa mengetahui dunia luar juga, tidak hanya disini saja, seperti internet kan membantu kita untuk bisa tahu dunia luar, ya pokoknya semuanya lah.
{ P }Jadi kesimpulanya kita lebih dipermudah gitu?
Iya, lebih gampang untuk berhubungan dan berkomunikasi dengan dunia luar
{ P }Lalu pengaruhnya bagi kaum muda katolik sejauh kamu tahu apa kira-kira? Eh sebentar mendingan saya tanya dulu yang ini, menurutmu globalisasi itu positif atau negative?
Ada positifnya dan ada negatifnya
{ P }Positifnya apa?
Kalau positifnya, Kan ada kaum muda yang biasanya suka coba-coba menyalahgunakan sesuatu kayak internet, itu kan juga pengaruh globalisasi kan, nah itu kan sering disalah gunakan oleh kaum muda.
{ P }Itu kan negatifnya
Iya, ya
{ P }Trus positifnya apa?
Ya itu tadi kita bisa berkembang
{ P }Kalau pengaruhnya sebagai kaum muda menurutmu, untuk kamu sendiri, globalisasi itu punya pengaruh apa, untuk kehidupanmu sebagai kaum muda? Misalnya pengarunya dengan pelayanamu menjadi misdinar meski udah kuliah, terus ikut acara-acara kaum muda apa kek? Ada tidak pengaruhnya?
Ya ada , tapi tidak secara langsung
{ P }Nah kalau untuk kaum muda secara keseluruhan kira kira apa pengaruhnya?
Ga tahu
{ P }Yang buruk lah, misalnya yang kamu lihat dikampus, kalu misalnya ada teman yang over kalau memakai HP
Oh iya..iya, ada biasanya ada yang sampe lupa waktu,
{ P }Nah yang semacam itu menurutmu menjadikan mereka pribadi yang seperi apa?
Iya.. eh itu, apa namanya, boros..boros, apa tadi
{ P }Konsumerisme.
Ya itu konsumerisme, bener itu, trus apa lagi
{ P } Atau individualis, tidak kritis, bisa tidak?
Ya. Bisa, eh tapi tergantung juga sih kan ada dua sisi, bisa jadi individualis, yang tidak butuh orang lain tapi juga di satu sisi bisa lebih punya banyak teman, kalau memakai HP kan bisa cari teman banyak.
{ P }Tadai kan udah tahu positif dan negatifnya nah sekarang bagaiman menyikapinya, kalau positif itu harus disikapi seperti apa, dan yang negative itu seperti apa?
Ya harus menyadari kegunaan globalisasi itu apa, jadi ya jangan disalah gunakan
{ P }Nah sekarang kamu tahu tidak intrumen globalisasi itu apa aja, tadi kan HP, Internet lalu apa saja selain itu? Yang termsuk sarana-sarana utuk memperlancar globalisasi.
Email, friendster, internet, ya internet itu kayaknya yang paling banyak?
{ P }Trus kamu tergantung tidak dengan itu semua
Kalau aku HP ya tergantung, kalau sehari ga ada HP ya ga bisa apa-apa, maksudku megang saja, pokoknya ditangan ini harus ada HP,
{ P }Lho misalnya kalau ga ada pulsanya, ga ada yang nelpon, tetap tergantung
Iya
{ P }Berarti kemanapun harus bawa, meski tidak dipakai, bateraynya abis tetep harus dibawa?
Iya pokoknya HP ada ditangan, kalau Internet kadang-kadang ya kalau pas ada tugas aja dimanfaatkan, kalau tidak tida apa-apa.
{ P }Trus alat elektronik atau mode gitu pengaruh tidak?
Ya iya lah biasa kan, cewek-cewek kan perlu bangat, aku ya tergantung, kan biar cepet dapat pacar.
{ P }Ye..trus bagaimana kamu menghadapi hedonisme, konsumerisme, sensualisme
Hedonisme itu apa?
{ P }Hedonisme itu kebisaan atau sikap suka cari enaknya.
Ya gimana ya, ya kita kan tidak bisa dilepaskan dengan sesuatu yang instan? Kalau konsumerisme dan sensualisme ya bagiku itu positif karena kita memanfaatka teknologi, sensualime itu penting lho karena kita bisa mengekspersikan diri kita dengan bebas. Tapi kita harus bisa membatasi diri.
{ P }Nah sekarang sebagai orang muda katolik apa kamu tahu tentang budaya proses?
