Filsafat Asik ( Posmodernisme)


Globalisasi Sebagai Soft Terminologi  dari Kapitalisme Baru[1]
Agustinus Nanang Aris
Pengantar
            Tulisan ini secara garis besar hendak berbicara mengenai Globalisasi, sebagai soft terminology dari kapitalisme baru. Globalisasi disini bukan hanya dimaknai sebagai suatu terminologi, Lebih dari itu globalisasi adalah ideologi baru yang merambah segala bentuk kehidupan manusia pada jaman ini. Globalisasi seakan-akan menghilangkan sekat-sekat antar Negara. Seluruh belahan dunia ini akan dengan mudah diketahuai hanya dengan duduk dikamar dengan satu piranti komunikasi yaitu computer. Ketika produk-produk dari globalisasi merambah dalam hidup manusia, mau tidak mau secara tidak sadar kita semua menjadi tergantung pada itu semua. Ketergantungan akan produk dari globalisasi jika dilihat lebih jauh, akan berujung pada ketergantungan global. Ketergantungan global semacam ini secara tidak sadar sebenarnya membelenggu kita. Jika disederhanakan globalisasi sebenarnya tidak lebih dari soft terminology baru bagi  kapitalisme. Mengapa? Karena ketergantungan kita pada produk globalisasi adalah ketergantungan kita pada apa yang disebut dengan pasar. Ketika pasar sudah menguasai hidup manusia dengan produk globalisasi, diantaranya teknologi dan kebutuhan lainya, maka pasar secara lebih nyata menjelma menjadi lahan kapitalisme.

Globalisasi dan Pengertianya
            Dalam pengertian umum globalisasi dimengerti sebagai dunia yang tanpa sekat dan masuknya unsur-unsur budaya, ekonomi, diseluruh belahan dunia ke dalam belahan dunia lain pada setiap bangsa. Jika dilihat lebih dalam, globalisasi tidak terbatas pada satu definisi semacam itu. Definisi globalisasi tidak terbatas pada satu terminology yang dapat dimengerti secara mudah. Membicarakan globalisasi mau tidak mau kita diajak untuk melihat dunia secara lebih kompleks dan penuh dengan hal-hal tersembunyi. Dalam pemahaman ini saya mau mengatakan bahwa globalisasi itu memliki ruang ambivalensi. Mengapa memiliki ruang ambivalensi? Dikatakan memiliki ruang ambivalensi  karena globalisasi memiliki dua pengaruh besar dalam ranah hidup manusia. Globalisasi tidak hanya menyoal mengenai sebuah kemajuan dalam peradaban manusia.  Melainkan lebih dari itu, globalisasi di satu pihak membuka peluang besar untuk perkembangan manusia; dipihak lain globalisasi menimbulkan dan menghasilkan ketakutan-ketakutan yang ditandai dengan efek-efek negative yang menimpa kehidupan kita. Efek-efek itu antara lain, kemiskinan structural, kesenjangan sosial dan kerusakan sosial. Dengan kata lain globalisasi dapat diringkas sebagai ‘ruang kegembiraan dan ketragisan’.
            Pengertian globalisasi memang tidak bisa dikrucutkan menjadi sesuatu yang amat sederhana. Bagi saya globalisasi memiliki kerumitan tersendiri, maka tidak ada batasan yang paling tepat untuk mendefinisikan globalisasi dalam definisi tunggal.  Globalisasi bagi banyak orang secara sederhana dianggap sebagai sesuatu yang menarik dan menunjang kelangsungan peradaban manusia. Mereka seringkali salah menafsir mengenai globalisasi sebagai satu kemajuan yang tanpa memiliki efek-efek negative. Dalam hal ini memang globalisasi memiliki ruang dimana orang bebas menafsir apa saja, termasuk teknologi dan science,  tetapi tafsiran meraka seringkali berat sebelah dan selalu mengarah pada yang positif saja. Berbeda dengan Antony Giddens, ia mendefinisikan globalisasi sebagai suatu model, paradigma  kehidupan itu sendiri. Globalisasi bukanlah sekedar isu ekonomi, melainkan fenomena cultural, politik dan sosial.[2]

