John Dewey dan Instrumentalisme

John Dewey dan  Instrumentalisme
Nanang Aris K


I.       Biografi singkat  John Dewey1


            John Dewey lahir 20 October 1859 di Burlington dan meninggal di New York 1 Juni 1952. Dia merupakan filsuf dan salah satu pendidik Amerika serta salah satu pendiri aliran filsafat Pragmatisme, pionir dalam psikologi funsional dan  wakil dari pergerakan progresif dalam pendidikan di Amerika. Dewey berasal dari keluarga sederhana. Tiga  generasi leluhurnya merupakan petani-petani di Vermont, dan kedua orang tuanya dilahirkandan dibesarkan di daerah pertanian Vermont. Archibald Dewey , ayah dari John Dewey selagi masih muda, mematahkan tradisi keluarga dan masuk  kedalam usaha dagang di Burlington. Di tempat ini, bertahun-tahun kemudian Archibald Dewey bertemu dengan Lucina Artemisa Rich yang 20 tahun lebih muda daripadanya. Pasangan itu mempunyai empat anak, dan John sebagai anak yang ketiga
            Burlington sebagai daerah tempat Dewey tinggal sebagai pemuda, mempunyai populasi sekitar 15.000 jiwa, terbagi hampir sama banyaknya  menjadi penduduk asli dan pendatang; yang datang terutama dari Irlandia dan Quebec. Penduduk asli termasuk “ Old Americans”, keturunan dari keluarga-keluarga protestan Anglo-Saxson kelas menengah yang telah lama menetap di Vermont maupun bagian lain di New England, dalam tradisi inilah Dewey dibesarkan.
            Dewey masuk sekolah negeri di Burlington dan di sana juga memasuki Universitas Vermont. Pada masa SMA dan kuliah, minat intelektualnya meluas dan ketertarikanya pada buku muncul. Dia menemukan semacam sumber kepuasan dalam buku-buku. Orang tuanya mendorong minatnya untuk membaca, dan John Dewey dapat memperoleh hampir semua buku yang menarik minatnya. Setelah selesai kuliah, Dewey mengajar selama  tiga tahun di SMA dan pada musim gugur 1882 ia masuk Universitas John Hopkins di Baltimore untuk studi lanjut filsafat. Di sini ia mendapat pengaruh dari George Sylvister Morris, professor tamu bidang filsafat dari Universitas Michigan dan seorang eksponen utama Neo-Hegelianisme ( Suatu kebangkitan dari pemikiran filsuf Jerman abad ke-19 Hegel).
            Setelah dianugerahi gelar Ph.D. oleh Universitas John Hopkins, tahun 1884,  pada musim  gugur tahun itu, Dewey pergi ke Universitas Michigan, atas desakan Morris, ia ditunjuk menjadi pengajar filsafat dan psikologi. Selama 10 tahun Dewey menghabiskan waktunya di Michigan dan selama itu pula ia memusatkan perjalanan filsafatnya  terutama pada studi  intensif tentang Hegel dan Neo-Hegelians Inggris serta tentang psikologi eksperimental yang pada waktu itu sedang di kembangkan oleh G. Stanley dan Wiliam James. Minat Dewey pada pendidikan dimulai selama masa kerjanya di Michigan. Bahan-bahan bacaan dan pengamatanya memperlihatkan bahwa kebanyakan aliran berjalan pada alur yang ditentukan oleh tradisi-tradisi awal dan tidak dapat menyesuaikan diri dengan penemuan mutakir dalam psikologi anak dan dengan kebutuhan tata sosial demokratis yang sedang berubah. Pencarian akan filsafat pendidikan yang dapat memperbaiki kerusakan itu menjadi pehatian utama  Dewey dan menambah sebuah dimensi baru dalam pemikiran.
            Dewey meninggalkan Michigan tahun 1894 untuk menjadi professor filsafat dan ketua departemen filsafat, psikologi dan pedagogi di Universitas Chicago. Penciptaan Dewey disini membuatnya terkenal secara nasional. Selain itu ia juga mulai meninggalkan ide-ide Hegelian karena dominasi psikologi evolusioner dan biologi semakin dalam. Setelah itu Dewey juga  mendirikan sebuah departemen pedagogi  dan Laboratory Schools dimana teori dan praktek yang dianjurkan oleh psikologi dan filsafat dapat diuji. Sekolah itu dimulai bulan januari 1896, yang menarik kalangan luas dan meningkatkan reputasi Universitas Chicago sebagi pusat pemikiran pendidikan progresif yang terdepan.
            Karena perbedaan pendapat dengan Wiliam Rainey di Universitas Chicago, pada 1904 Dewey mengundurkan diri dan kemudian menerima tawaran dari Universitas Columbia menjadi profesor filsafat. Ia bekerja selama 47 tahun, pertama sebagai professor kemudian sebagai profesor emeritus dalam filsafat. Dewey hidup sampai pada pada usia 90 tahun dalam merayakan ulang tahunya di New York dan Burlington tempat asalnya. Bulan November 1951 pinggangnya patah  hingga kesehatanya semakin menurun dan melemah. Akhirnya ia meninggal  pada tanggal 31 Mei 1952 karena radang paru-paru.