Tahu tapi ya gimana ya , kita kan tidak boleh meninggalkan budaya proses, tapi kita juga tidak bisa memmungkiri kalau budaya proses ini sudah tercemar oleh globalisasi, sudah memudar gitu, tapi masih ada yang mau bertahan dengan budaya proses kok, jangan kuatir.
{ P }Jadi kesimpulanya globalissi itu mengambat budaya proses ?
Menghambat
{ P }Jadi cenderung menhambat
Ya, jelas
{ P }Nah sekarang sebagai orang muda katolik ketika melihat fenomena globalisasi yang seperti itu, apa yang mau kamu lakukan sebagai orang muda, kamu punya gambaran apa, atau mau berbuat apa sebagai orang muda biar kamu tida terlalu hanyut dan terkena dampak buruk, bagaiman sikapmu?
Apa ya, ya mungkin kita harus terlibat aktif digereja,
{ P }tapi kalau itu hadir dalam hidup mengereja apa yang akan kamu lakukan?
Yya dimanfaatkan, supaya gereja lebih berkembang dan maju.
{ P }Sudah tidak ada lagi.
Tidak { P }Ya sudah kalau gitu, makasih ya.
4. (Wawancara dengan Sdr A di Perumahan Bukit Dieng Minggu 25 November 2007 pukul 17.15-18.45.)
{ P } sore, dah lama ya kita tidak ketemu?
Iya, sudah lama juga aku gak olahraga ke biara
{ P } Sesuai dengan kesepakatan kalau sore ini aku mau minta tolong untuk sedikit wawancara
Ah aneh-enah aja, biasa saja kayak ga kenal aku aja?
{ P } Kamu bebrapa bulan yang lalau kan ke Bogor, katanya kamu ikut pertemuan kaum muda, bisa ceritakan?
Ya gitu dah pokoknya aku kumpul ama orang-orang muda se Indonesia, asik kok, banyak yang cakep?
{ P }Halah bosan, sekarang masuk intinya, kalau ga salah temanya globalisasi dan fundamentalisme agama, nah berhubung aku lagi melalukan penelitian tentang globalisasi maka aku Tanya kamu.
{ P } Menurutmu apa sih pengertian globalisasi?
Ini yang kemarin aku dapatkan, globalisasi itu perubahan yang mengarah pada universal, jadi yang local itu semakin bergeser dan tidak terkendali. Orang –orang bebas, ekonomi, dan segala macamnya.
{ P } Nah kalau gitu pengarunya apa?
Pengaruhnya ya banyak, pokoknya banyak banget, tidak hanya dialami orang awam kayak kami , tapi juga udah ke biarawan kayak kamu yang terpengaruh, buktinya pake rekaman MP3 segala.
{ P } Ngak penting,Sekarang alasanya apa telo,, he..he,,
Yang yang jelas setiap orang itu dituntut untuk bisa ikut, dan terlibat, pasti semua orang akan merasakan pengaruhnya.
{ P } Nah sekarang dilihat dari sudut pandang orang muda katolik apa pengaruhnya?
Pengaruhnya ya, bentar sebenarnya pengaruhnya itu ada dua positif dan negative
{ P } Itu jelas, sekarang positifnya apa?
Positifnya ya kaum muda itu semakin dipermudah untuk menjadi generasi yang modern tidak ketinggalan pukulan, informasi itu mudah masuk tanpa harus repot mencari.
{ P } Negatifnya?
Negetifnya ya banyak orang muda tidak lagi suka pergi ke gereja, malas, karena mereka menganggap apa yang ada diluar itu lebih enak, nyaman,yang rohani itu menjadi tidak penting
{ P } Berarti itu kan buruk,
Ya jelas,buruk sekali,
{ P } Terus kalau seperi itu apa yang terjadi?
Yeng terjadi ya gereja sepi..he,,,,he……..( tertawa)
{ P } Engak maksudku yang lebih mempengaruhi karekter, pribadi, ada tidak unsur-unsur individualis, materalistis, hedonis, dan konsumtif.
Ya jelas ada kan setiap orang bebas memilih tawaran yang ada di luar dari situ kan bisa dilihat, kalo orang muda itu karekternya berubah, jadi yang macem- macem
{ P } Berarti kesimpulanya merubah karekter yang semacam itu tadi
Iya, betul..
{ P } Lalu sejuh ini, sebelum kamu ikut pertemuan kaum muda, kamu tahu tidak apa instrumen globalisasi itu, yang termasuk sarana dari globalisasi?