Jenis-jenis Globalisasi
            Untuk membedakan secara lebih jelas dan mengerti lebih gamblang mengapa globalisasi disebut sebagai soft terminology dari kapitalieme baru, yang pertama -tama harus dirunut adalah dengan melihat macam atau jenis globalisasi.
            Yang pertama harus dilihat adalah globalisasi cultural atau budaya. Globalisasi  budaya memiliki keterkaitan erat dengan arus media dan komunikasi. Dua macam instrument global inilah yang sampai saat ini yang cukup mudah diterima oleh kita semua. Sebagai contoh HP dan Internet, dua instrument ini memiliki pengaruh yang sukup signifikan dalam membentuk dan mempengaruhi karakter setiap manusia yang menggunakanya. Dalam hal ini kaum muda menjadi sasaran utama. Hidup tanpa HP seolah-olah tidak lengkap atau kurang, bangun tidur yang pertama dipegang HP, mau makan, mau kerja, dan lain sebagainya. HP menjadi instrument global yang membuat kita memang lebih mudah dalam berkomunikasi dalam jarak yang jauh. Namun hal itu tanpa kita sadari HP sebenarnya menciptakan ruang ilusi dimana sekat-sekat privasi menjadi tanpa batas, bahkan menciptakan karekter yang individualistic. Kehadiran dan fungsi tubuh dalam relasi antar pribadi menjadi semu. Internet lebih lagi karena setiap hari kita semua dibanjiri beribu-ribu atau bahkan lebih, bermiliaran informasi yang mengalir begitu derasnya, dan mau tidak mau kita tidak bisa membendung hal ini. Jika ditelisik kebelakang yang mencipta ini semua adalah teknologi dan teknologi sendiri secara tidak langsung membawa visi yaitu menciptakan pasar dan lagi-lagi pasar mencipta apa yang disebut dengan kapitalisme. Maka Microsoft, Google, Nokia dan lainya adalah kapitalis-kapitalis baru yang muncul saat ini.
            Yang kedua globalisasi ekonomi. Globalisasi ekonomi mengandaikan setiap orang dari berbagai bangsa  melakukan transaksi jual beli, pertukaran barang, kompetisi dan monopoli barang dagangan. Maka ketika pelaku pasar didunia mulai menawarkan barang dan melakukan transaksi, manipulasi dan monopoli ekonomi akan muncul[3]. Dan tidak bisa dipungkiri lagi, apa yang disebut kapilaisme semakin menjamur dan mempengaruhi kehidupan masyarakatnya. Lalu efeknya manusia-manusia mengalami ketertindasan, karena mereka dijajah oleh pasar, dan harus bersaing untuk bertahan hidup. Dan disini akan muncul siapa yang kalah dan yang menang, yang kalah adalah mereka yang tidak punya kekuasaan dan yang yang menang yang memiliki kekuasaan. Sehingga apa yang disebut MacDonalisai, Coca-Colaisasi, Hollandisasi dan segala macamnya secara tidak langsung menindas mereka yang tidak memiliki kemampuan untuk menikmati produk-produk dari Coca-Cola atau MacDonals, kalaupun toh mampu mereka sebenarnya hanya sebagian kecil dari manusia yang berusaha menutupi ketertindasanya. Andaikata itu semua sudah masuk seluruh pelosok kampung lalu apa yang akan terjadi? Yang terjadi adalah masyarakat menjadi konsumtiv karena dipaksa mencicipi produk itu, padahal sebenarnya masih jauh lebih enak ‘tiwul’, telo’, tape ketan’ dan teman-temanya. Lagi-lagi ini semua berujung dan disebabkan karena kapitalisme.
            Sejauh ini duahal ini sepertinya cukup untuk menggambarkan betapa jenis globalisasi yang masuk dalam belahan dunia ini lahir sebagai kapitalisme baru.