II. Pragmatisme, dan Lahirnya Instrumentalisme.

John Dewey adalah salah satu dari tiga figur pragmatisme Amerika, setelah Wiliam James, namun ia lebih sering memakai istilah “Instrumentalisme” sebagi penganti pragmatisme. Pragmatisme adalah inti filsafat pragmatik dan menentukan nilai pengetahuan berdasarkan kegunaan praktisnya. Beberapa hal tentang pemikiran pragmatisme; pengetahuan berasal dari pengalaman, metode eksperimental dan  usaha praktis. Pragmatisme juga kritis terhadap kebenaran. Pemikiran harus berhubungan dengan praktek dan aksi dan digunakan untuk memecahkan masalah praktis. Kebenaran itu berubah, bersifat tentatif, dan asimtoris. Dalam pragmatisme realitas objektif diindentikan dengan “ pengalaman”. Dan pembagian pengetahuan objek dan subjek hanya dilakukan di dalam pengalaman. Dalam logika pragmatisme sampai pada irasionalisme. Pragmatisme menganggap hukum-hukum dan bentuk-bentuk logika sebagai fiksi berguna. John Dewey sendiri dalam pragmatisme menuntut rekonstruksi dalam filsafat. Ia mengubah Pragmatisme menjadi Instrumentalisme, dan kebenaran menjadi “terjamin kebenarannya” seraya mengembangkan teori penelitian menyeluruh, berdasarkan kriteria penyesuaian praktis dan teoritis.[2]
Peran Dewey pada pragmatisme pada akhirnya mengantar pada lahirnya teori baru “ Instrumentalisme”. Instrumentalisme sendiri lahir dari teori pengetahuan yang di dalamnya Dewey mengkritik teori tradisional tentang kebenaran. Bahwa kebenaran itu statis dan final, sempurna dan abadi, bagi dia tidak sesuai dengan apa yang ia pikirkan. Bagi Dewey kebenaran itu berkembang dan selalu berubah. Salah satu cara yang digunakannya adalah dengan instrument, sehingga muncul dalam ide-ide filsafatnya sebagai Instrumentalisme. Instrumentalisme mengarah pada tindakan yang muncul dari pengalaman. Pandangan filosofis Dewey dalam hal ini adalah bahwa ide-ide adalah alat yang memungkinkan terjadinya manipulsi pada konsep tertentu yang ada dalam kehidupan. Segala sesuatu yang terjadi bukanlah teori belaka, melainkan bersumber pada pengalaman. Dari pengalaman yang mengasilkan ide-ide baru itu ditarik satu  garis penting, bahwa setiap ide yang berasal dari pengalaman itu harus mampu menjelaskan dan menyebabkan perubahan serta memuaskan kebutuhan dan tujuan manusia. Instrumentalisme adalah penyempurnaan dari pragmatisme yang lebih mengarah pada pengalaman yang didekati dengan instrument atau tindakan. Salah satu pokok yang ditekankan Dewey dalam hal ini adalah mengajak subjek dan objek didik untuk sama-sama bergerak dalam realitas. Dari sinilah pengalamana itu menjadi berkembang dan realitas yang dialami sebagai kebenaran juga berkembang. Dewey berpendapat bahwa segala pemikiran dari dalam diri manusia atas subjek dan objek didik berasal dari pengalaman sehari-hari yang bergerak menuju kepada pengalaman berikutnya. Gerak yang timbul dari pengalaman itu  dibangkitkan dari sekitarnya dan akhirnya menimbulkan perubahan dalam dunia sekitarnya dan berakhir pada perubahan dalam diri setiap subjek didik dan objek didik. Di dalam pengalaman langsung ini, keduanya ( subjek dan objek) tidak bisa dipisahkan tetapi disatukan. Jadi apa yang dialami tidak bisa  dipisahkan dari yang mengalami yaitu subjek dan objek karena keduanya merupakan sesuatu  yang penting dan berarti. Jika keduanya dipisahkan maka itu bukan pengalaman melainkan pemikiran atas pengalaman itu sendiri sebagai pengetahaun. Jadi yang mau dikatakan disini terjadinya pengalaman adalah terjadinya kesatuan antara dua hal objek dan subjek atau pengalaman dan yang mengalami.
Menurut Dewey apa yang disebut pengalaman itu tidak lepas dari penyelidikan, karena penyelidiakan adalah transformasi yang terpimpin dari suatu keadaan yang tidak menentu menjadi menentu. Penyelidikan berkaitan dengan penyusunan kembali pengalaman yang dilakukan dengan sengaja. Oleh karena itu penyelidikan dengan penilaianya adalah  suatu alat ( instrument). Jadi yang dimaksud dengan Instrumentalisme adalah suatu usaha untuk menyusun suatu teori yang logis dan  tepat dari konsep-konsep, pertimbangan-pertimbangan, penyimpulan-penyimpulan dalam bentuknya yang bermacam-macam; dengan cara menyelidiki bagaimana pikiran berfungsi dalam penentuan yang berdasarkan pengalaman mengenai konsekuensi–konsekuensi masa depan.[3]

