Mariologi
MARIA DALAM INJIL LUKAS DAN KISAH PARA RASUL
( Tinjauan Biblis Mariologis)
Agustinus Nanang Aris
1. Pendahuluan
Maria adalah pribadi yang sederhana, terbuka akan kehendak Tuhan, pasrah dan kritis akan imannya. Dia seorang wanita yang selalu bersyukur, rendah hati dan tekun mendengarkan serta menyimpan sabda Tuhan dalam hatinya. Dia adalah seorang pribadi yang mengunjungi saudarinya, dan yang lebih penting lagi dia adalah seorang ibu yang selalu setia pada “anak-anaknya”. Hatinya selalu setia mengikuti Yesus, anaknya. Karena kerendahan hatinya dia menjadi teladan bagi banyak orang. Karena keteladanannya ini Gereja dengan penuh iman menetapkan bahwa Maria terkandung tanpa noda dan diangkat ke surga. Berikut ini kami memaparkan Maria dalam Injil Lukas dan Kisah Para Rasul.
Key word: pribadi yang sederhana, terbuka, visitor, ibu, kesatuan dengan Kristus, teladan Gereja.
2. Maria Dalam Injil Lukas dan Kisah Para Rasul
2.1 Maria Dalam Lukas
Siapakah Maria? Lukas dalam Injilnya mengutarakan bahwa Maria adalah seorang perawan Nazaret yang bertunangan dengan Yusuf.[1] Dari sinilah kita bertolak untuk memahami teologi Maria. Maria adalah anggota Gereja sekaligus merupakan simbol kesatuan Gereja dengan Kristus dan persekutuan Kristus terhadap umat-Nya. Di dalam Maria kita semakin melihat Kristus yang meraja dan menjelma menjadi manusia (inkarnasi). Peranan Maria tidak bisa disangkal dalam karya keselamatan umat manusia. Hal ini akan sangat jelas dengan peristiwa-peristiwa dibawah ini.
2.1.1 Maria yang mengandung Yesus (Luk 1:26-38)
Peristiwa Maria mengandung Yesus memiliki hubungan erat dengan peristiwa kabar gembira yang disampaikan oleh malaikat Gabriel. Kabar gembira ini lebih bersifat kristologis yaitu menggambarkan kebesaran Yesus kelak sebagai raja.[2] Dengan menjelma menjadi manusia Yesus yang dikandung oleh Perawan Maria, Allah datang untuk menyelamatkan umat-Nya. Kedatangan Kristus yang dinubuatkan melalui Maria ditegaskan dalam Lumen Gentium: “Setelah genap saatnya, maka Allah mengutus Anak-Nya, yang lahir dari seorang perempuan dan takluk kepada hukum Taurat. Ia diutus untuk menebus mereka, yang takluk di bawah hukum Taurat, supaya kita diterima menjadi anak. Dan karena kamu adalah anak, maka Allah telah menyuruh Roh anak-Nya ke dalam hati, yang berseru, ‘Ya Abba, bapa!”(Gal 4:4-6).[3] Boleh dikatakan bahwa dalam peristiwa kabar gembira, kita dapat melihat terang Kristus melalui Maria.
Kami melihat peranan penting Maria dalam karya penyelamatan. Allah mengutus Putera-Nya menjadi manusia dengan perantaraan seorang perempuan. Kami mencoba untuk menafsirkan bahwa peristiwa ini juga mau menunjukkan sebuah revelasi Allah yang mau turun menyapa manusia. Ketika peristiwa kabar gembira, Malaikat Tuhan menyampaikan bahwa “Roh Kudus akan menaungi engkau.” Hal ini menunjukan bahwa keibuan Maria tidak akan menjadi akibat dari “pengenalan” antara suami isteri, melainkan akan menjadi tugas dari Roh Kudus sendiri. Hal ini dikuatkan dengan perkataan: “Kuasa dari Yang Mahatinggi akan “menaungi engkau (Maria)”. Jadi misteri perkandungan dan kelahiran Yesus (sebagai Anak dari Yang Mahatinggi) diberikan kepada Maria oleh Allah sendiri. Karena itu, Maria tetap memiliki keperawanannya. Itu tampak dalam perkataan Maria “Bagaimana ini akan terjadi sebab aku tidak mengenal seorang pria?”(Luk 1:34).