Globalisasi Sebagai Soft Terminologi  dari Kapitalisme Baru
            Kesadaran akan makna globalisasi menjadi begitu penting untuk saat ini, meski banyak sekali perdebatan yang menyoal baik dan tidaknya globalisasi bagi kehidupan manusia. Paling tidak berangkat dari pemahaman kita mengenai globalisasi dari yang paling sederhana yaitu masuk dan bertukarnya unsur-unsur antar bangsa, sampai yang paling rumit, kita dapat melihat bahwa globalisasi menawarkan banyak hal pada manusia. Maka secara lebih ringkas dapat saya katakan bahwa globalisasi adalah persoalan rumit. Selain itu globalisasi menawarkan ruang ketidakpastian pada setiap individu. Ia hadir melalui ‘pintu belakang, pintu samping, depan, dan kadang berputar’ dalam hidup setiap masnusia
            Kehadiranya tidak nampak secara sesunggunya dalam rupa yang asli, ia membawa bentuk semu dari tradisi masa lampau yaitu kapitalisme. Dan kapitaliseme baru semacam ini tidak pernah kita ketahui selama ini. Ia menjelma dari ide, menjadi teknologi, kemudian beralih fungsi dan bermetamorfosis dalam ‘tubuh manusia yang paling mendasar’ yaitu pasar. Pasar sebagi ruang yang menyoal banyak hal tentang hidup setiap manusia, disitu ada kegembiraan, sekaligus ada ketragisan. Disitulah  globalisasi  secara halus berubah menjadi kapitaliseme baru dan ironisnya seringkali membantu manusia ‘merayakan hidup’ sekaligus ‘meratapi’ dirinya yang pelan-pelan teralienasi karena kekuasaan menindasnya. Siapa yang berkuasa disitulah ia akan menjadi pemenang. Pasar manjadi transformasi ruang setiap individu dan benda-benda produk globalisasi. Ia menjadi sarana komunikasi, MacDonals, Friendster, Holland dan lain-lainya yang pelan-pelan memaksa setiap individu menikmati apa yang tidak menjadi bagian dan esensi dari dirinya yaitu ‘tiwul’,’nasi empok,’’telo goreng’ dll, yang semakin lenyap karena globalisasi.
            Globalisasi bukan suatu proses tunggal yang lahir dari satu bagian dari hidup manusia tetapi ia lahir dari banyak hal dalam hidup manusia. Maka ketika ia secara lebih halus menjadi kapitalisme baru, ia amat sulit dilihat dan dibendung apalagi dihancurkan. Globalisasi tidak pernah bisa dihancurkan, karena ia memiliki ruang ambivalens dan mampu merubah dirinya menajadi rupa-rupa yang amat menawan dan mengerikan.

Sumber bacaan
Hans Kung, Etika Ekonomi – Politik Global, Yogyakarta: Qalam, 2002.
Dr. Armada Riyanto CM. Badai Itu Bernama Glibalisasi dalam A. Deny  Firmanto dkk (ed) Orang Muda Katolik Indonesia Dalam Pusaran Globalisasi. Malang : Seri Filsafat Teologi, Widya Sasana 2007
Majalah Basis, Dilema Globalisasi  no 01-02, Tahun ke 52, Januari-Februari 2003


[1] Judul ini diambil dari tuliasan Dr. Armada Riyanto CM. Badai Itu Bernama Glibalisasi dalam A. Deny  Firmanto dkk (ed) Orang Muda Katolik Indonesia Dalam Pusaran Globalisasi. Malang : Seri Filsafat Teologi, Widya Sasana 2007 hlm 5.
[2] Bdk. Dr. Armada Riyanto CM. Badai Itu Bernama Glibalisasi dalam A. Deny  Firmanto dkk (ed) Orang Muda Katolik Indonesia Dalam Pusaran Globalisasi. Malang : Seri Filsafat Teologi, Widya Sasana 2007. hlm. 25

[3] Hans Kung, Etika Ekonomi – Politik Global, Yogyakarta: Qalam, 2002. hlm. 319

Comments

Popular posts from this blog

IBADAT TUGURAN KAMIS PUTIH DENGAN NYANYIAN TAIZE

BERBAGI TAK PERNAH RUGI

Sejarah Filsafat dan Pemikiran Plato