Dua Karya Besar John Dewey Setelah Lahirnya Instrumentalisme

  1. Demokrasi dan Pendidikan
            Salah satu karya John Dewey yang sampai saat ini masih memberi kontribusi khususnya dalam dunia pendidikan adalah buku Democracy and Education. Buku ini menghantar  banyak orang pada pertanyaan-pertanyaan seputar pendidikan dan masalah-masalah yang perlu diatasai dewasa ini. Masalah-masalah yang mempertanyakan tentang demokrasi dan kebenaran sebagai dasar demokrasi. Perlu diketahi demokrasi yang dimaksudkan di sini bukan dalam konteks yang sering dipakai oleh pendapat umum yaitu ‘ keterbukaan  pada pengalaman’. Demokrasi bukanlah sekedar keterbukaan pada pengalaman.
Bagi dewey pengalaman  bukanlah segala sesuatu atau apa saja yang terjadi pada seseorang, meskipun dalam pengertian umum apa saja yang terjadi disebut sebagai pengalaman. Menurut Dewey pengalaman menunjuk pada sebuah pola peristiwa-peristiwa, di mana organisme dengan kesadaran penuh melakukan tindakan terhadap sesuatu dan menjalani konsekuensi-konsekuensi dari tindakan tersebut. Pendidikan adalah proses dimana  pengalaman-pengalaman dialami sebagai dasar untuk membuat pengalaman di masa mendatang menjadi lebih realistis untuk dicapai, berarti dan dapat dikendalikan. 4 Jadi dalam model pendidikan yang dikatakan Dewey diatas, kurikulumnya bersumber pada pengalaman itu sendiri. Setiap orang tidak bisa meneglak bahwa sebenarnya pengalaman itu mempunyai sifat mendidik dan megaraha pada satu konsep kebenaran yang selalu berkembang. Seringkali kebanyakan orang saat ini melupakan hal ini. Mereka menganggap bahwa pengalaman adalah utopia yang tidak logis dan terjamin kebenaranya. Maka tidak jarang dalam pendidikan yang ada hanya teori-teori rasional yang tidak pernah megakui pengalaman sebagai salah satu sumber kebenaran. Dalam karyanya ini Dewey sebenarnya mau mengatakan bahwa dalam dunia pendidikan saat ini sudah tercemari oleh praktek-praktek dari teori dualistic yang mengubah fungsi kesatuan pengalaman  menjadi kejadian yang terpisah-pisah. Hal ini berbeda dengan pendapat Dewey, bahwa pengalaman adalah satu kesatuan yang tak terpisahkan. Akibat teori pemisahan inilah Dewey mencoba membenarkan bahwa pengaruh pemisahan ini akan berpengaruh juga pada subjek dan materi pengajaranya. Keterpisahan ini dilihat sebagai kegagalan pendidikan, karena hal itu menjadikanpengalaman menjadi tidak konkret dan bersumber pada realitas.