Duluh sih taunya Cuma internet, kan itu yang lagi booming, tapi setelah aku ikut pertemuan kamu muda aku jadi tau banyak, kalau HP, Mall, trus, majalah Play Boy juga termasuk e… apa …n ( tidak jelas). Pokoknya yang membuat kita itu suka ….( tidak jelas)
{ P } Lalu tentang hedonisme, konsumerisme, sensualisme apa yang kamu ketahui
Konsumerise ya kayak tadi, kalau hedonisme itu apa?
{ P } Hedonisme itu mencari kenikmatan sesaat, kayak maen internet, itu juga masuk, dan lain-lain.
O. kalau itu ya mungkin tahu tapi aku tidak pernah menyadari, maen HP juga termasuk
{ P } jelas,itu kan biasanya juga bagian dari mencari kenikmatan, selanjutnya kamu tahu tidak tentang budaya proses?
Tahu, kemarin itu juga menjadi keprihatinan kami bersama, dan rupanya memang sudah tidak dihiraukan lagi, orang muda sekarang itu suka cari nikmat,dan yang instan, kopi instan, susu instan,mie instan, pokoknya orang itu gak lagi mementingakan yang proses gitu.
{ P } Lalu kalau seperti itu aku melihat bahwa gloalisasi itu mengambat budaya proses? Benar atau tidak?
Bukan hanya menghambat, tetapi juga membunuh, lebih negeri lagi, karena globalissi itu tidak pandang bulu pda siapapun, ya pokoknya lama-lama budaya proses itu bisa hilang.
{ P } Sekarang sebagai orang muda katolik setelah melihat itu semua apa yang akan kamu lakukan, atau harusnya ngapaian orang muda itu? Apa berdiam diri atau gimana? Dan apa harapanmu untuk Gereja dan kamu mau melakukan apa untuk Gereja.?
Ya yang jelas harus hati- hati dan belajar menjadi kritis, meskipun itu sulit, soalnya kalau tidak kritis ya tawaran dari globalisasi akan mudah merasuk pada orang muda.
{ P } Untuk Gereja?
Untuk Gereja, ya harapanku Gereja lebih membuka dan terlibat untuk orang muda? Kalau aku sendiri ya apa ya.. repot sih aku aktif ikut kegiatan Gereja tapi ya kadang kurang dapat perhatian dan dukungan, tapi usaha pribadi ku ya aku mencoba untuk terlibat itu aja. Juga untuk kaum muda lainya punya inisiatif pribadi untuk terlibat aktif.
{ P } Ga ada yang lebih dalam lagi?
Ya apa ya.. ya pokoknya itu untuk yang terjadi sekarang.
{ P } Ya perntanyan nya sudah habis selesai. Makasih banyak, kapan kamu olahraga di biara
Kapan-kapan lah , aku masih repot ama tugas kampus?
{ P } Ya udah gitu aja trims.
5(Wawancara Saudari R. di Jalan Lokon , Minggu 2, Desember 2007 pukul 17.00-17.45 )
{ P } Sorry ya aku telat dikit, tidak apa kan, sudah nunggu lama?
Ya ngak sih tapi cukup lama he..he.. ( tertawa)
{ P } kita mau langsung atau ngapain dulu
Bentar lah farater, frater itu maunya yang langsung, kasihan frater keringatan tak ambilkan minum dulu ( responden pergi ke belakang mengambil minum)
{ P } Trims ya, dah ngrepotin
Ga apa-apa kan jarang dikunjungi frater cakep
{ P } Ah biasa aja, ga usah aneh-aneh.
Kan ga apa-apa goda-goda frater
{ P } Yasudah sekarang langsung aja ya, ntar aku pulangnya kemalaman pukul 19.30 harus udah sampai di biara. Kemarin kan aku udah ngasih from wawancara, sudah dibaca?
Sudah
{ P } Sekarang menurutmu apa itu globalisasi?
Ya sejauh aku tahu sepertinya Kemajuan teknologi dari era tradisional ke modern, adanya perkembangan yang besar-besaran.
{ P } Lebih dari itu apa?
Apa ya..pokoknya ditandai dengan sesuatu yang serba canggih yang bisa dirasakan oleh semua orang
{ P } Jadi arahnya lebih pada manfaatnya untuk semua orang?
Ya seperti itu, pokoknya ada perubahan yang memepermudah orang untuk melakuakn banyak hal tanpa harus repot-repot.
{ P } Lalu kalau begitu pengaruhnya apa?
Pengaruhnya ya dunia semakin maju, apa yang ingin dilakukan orang menjadi lebih mudah, misalnya kalau dulu mau berkomunikasi dengan orang diluar pulau misalnya, harus pakai surat sekarang kan bisa teleopn atau HP atau langsung pergi naik pesawat kan mudah.