Bila dikaitkan dengan Perjanjian Lama, kami melihat tipologi antara Kejadian 3:15-24 dengan Luk 1:26-38. Pengertian tentang pohon kehidupan dan peranan Adam dan Hawa dikontraskan dengan pohon kehidupan baru yang ditimbulkan oleh fiat Maria kepada malaikat Gabriel.[4] Jadi, tampak dengan jelas bahwa fiat Maria adalah sebuah pembaharuan iman. Fiat Maria ini juga sebagai tipologi dari pola upacara perjanjian dalam Perjanjian lama. Fiat Maria ini berhubungan dengan ungkapan iman Israel, yang memberi jawaban total kepada Perjanjian. Taat kepada kata-kata “ pengantara” sama dnegan taat kepada Allah sendiri ( Kel 19 , 8; 24, 37; Ezr 10, 12; Neh 5,12; 1 Mak 13,9)
Pertanyaan selanjutnya adalah: bagaimana pola kabar malaikat itu? Kami membaginya dalam 3 bagian besar, yaitu:
1. Penampakan seorang malaikat (malaikat Tuhan atau Tuhan sendiri).
2. Reaksi takut dari Maria. Hal ini tampak dari jawaban malaikat: “jangan takut”.
3. Pemberitahuan tentang kelahiran seorang putra.
Nah, pola kabar malaikat ini membawa sebuah pemahaman baru tentang keperawanan Maria. Dalam pertanyaan Maria pada Luk 1:34 terdapat kata “mengenal”. Kata ini dalam Kitab Suci mengacu pada hubungan seksual (dalam terjemahan PB: ”...karena aku belum bersuami”). Hal ini mengaburkan fakta bahwa Maria sesungguhnya sudah mempunyai seorang suami yang bernama Yusuf. Peristiwa ini menjadi jelas dalam pertunangan Yahudi sebagaimana diceritakan oleh Lukas dalam 1:27. Tetapi, ketika Maria menerima kabar dari malaikat Tuhan, Yusuf ternyata belum membawa Maria ke rumahnya, sehingga mereka belum berhubungan badan waktu itu. Ini memang sesuai dengan dua tahap dalam perkawinan ala Yahudi.
Selain uraian yang cukup panjang menegnai Maria mengandung Yesus sebenarnya ada satu poin yang perlu dilihat secara lebih mendalam, yaitu salam Malaikat Gabriel. Salam Gabriel yang didahului dengan” bersukacitalah” memiliki tipologi dengan Putri Sion. Salam yang diberikan bukan Syalom seperti pada umumnya tetapi “ CaÏŠré”. Sapaan malaikat Gabriel ini tampak dalam ayat 28, “ Bersuakcitalah…….” Kata “ bersukacitalah” merupakan terjemahan dari kata Yunani CaÏŠré. Kata yang sama dipakai dalam ramalan para nabi akan “ putrid Sion”. Mikh.4;10-13; Zak. 2:14-15; Zef. 3:14-18; Yoel. 2:21-27. “ Putri Sion” yang dimaksudkan dalam teks-teks pertama ini adalah “ seluruh bangsa Israel” setelah pembuangan Babilonia. Tetapi secara khusus, Yerusalem,” Kota Suci”, juga disebut “ Putri Sion”. Seluruh Israel dan Yerusalem diajak untuk bersukacita karena peristiwa pembuangan Babilonia , mereka dapat memperbaharui lagi Perjanjian dengan Allah.
Dengan dialamatkannya undangan untuk bersukacita ini kepada Maria pribadi, Lukas mau mengatakan bahwa Maria kini menjadi wakil seluruh Israel, wujud dan sintesis personal seluruh Yerusalem. Marialah Putrid Sion baru, awal Perjanjian baru, yang dihayati setelah pembuangan Babilonia. Walaupun undangannya sama, yaitu untuk bersukacita, kita juga tahu bahwa alasanya jelas berbeda. Maria diundang bergembira karena Putra Allah akan menjelma di rahimnya ( Luk. 1:31-32), ia tidak perlu takut , ia kini menjadi bait Allah yang baru, tabut Perjanjian Baru. Anaknya akan menjadi raja dan penyelamat atas kaum keturunan Yakub, yaitu Gereja ( bdk. Kis. 20:28).