  1. Pengalaman dan Pendidikan
            Karya kedua Dewey adalah Exsperience and Education. Karya ini adalah rumusan kembali tentang tulisan-tulisan sebelumnya.  Sekali lagi dalam karya yang kedua ini  Dewey kembali lagi mengulas tentang pemahaman  pengalaman sebagai bagian dari pendidikan yang sejati. Keyakinan pendidikan sejati menurut Dewey tidak semata-mata muncul dari pengalaman secara murni dan sama-sama mendidik. Pengalaman dan pendidikan tidak sama dengan  yang lainya secara langsung. Pengalaman kadang-kadang juga menghambat tumbuhnya pengalaman yang lainya  ataupun mendistorsi pertumbuhan selanjutnya adalah  salah didik. Suatu pengalaman bisa menimbulkan sikap tak acuh  dan  menurunkan naluri rensponsif setiap pribadi. Latar belakang Dewey dalam Eksperience and Education karena ia ingin membuktikan pada para penganut rasionalis yang mendewakan pengetahuan intelektual dan mereduksi pengalaman sebagai suatu bentuk yang primitif dari pengetahuan. Dewey berpendapat bahwa  pengalaman jauh lebih kaya  dibandingkan pengetahuan. Dalam basis pengalaman yang bergerak pertama-tama adalah subjek  didik. Subjek didik inilah yang megalami realitas sebagai pengalaman hidupnya. Pendidikan yang dikonsepkan Dewey dalam hal ini haruslah memampukan subjek didik untuk menasfirkan dan memaknai rankaian pengalamannya sedemikian rupa, sehingga ia terus bertumbuh dan diperkaya oleh penglaman tersebut. 5 Lewat pengalaman inilah pada akhirnya setiap subjek didik mulai diperkaya oleh pengalaman itu sendiri.

            Melalui dua karya besar inilah Dewey merealisasikan Instrumentalismenya. Baginya media yang paling tepat untuk mewujudkan Instrumentalisme ada di dalam dunia pendidikan yang berbasis pengalaman. Dari kedua karya besar inilah Instrumentalisme berkembang dan menjadi satu model dalam dunia pendidikan yang logis. Bahkan dari sinilah kebenaran terbukti sebagi sesuatu yang tidak final dan statis, tetapi justru sebaliknya kebenaran itu selalu berkembang dan lahir dari realitas sehari-hari. Sebagi instrument yang memampukan pengalaman manusia berkembang.


Daftar bacaan
Bagus, Lorens,Kamus Filsafat,Jakarta: Gramedia,2002
Dewey, John, Experience and Education, Bandung:Teraju ,2004
Hadiwijoyo, Harun, Sari Sejarah Filsafat Barat 2, Yogyakarta: Kanisius,1980
Kurtz, Paul (ed.), Sidney Hook: Sososk Filsuf Humanisme Demokrat dalam Tradisi Pragmatise, Yayasan Obor Indonesia: Jakarta; 1994

The New Encyclopaedia Britannca; Encyclopaedia Britanica, Inc; Chicago, 1991
Osborne, Richard; Filsafat Untuk Pemula;  Kanisius; Yogyakarta; 2001






1 The New Encyclopaedia Britannca; Encyclopaedia Britanica, Inc; Chicago, 1991
Osborne, Richard; Filsafat Untuk Pemula;  Kanisius; Yogyakarta; 2001
[2] Bagus, Lorens,Kamus Filsafat, Jakarta: Garamedia, 2002
[3] Hadiwijoyo, Harun, Sari Sejarah Filsafat 2, Yogyakarta : Kanisius, 2002, hal 134
4 Hook , Sidney; Sososk Filsuf Humanisme Demokrat dalam Tradisi Pragmatise; Yayasan Obor Indonesia; Jakarta; 1994, hal 197
5 Dewey, John, Experience & Education, Jakarta; Teraju,2004,hal. ix

Comments

Popular posts from this blog

IBADAT TUGURAN KAMIS PUTIH DENGAN NYANYIAN TAIZE

BERBAGI TAK PERNAH RUGI

Sejarah Filsafat dan Pemikiran Plato