{ P } Lha kalau tidak ada sinyal?
Hari gini tidak ada sinyal, ya pake antena, freter ini aneh- aneh saja
{ P } Lho kan bisa, tho, sudahlah kita lanjut. Kalau begitu apa pengarunya cuma yang positif saja, yang negative ada atau tidak sejauh kamu tahu?
Ya ada sih
{ P } Contohnya
Contohnya apa ya.. em .. mungkin kalau aku lihat yang orang, apa,,eh menjadi lebih malas, atau menjadi malas, karena semua sudah tersedia, dan tidak perlu repot- repot. Jadi orang itu kurang mau berusaha, khusunya orang muda.
{ P } Kalau dihubungkan dengan pertanyan berikutnya apakah itu berpengaruh pada karakter orang atau ada efek pada Hedonisme dan konsumerisme, dan sensualisme. Sudah mengerti artinya?
Dikit
{ P } Apa coba, misalnya hedonisme ?
Hedonisme ya cari yang cepat, benar atau salah.
{ P } Ya mirip-mirip lah, cari nikmat macam itu, yang lainya?
Konsumerisme ya jelas, apalagi aku cewek yang jelas ya suka belanja, beli produk baru yang ada diilkankan di TV, apa lagi kalau pas pergi ama pacar, kan mumpung ada yang bayarin.
{ P } Ih matre juga ya, wah ini dampak globalisasi untuk orang muda jadi matrealistis. Trus apa lagi?
Ya konsumerisme itu dekat sekali hubunganya dengan sensualisme, bisanya kalau kita membeli sesuatu misalnya baju atau apalah, tujuanya kan untuk mempercantik tubuh kita, jadi ya aku pikir klop dan baik-baik saja, tidak ada yang salah, tujuanya kan untuk kita dan kemudahan kita
{ P } Tapi kan itu mempengaruhi mentalitas kaum muda sekarang.
Iya tapi kan tidak semua, hanya orang-orang tertentu.
{ P } Yaudah, sekarang kamu tahu tidak instrument globalisasi itu apa saja?
Intrument itu sarana kan
{ P } Betul, anda benar, sekali lagi dapat kaos… ( tertwa bersama)
Instrument globalisasi ya mungkin yang paling tampak sekali khusunya di Malang ini, aku lihat ya internet. Tiap hari kan selalu penuh, ya aku tidak tahu apa yang dilakukan disana , tetapi yang jelas itu amat besar mempengaruhi orang muda.
{ P } Selainitu HP termasuk tidak?
Ya iya, kan tadi sudah dicontohkan HP kan mempermudah orang untuk berkomunikasi.
{ P } Lalu kamu tergantung tidak dnegan itu semua.
Kalau HP ya tergantung, soalnya kan penting sekalit fungsinya, apa lagi kalau pas pergi-pergi kan HP sangat diperlukan. Sebagai salah satu sarana komunikasi yang paling efektif.
{ P } Sekarang kan kamu sudah tahu apa pengaruh negative dan positif dari globalisasi, nah sekarang sebagai orang muda katolik apa yang akan kamu lakukan supaya tidak terbawa arus dalam globalisasi?
Aku, kalau aku ya mengambil mana yang positif artinya kalau itu membantu ya aku ikuti, kalau tidak ya tidak. Ngapain harus repot-repot, apa yang baik ya dimanfaatin yang buruk yang dihindari.
{ P } Caranya bagaimana?
Caranya. Gimana ya, soalnya tipis sih bedanya, ya sulit juga sih
{ P } Kan sulit kan, berarti kamu selama ini tidak nyadar kalau kebiasan belanja trus ketergantungan ama HP itu adalah pengaruh buruk globalisasi.
Lho ga bisa gitu ter, kan pada intinya itu semua membantu dan baik
{ P } Tapi kan itu semua mempengaruhi karakter dan mentalmu menjadi orang yang instan.
Ya iya sih. Tapi juga ga bener kalau dikatakan buruk,
{ P } Ya sudah gak apa-apa. Trus kamu tahu tidak apa yang dimaksud dengan budaya proses?
Budaya proses, apa ya, contohnya apa ter?
{ P }contohnya ya yang tadi itu, suka cari yang mudah , instan, jadi pada intinya tidak mau yang repot-repot
O itu ya tahu kalau dijelaskan seperti itu
{ P }lalu pengaruhnya apa, atau gini, apakah globalisasi itu menghambat budaya proses?
Kalau dijelaskan seperti itu ya aku berkesimpulan ya menghambat.
{ P } sekarang bagaiman caramu untuk tidak sampai ikut arus dengan adanya banyak tawaran dari globalisasi.