2.1.2. Kunjungan Maria Kepada Elisabet (Lukas 1:39-56)
Dalam Luk 1:36, lewat pemberian tanda, malaikat memberikan informasi kepada Maria tentang Elisabet. Setelah itu, Maria pergi mengunjungi Elisabet. Kunjungan Maria ini dilihat oleh Lukas sebagai salah satu bentuk ketaatan Maria sebagai hamba Tuhan. Lukas menampilkan Maria sebagai tokoh utama dalam peristiwa ini.
Perikop ini tersusun atas dua bagia besar, yaitu:
1.kata-kata Elisabet atau sambutan Elisabet atas kedatangan Maria (Luk 1:42b-45)
42b. Diberkatilah engkau di antara wanita
dan diberkatilah buah rahimmu.
43. Siapakah aku ini sehingga ibu Tuhanku datang mengunnjugi aku?
44.Sebab sesungguhnya, ketika salammu sampai kepada telingaku. Bayi dalam rahimku melonjak kegirangan
45.Dan berbahagialah dia yang telah percaya bahwa akan ada pemenuhan terhadap apa yang telah dikatakan kepadanya oleh Tuhan.
Kami hendak mengatakan bahwa pada baris pertama (42b) di atas merupakan sapaan yang lazim dalam PL terhadap wanita-wanita terkenal yang turut membebaskan umat Allah dari bahaya. Namun, sapaan kepada Maria ini menandakan bahwa Allah memakainya dalam karya keselamatan-Nya. Baris kedua senada dengan janji Musa kepada Israel bahwa jika Israel taat kepada firman Allah, maka Allah akan memberkati buah kandungannya (Ul 28:1,4). Hal ini terjadi dalam diri Maria sebab, dia telah taat pada firman Allah (Luk 1:38). Ayat 45 tampak jelas bahwa keibuan jasmani Maria bukanlah satu-satunya dasar bagi terberkatinya Maria, tapi lebih karena imannya akan apa yang dikatakan Allah. Puncak dari pujian Elisabet ini mau menekankan bahwa Allah telah memilih Maria karena iman Maria (mengenai iman ini akan kita bahas dalam magnificat Maria).
Selain itu kisah kunjungan Maria kepada Elisabet memiliki korespondensi dengan kisah pemindahan Tabut Perjanjian dari Baale-Yehuda ke Yerusalem yang terdapat dalam 2 Sam. 6:2-16.
1. Perpindahan tabut Perjanjian dan perjalanan Maria terjadi di Yehuda; 2 sam. 6:1-2; Luk. 1:39
2. Ke dua episode ini sama-sama membangkitkan kegembiraan; 2 Sam 6:5,12,14,16 ( bdk ayar 21); Luk 1:41.
3. Daud dan umat Israel maupun Elisabet berpekik gembira; 2 Sam. 6:10,11a; berkat untuk rumah Obed-Edom: Luk 1:41,44: berkat untuk rumah Zakaria.
4. Ada rasa takut yang suci atas kehadiran tabut Perjanjian dan Maria, karena merasa tidak pantas dan hormat yang dalam; Daud terhadap” tabut Tuhan”; 2 Sam 6 : 9; elisabet terhadap “ ibu Tuhanku”; Luk 1:43.
5. Durasi waktu : tabut Perjanjian di rumah Obet-Edom selam tiga bulan ( 2 Sam. 6:11). Maria tingal di rumah Elisabet “ kira-kira tiga bulan” ( Luk. 1:56)
Jadi dengan hadirnya Yesus, rahim Maria kini menjadi Tabut Perjanjian Baru. Maria dilihat sebagai yang membawa “ yang kudus” sehingga Elisabet dan Yoh Pembaptis yang mengenalnya, tidak tahan untuk berpekik gembira seperti yang dilakukan orang Israel ketika melihat Tabut Perjanjian sebagai tanda kehadiran Allah.
2. Kidung Maria atau Magnificat (Luk 46-55)
Perlu diketahui bahwa ada beberapa pendapat mengenai siapa yang mengucapkan magnificat. Namun sebagian besar para ahli yakin bahwa Lukas menempatkan Magnificat ini dalam mulut Maria. Lukas mempunyai alasan sendiri yaitu karena perasaan-perasaan yang terkandung di dalamnya pada umumnya cocok dengan keseluruhan pandangannya tentang Maria. Kami melihat hal ini juga dikuatkan dengan sikap religius Maria yang miskin dan rendah hari. Penginjil kiranya bermaksud memasukkan Maria dalam bilangan kaum anawim, karena kaum anawim merasa tidak mempunyai apa-apa dihadapan Allah. Kaum ini tidak menempatkan nasibnya pada kebanggaan, kekuatan dan kekayaan insani. Nah, menurut penginjil sikap ini ada pada Maria, Ibu Yesus. Hal ini terasa dalam madah yang diletakkan penginjil pada mulut Maria yaitu ”magnificat”.[5]
Kemudian apa sumbangan Magnificat bagi Maria?
Ada banyak tema dalam magnificat yang sejajar dengan tema keseluruhan Injil Lukas. Dengan menempatkan Magnificat dalam mulut Maria, yang sebelumnya disebut berbahagia, Lukas mau menampilkan Maria sebagai juru bicara tema pembalikan yang akan menjadi bagian penting pewartaan Injil. Jadi, jika sebelumnya, dengan menerima firman Allah, Maria menjadi orang Kristen pertama yang memenuhi kriteria kemuridan dan keanggotaan keluarga eskatologis Yesus (8:21) di sini ia tampil sebagai pewarta terlebih dahulu.
Seruan Magnifikat ini dalam Perjanjian lama adalah kidung orang miskin yang ditolong Tuhan, mengikti sekema Hana ( 1 Sam. 2:1-10) strukturnya adalah sebagai berikut;
A. 1: 46-50; sebagai tindakan Allah dalam diri Maria
Bagian ini adalah luapan sukacita Maria atas dua tidakan Allah dalam dirinya
1. Allah , Tuhan dan Juruselamat “ telah memperhatikan tapeinosis hambanya” (1:48a). Tpeinosis mengungkapkan sikap rohani para hamba Yahwe, kaum anawim, yang didalamnya merangkum makna kekecilan, kemiskinanm kehampaan, kerendahan hati dll. Ciri ini menunjuk pada Israel seluruhnya sebagai “ hamba Yahwe” Luk. 1: 54; Yes 41:8). Kesimpulanya tapeinosis- nya Maria adalah sintesis seluruh Israel.
2. “ Yang Mahakuasa telah melakukan ‘Perbuatan- perbuatan besar’ kepadaku” ( 1:49 a). Perbuatan-perbuatan besar dalam Perjanjian Lama merujuk pada tindakan Allah yang meninggikan yang rendah ( Ayb. 5:9-15), pembebasan bangsa Israel dari Mesir ( Ul. 10:21) dan pengembalian orang Israel dari Babilonia ( Yer, 33:3). Dalam Magnifikat , perbuatan besar Allah yang dimaksudkan Maria itu tentu mengarah pada dirinya yang sedang mengandung dalam keadaan perawan.
2.1.3 Maria dan kelahiran di Betlehem (2:1-20).
Sesudah kunjungan ke Elisabet, Lukas menyatakan bahwa Maria pulang ke rumahnya (Luk 1:56) selanjutnya Lukas berbicara mengenai kelahiran Yesus. Kita akan semakin memperdalam peran Maria dalam kelahiran Yesus dengan adanya dua ayat yang mengimplikasikan peran Maria dalam kelahiran di Betlehem, antara lain:
a. “... bersama-sama dengan Maria tunangannya” (Luk 2:5)
Dikatakan bahwa masih ada perbedaan pendapat di antara para ahli mengenai penggunaan kata “tunangan” dalam ayat ini.[6] Dikatakan pula bahwa kebanyakan naskah kuno mendukung pemakaian kata “tunangan” dan bukan kata “istri”. Kita dapat melihat bahwa Maria pergi bersama Yusuf dalam keadaan “hamil tua”. Pernyataan ini dapat saja mengandaikan bahwa Yusuf sudah membawa Maria ke rumahnya sebagai isterinya (bdk. Mat. 1:24). Karena itu agak mengejutkan bahwa Lukas memakai kata “tunangan” di sini. Dapat dikatakan, bahwa mungkin saja Lukas menggunakan kata “tunangan” ini untuk menegaskan keperawanan Maria dan mau mengatakan, bahwa Maria mengandung sebagai perawan, (bdk:1:26-35). Gereja pun mengakui hal tersebut.[7] Dalam Injil Lukas tidak dikatakan secara eksplisit bahwa Maria adalah perawan. Kita dapat menemukan sebuah tafsiran tulisan mengenai keperawanan Maria dalam Injil Matius (tetapi dia tidak bersetubuh dengannya).[8] Penginjil Lukas juga menggambarkan kelahiran Yesus dengan mengatakan bahwa: “Maria membungkus-Nya dengan kain lampin dan dibaringkan-Nya di dalam palungan” (Luk.2:7). Suatu kisah yang penuh dengan keunikan, yaitu Bunda membungkus Sang Putra dengan kain lampin dan membaringkan-Nya dalam palungan. Suatu persalinan yang tanpa rasa sakit. Suatu kelahiran seorang perawan Maria, ketika mengandung, juga adalah Sang Perawan. Menjadi ibu yang tetap perawan (murni) pula. Maria adalah wanita yang tetap perawan sebelum, selama dan sesudah melahirkan. Hal ini menjadi dasar pemikiran Gereja lebih dari dua ribu tahun. Dapat dikatakan, bahwa keperawanan Maria adalah selalu padu baik jiwa maupun badan. Maria adalah perawan yang manusiawi sekaligus abadi baik di dunia maupun di surga.