Ya sulit, abis aku sudah terbiasa dengan hal itu, jadi ya harus pelan-pelan dan hati-hati.
{ P }Nah lalu sebagai orang muda apa harapanmu untuk kaum muda lainya, dan Gereja, kamu mau berperan apa untuk Gereja, kamu aktif gak di gereja?
Aktif tapi kalau hari minggu aja, tapi aku ikut KMK
{ P } Nah itu salah satunya. Tapi sebenarnya ga Cuma misa aja, harus lebih dari itu. Oke sekarang apa harapanmu?
Ya mungkin kaum muda harus sadar bahwa globalisasi itu ada dan memiliki pengaruh buruk juga, untuk gereja ya yang jelas harus memberi perhatian penuh pada orang muda. Kalau aku yang akan aku lakukan ya memberikan yang terbaik untuk gereja.
{ P } Konkritnya?
Konkritnya ya, misa tiap minggu, ikut doa lingkungan
{ P } Emangnya pernah ikut doa lingkungan
Pernah seh, ferter kan ga tahu.
{ P } Nah sekarang pertanyaanya sudah abis, trus kita ngapain
Sharing , aku mau curhat
{ P } Ah sudah pukul berapa ini? Dah ya.. makasih banyak.
Evaluasi
Sebagai seorang peneliti penelitian sosiologi yang dilakukan kurang lebih 3 bulan, masih memiliki banyak kekurangan. Saya sadar bahwa ini masih dalam tahap latihan, belum pada kenyataan yang sesunggunya. Banyak kesulitan yang saya hadapi di lapangan. Sulitnya mencari responden yang tepat, sulitnya mencari rumusan pertanyan yang mudah dimengerti oleh responden, keterbatasan waktu. Selain itu banyak lagi kesulitan yang saya rasakan berat. Pada perinsipnya saya senang karena akhirnya dapat menyelesaikannya tepat pada waktunya. Mungkin dalam hal ini ada beberapa alasan yang membuat saya mungkin kurang serius dan merasa bahwa peenlitian ini berat, jika dipetakan dalam dua bagian mungkin seperti ini.
Pertama faktor dari pembimbing atau dosen atau STFT.
Ø Pendasaran teori tentang penelitian lapangan saya rasakan masih cukup minim dan kurang rinci.
Ø Tuntutan yang cukup besar membuat peneliti harus mengorbankan banyak waktu dan memprioritaskan penelitian ini.
Ø STFT tidak pernah memberikan pendasaran mengenai metodologi penelitian lapangan.
Kedua factor dari peneliti
Ø Adanya keterbatasan waktu, karena jadwal komunitas yang cukup padat.
Ø Tugas-tugas dari dosen lain untuk semester ini cukup banyak sehingga membuat penelitian ini tidak maksaimal
Ø Kurangnya pemahaman dan informasi pribadi mengenai penelitian lapangan.
Inilah beberapa evaluasi yang bisa saya diberikan mungkin masih banyak yang belum ditunjukan secara rinci, semoga yang sedikit ini menjadi cukup dan berguna. Mlg.10 Des 07 Aris
[1] George Ritzer, Douglas J Goodman, Teori Sosiologi Modern, Jakarta:Kencana,2004. hlm 13
[2] Makalah yang disajikan dalam Kompilasi Tugas Awal Peserta Temu Moderators Jawa Plus 2007, Klender -Jakarta
[3] Bdk. Anthony Giddens,Beyond Left and Right hlm 15
[4] Hans Kung, Etika-Ekonomi Politik Global, Yogyakarta: Qalam,2002, hlm 273-276
[5]Valentinus CP.” Pendidikan Nilai Bertarung dengan Dunia Maya”, dalam Dr. B. A Pareira. O.Carm (ed), Pendidikan Nilai di Tengah Arus Globalisasi. Malang: STFT Widya Sasana 2003, hlm 107
[6] Yasraf A.Piliang, “Realitas-realitas Semu Mayarakat Konsumer: Estetika Hiperrealitas dan Politik Konsumerisme “ dalam Idi Subandi Ibrahim ( ed), Ectasy Gaya Hidup, Bandung: Mizan 1997 hlm 201-202
[7] Bagus Laksana,Tubuh Posmodern, Bejana Sensual, dalam Majalah Basis edisi Maret –Aparil 2003 ( Sex). hlm.5
[8] Lihat buku Spiritualitas Kaum Muda karangan Charles M Shelton, Kanisius 1990
Comments
Post a Comment
Terima kasih atas komentar anda. Tuhan Memberkati!