b. “Maria menyimpan segala perkara itu di dalam hatinya” (Luk.2:19)
“IbuNya menyimpan segala perkara itu di dalam hatinya” (Luk.2:51)
Ungkapan “menyimpan segala perkara itu” juga muncul dalam Kej. 37:10-11.[9] Sesudah Yusuf menimbulkan iri hati para saudaranya dengan mimpinya, dikatakan bahwa “ayahnya menyimpan segala perkara itu dalam hatinya”. Barang kali ungkapan ini mau mengatakan arti terus-menerus memikirkan. Sedangkan kata “symballein” (merenugkan) berarti berusaha menginterpretasikan hal-hal yang gelap dan sulit, yang maknanya seringkali hanya dengan bantuan Ilahi dapat dipastikan.[10] Kalau pernyatan “menyimpan segala perkara itu” dalam Injil Lukas digabungkan dengan ide di atas, (kata Symballein) barangkali maksudnya adalah bahwa Maria telah memelihara dalam hatinya kata-kata dan kejadian-kejadian misterius sekitar kelahiran dan juga sekitar penemuan Yesus di Bait Allah dan berusaha menafsirkannya. Hal ini berarti bahwa Maria tidak segera memahami semua yang telah didengarnya, tetapi ia mendengar dan membiarkan segala kata dan kejadian itu meresap ke dalam ingatannya dan terus berusaha memahami maknanya.
Kalau kita kembali kepada sikap Maria terhadap perbuatan besar Allah kepadanya, kita dapat melihat bahwa reaksi Maria itu merupakan bagian dari satu rangkaian reaksi terhadap berita kelahiran Yesus (2:17-20). Kita bisa melihat dalam 2:17 dan 20 reaksi para gembala yang memberitahukan firman, lalu kembali sambil memuliakan Allah. Dalam ayat 18, ada reaksi keheranan dari semua orang yang mendengarkan berita dari para gembala itu.
Reaksi yang ketiga adalah Maria menyimpan segala perkara itu di dalam hatinya dan merenungkannya” (ayat 19). Dalam 2:19 dan 2:51, Lukas memperteguh pelukisannya tentang Maria sebagai murid teladan yang bukan hanya heran atas sabda Allah, tetapi terus memikirkan maknanya sehingga imannya bertumbuh besar. Dengan demikian, Lukas melihat Maria sebagai model kemuridan Kristen. Reaksi Maria dalam hal ini adalah reaksi kerendahan hati, keterbukaan untuk menerima, dan ketaatan pada kehendak Allah. Lukas melihat bahwa sikap awal Maria yang “menyimpan segala perkara itu dalam hati dan merenungkannya” sebagai sikap yang menuntunnya kelak kepada komunitas sesudah paska.
2.1.4 Maria mempersembahkan Yesus di bait Allah
Sesudah kelahiran Yesus, Lukas menyampaikan dua peristiwa lagi yaitu pertama tentang penyunatan dan pemberian nama si anak “setelah genap delapan hari” memenuhi perintah malaikat kepada Maria (Luk 1:2:21). Dan yang kedua menyangkut persembahan Yesus di Bait Allah pada saat pentahiran orangtua-Nya. Semua itu sesuai dengan Hukum Musa (ayat 22, 23, 24, 39). Sekarang mari kita menyimak peristiwa Yesus dipersembahkan di kenisah.
Peristiwa Yesus dipersembahkan di kenisah dikatakan oleh Lukas sebagai peristiwa yang cukup istimewa karena.
· Yesus menyerahkan dirinya melalui perantaraan orang tuanya kepada Bapanya.
· Maria terlibat dalam persembahan Sang Putera. Peristiwa ini mau tidak mau secara tidak langsung mengawali peran serta Maria dalam karya keselamatan Yesus.
· Melalui peristiwa ini Maria digambarkan sebagai pribadi yang taat pada Allah melalui hukum Taurat.
Sebagai orang tua dan orang yang taat pada hukum Taurat, Yosef dan Maria memiliki kewajiban untuk membawa putranya kepada Allah setelah genap waktu pentahiranya. Tradisi masyarakat Yahudi begitu kuat dalam hal ini. Lukas mau menggambarkan sosok Maria sebagai ibu yang taat dan patuh pada hukum Taurat. Lukas memang tidak menulis bahwa mereka tidak menebus Yesus tetapi mempersembahkan-Nya pada Tuhan. Hal ini mau digarisbawahi bahwa dalam dirinya, Maria memiliki sikap kepatuhan dan kepasrahan bahwa apa yang ia miliki, yaitu anak sulungnya pertama-tama bukanlah miliknya tetapi milik Allah. Yesus tidak perlu ditebus karena Dia dengan sendirinya akan menjadi korban penebusan bagi umat Israel. Maria pergi ke Bait Allah semata-mata hanya untuk menguduskan Puteranya pada Allah. Meskipun Maria adalah ibu-Nya, Yesus bukanlah milik Maria, melainkan milik Bapa-Nya. Maria hanya menginginkan agar Bapa dengan bebas dapat memimpin dan membimbing Putra-Nya, seperti yang ia kehendaki.
Dalam peristiwa ini Maria menunjukan ketaatannya pada kehendak Bapa. Secara bebas Maria mau menyerahkan Putranya kepada Bapa. Persembahan ini memberikan simbol dalam diri Maria sebagai citra Gereja. Di dalam Gerejalah Yesus setiap hari dipersembahkan, yaitu tubuh dan darah-Nya, kepada Bapa. Di sinilah Maria senantiasa akan mewujudkan kesetiaan dan ketaatan sampai Putranya menderita sengsara dan wafat. Ia hadir sebagai mater ecclesia (Ibu Gereja).[11]
Peristiwa kedua ini selain tema mempersembahkan Yesus, adalah dialog atau para ahli sering menyebutnya sebagai wawancara antara Simeon dan Maria. Ketika Simeon sedang berbicara, Maria tidak mengucapkan sepatah kata pun. Simeon berbicara, Maria mendengarkannya. Sikap mendengarkan Maria yang begitu dalam membawanya pada persatuan Roh. Maria dipenuhi oleh Roh Kudus. Teladan mendengarkan menjadi citra khusus dalam diri Maria. Ia mendengarkan dan kemudian merenungkan dalam hati yang tenang dan hening. Dalam kejernihan hatinya ia membuka hatinya hanya untuk Allah. Melalui Simeon Maria dipertegas bahwa ia adalah seorang ibu. Ia adalah ibu yang nanti akan menderita karena pedang akan menembus jiwanya (Luk 2:35). Dalam hal ini Maria ditunjukan bahwa dirinya akan secara langsung terlibat dalam karya keselamatan yang akan dikerjakan oleh puteranya. Keduanya akan membentuk satu kesatuan yang tak terpisahkan. Yesus tidak dapat dipisahkan dari Maria, begitu juga sebaliknya. Tetapi, ada kalanya Yesus membuka jalan bagi orang menuju kepada Maria (bdk: Yoh. 19:27). Dalam hal ini Simeon melihat bahwa panggilan Yesus adalah panggilan Maria. Maria adalah tanda dan gambar Gereja yang senantiasa bersama-sama menggenapkan apa yang kurang dalam tubuh Gereja yaitu penderitaan dan sengsara Yesus.
2.1.5 Maria dan Penemuan Yesus dalam Bait Allah (Luk 2: 41-52)
Adegan ini memuncak dalam sebuah konfrontasi antara orangtua dan si Anak yang kini berumur 12 tahun. Inti dari seluruh perikop ini terletak dalam ayat 48-50. Dalam perikop ini, Lukas mengetengahkan persoalan kekurang-mengertian orang tua Yesus tentang putra mereka. Ketidak-mengertian itu dapat diketahui dalam ayat 48, “Dan ketika orang tua-Nya melihat Dia, tercenganglah mereka”. Dan dalam ayat 50 dengan terang-terangan diungkapkan ketidak-mengertian itu.
Maria berkata: “Nak, mengapakah Engkau berbuat demikian terhadap kami? Bapa-Mu dan Aku dengan cemas mencari Engkau, (ay 48). Kata-kata ini memperlihatkan pada kita bahwa Maria sedang memandang Yesus sebagai anaknya dalam tataran biologis biasa. Maria sedang menunjukkan peranannya sebagai ibu yang secara naluriah mau melindungi anaknya. Sebagai seorang ibu, Maria khawatir akan keselamatan anaknya sehingga dia dan suaminya terus mencari sampai tiga hari.
Namun, Yesus menjawab ibu-Nya: “Mengapa kamu mencari Aku? Tidakkah kamu tahu bahwa Aku harus berada di rumah Bapa-Ku?” Jawaban ini bukanlah suatu tampikan yang kasar melainkan suatu rasa kecewa Yesus bahwa ternyata selama 12 tahun orang tua-Nya masih belum mengenal Dia. Selain itu, dari jawaban ini Yesus sedang memperjelas siapa diri-Nya. Dia adalah Allah. Maka, perlulah ada jarak antara Yesus dengan orang tua duniawi-Nya.
Dalam ayat 50-51, Lukas menggagas bahwa penerimaan Firman Allah secara penuh, pemahaman yang tuntas tentang siapakah Yesus sesungguhnya, serta kemuridan yang utuh, belumlah mungkin. Ini baru akan dimungkinkan lewat karya, salib dan kebangkitan Kristus.
2.2 Maria dalam Kisah Para Rasul
2.2.1 Maria Dalam Komunitas Yerusalem (Kis 1: 14)
Inti yang hendak disampaikan Lukas dalam ayat 14 adalah bahwa Maria dan saudara-saudara Yesus merupakan anggota jemaat beriman setelah kebangkitan. Maria senantiasa bersatu, bertekun dalam doa dan seia-sekata dengan mereka yang akan membentuk Gereja yang Ilahi pada waktu Pentekosta. Maria dengan doa-doanya memohon kurnia Roh, yang pada saat warta gembira dulu sudah menaunginya. Bagi Lukas, Maria adalah seorang murid sejak mengandung Yesus. Dan dalam Lukas 8:19-21 diperlihatkan bahwa Maria dan saudara-saudara Yesus sudah memenuhi kriteria keanggotaan keluarga eskatologis Yesus. Dan dalam Kis 1:14 ini dipertegas lagi mengenai keanggotaan Maria dan saudara-saudara Yesus dalam jemaat beriman. Dalam ayat ini Lukas secara konsisten melukiskan Maria sebagai murid yang setia pada pendiriannya: “Sesungguhnya Aku ini hamba Tuhan, jadilah padaku menurut perkataan-Mu itu”.
Setelah Yesus terangkat ke surga, para rasul dengan beberapa perempuan dan Maria, Ibu Yesus, serta saudara-saudara Yesus bersama-sama naik ke ruang atas untuk bertekun dengan sehati dalam doa. Perempuan-perempuan yang dimaksud di sini adalah para wanita yang disebutkan pada waktu penyaliban, penguburan dan penemuan makam kosong (Luk 23:49,55; 24:10; 8:2-3). Sementara kesebelas rasul itu adalah “mereka yang senantiasa datang berkumpul dengan kami selama Tuhan Yesus bersama-sama dengan kami, yaitu mulai dari baptisan Yohanes sampai hari Yesus terangkat ke surga meninggalkan kami” (Kis 1:21-22).
3. RELEVANSI
Dalam kehidupan beriman masa kini, kita melihat devosi kepada Bunda Maria semakin marak. Hal ini salah satu tampak dari banyaknya gua Maria yang didirikan. Umat dengan penuh keyakinan percaya bahwa Bunda Maria bisa membantu mereka dalam menyampaikan permohonan mereka kepada Yesus. Dalam hal ini, kami mau memaparkan bahwa Maria hadir untuk semakin memperjelas Kristus. Maria menghantar orang kepada Kristus. Maka, perlulah devosi kepada Maria harus diperjelas dan diperdalam lagi dengan menekankan iman Kristologis. Hal ini bermanfaat agar devosi itu tidak kabur dan tidak berkesan mengagungkan Maria namun menghantarkan orang pada Kristus.
Di zaman yang semakin modern ini banyak kemelaratan, rasisme, luka sosial yang sering diderita orang Kristen membuat orang tersadar ketika melihat sikap Maria. Banyak orang Kristen meneladani sikap-sikap Maria. Kepasrahan yang kritis membuat orang Kristen menjadi kuat dalam menghadapi segala tantangan di dunia ini. Mereka percaya bahwa Bapa di surga tidak akan membiarkan umat-Nya dalam penderitaan.
Para ibu banyak belajar dari sikap Maria yang selalu mendoakan dan menyertai anaknya baik dalam suka maupun duka. Sikap ini sangat mulia. Seorang Kristen dalam suatu paroki bisa mengunjungi saudara-saudara seiman, bersilaturahmi dan saling mengasihi serta menyayangi sesama.
Perkataan ”Ya” yang diucapkan Maria dalam mengikuti kehendak Allah menjadi contoh bagi kita untuk menjawabi panggilan hidup kita masing-masing. Penyerahan dirinya tanpa syarat itu mendorong kita untuk tetap setia dan konsisten dengan pilihan hidup yang kita jalani.
Sebagai murid teladan, Maria dengan penuh kerendahan hati, keterbukaannya untuk menerima, dan ketaatannya, mau menjalani ujian-ujian dalam mengikuti kisah-kisah hidup Yesus sampai di salib. Sikap kemuridan ini mendorong kita untuk selalu setia memikul salib-salib kita setiap hari, apapun ujian yang akan kita hadapi.
Daftar Pustaka
Francesca Perillo, Maria. Do you know our Lady? Jakarta: Marian Centre Indonesia. 2006.
Groenen. C. Dr. MARIOLOGI Teologi dan Devosi. Yogyakarta: Kanisius.1988.
Handoko, Petrus Maria. Santa Perawan Maria, Bunda Allah dalam Misteri Kristus dan Gereja. Malang: Dioma. 2006.
KONSILI EKUMENIS VATIKAN II. Konstitusi Dogmatis tentang Gereja’Lumen Gentium.’
Kristiyanto, Eddy. Maria dalam Gereja. Yogyakarta: Kanisius,1987.
Martin Harun, A pitoyo Adi. Maria dalam perjanjian Baru. Jakarta: Obor. 1988.
Paulus Yohanes II. Redemptoris Mater (Ibunda Sang Penebus). Jakarta: Dokumen KWI. 1987
[1] Bdk Luk 1: 27
[2] Martin Harun, A Pitoyo Adi, Maria dalam Perjanjian Baru, Jakarta : Obor, 1988 hlm 45
[3] KONSILI EKUMENIS VATIKAN II, konstitusi Dogmatis tentang Gereja’lumen gentium’ art 52
[4] Petrus Maria Handoko, Santa Perawan Maria, Bunda Allah dalam Misteri Kristus dan Gereja, Malang: Doima, 2006, hlm 64
[5] Eddy Kristiyanto, Maria dalam Gereja, Yogyakarta: Kanisius,1987, hlm 31-32
[6] Bdk. Maria dalam Peranjian Baru, Dr. Martin Harun dan A. Piyoyo Adhy, Jakarta: Obor, 1988, hlm. 54.
[7] Bdk. Konstitusi Dogmatik tentang Gereja, bab VIII, artikel 57.
[8] Maria Francesca Perillo, Do you know our Lady?, Jakarta: Marian Centre Indonesia, 2006, hlm. 78.
[9] Op. cit.
[10] Op. cit; hlm. 56
[11] Lumen Gentium art 63
Comments
Post a Comment
Terima kasih atas komentar anda. Tuhan Memberkati!